Suara Warga

SBY Hubungi Ketua MK, Bentuk Intervensi ?

Artikel terkait : SBY Hubungi Ketua MK, Bentuk Intervensi ?

Pertanyaannya sederhana, untuk apa SBY menghubungi ketua MK (Mahkamah Konstitusi) terkait dengan disahkannya UU Pilkada? Kenapa SBY tidak menghubungi Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) untuk didengar pendapat lembaga tersebut sehubungan dengan disahkannya UU Pilkada?

Menghubungi ketua MK sebagaimana yang diberitakan oleh hukumonline (29/09) apalagi terkait UU yang akan diuji review oleh orang atau kelompok tertentu, apalagi hal ini juga direncanakan juga oleh SBY dan partai Demokrat (detik, 29/09) jelas menimbulkan masalah dari segi ketatanegaraan karena MK adalah kekuasaan kehakiman yang merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Hal ini jelas ditegaskan dalam Pasal 24 UUD 1945. Merdeka disini artinya bebas dari intervensi atau tekanan.

Menghubungi ketua MK jelas merupakan keputusan yang blunder dari SBY, apalagi terkait sengketa UU Pilkada, yang memang tugas MK untuk memeriksa dan mengadilinya, jika UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Padahal untuk forum meminta nasihat atau pertimbangan, SBY bisa meminta nya ke Wantimpres. Padahal Wantimpres bukan lembaga sembarangan, bahkan diatur dalam UUD 1945 Pasal 16 yang menyatakan Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam UU.

Secara etika dan ketatanegaraan, harusnya Presiden lebih banyak berdiskusi dengan Wantimpres daripada MK. Karena menghubungi MK melalui Ketuanya jelas akan menimbulkan persepsi yang berbeda, mungkin saja dari kalangan Koalisi Merah Putih (KMP) atau kelompok masyarakat yang pro terhadap UU Pilkada ini. Hal Ini tidak bisa dipungkiri, karena penolakan terhada UU Pilkada tidak bulat, karena ada juga yang mendukung UU Pilkada dijalankan.

Memang peluang UU Pilkada ini dibatalkan oleh MK sangat besar sekali, karena hak konstitusional rakyat untuk memilih kepala daerahnya secara langsung dirampas oleh UU Pilkada ini. Terutama hak rakyat yang bebas dari perlakuan diskriminatif (karena UU Pilkada mengatur calon kepala daerah di pilih oleh DPRD).

Namun tidak dipungkiri juga bahwa banyak kelompok masyarakat yang menyatakan bahwa UU Pilkada sebenarnya bertujuan mengembalikan demokrasi Indonesia sesuai dengan sila ke 4 Pancasila yang menyatakan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Mereka berpandangan selama ini bahwa demokrasi Indonesia adalah produk impor dari Negara asing. Padahal sesungguhnya hal tersebut juga tidak sepenuhnya benar, karena demokrasi yang dianut oleh Indonesia malah mendapat apresiasi tinggi oleh banyak Negara di dunia, bahkan Amerika Serikat pun mengakui hal ini.




Sumber : http://ift.tt/1DTJe9L

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz