Pilkada Langsung Pil Pahit Bagi Rakyat
Riuh tentang penolakan Rencana Undang Undang (RUU) Tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tidak langsung, yang nantinya akan di pilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi untuk jabatan Gubernur, Kota dan Kabupaten Untuk jabatan Walikota dan Bupati terus bergulir, walaupun Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan RUU tersebut menjadi Undang Undang (UU) yang akan di terapkan dalam Pilkada di seluruh Indonesia.
Jika mengamati kembalinya Pilkada kepangkuan DPRD, adalah merupakan kembalinya Demokrasi Liberal di mana Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan kepada Demokrasi Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 sebelum di lakukannya aman demen.
Pilkada Langsung yang di pilih oleh rakyat telah berjalan selama sepuluh tahun, sejak lahirnya Undang Undang Otonomi Daerah N0 : 32 Tahun 2004. Dan selama itu pula dalam pelaksanaan Pilkada langsung tak terhitung jumlah komplik yang di lahirkan nya, dan tidak terhitung pula uang rakyat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terkuras untuk membiaya pelaksanaan Pilkada langsung.
Dan hasil yang di peroleh rakyat dari Demokrasi Pilkada dipilih langsung oleh rakyat tidak sebanding dengan apa yang di harapkan oleh rakyat. Kepala Daerah yang terpilih ternyata sudah jauh menyimpang dari cita cita yang di harapkan rakyat untuk membangun daerahnya. Malah para kepala daerah yang di pilih oleh rakyat menjadi arogan. Dan yang ironisnya dalam masa pemerintahan nya bukan nya membangun daerahnya seperti yang di inginkan oleh rakyat, tapi melainkan membangun dinasti, membentuk keranjaan kecil di daerah yang melibatkan istri, anak, menantu orang tua dan mertua serta para kroninya, kemudian dinasti ini melakukan Korupsi, Kolusi dan nefotisme, yang membuat rakyat semakin sengsara.
Ratu Atut Khosiah Gubernur Banten, Anas Maamun Gubernur Riau, adalah contoh kecil Kepala Daerah yang di pilih oleh rakyat, namun setelah terpilih mereka bukannya memperjuangkan nasib rakyat tapi melainkan mereka membangun dinasti untuk memperjuangkan kelanjutan kehidupan mereka yang glamaor. Walaupun di sekiling mereka masih banyak rakyat nya yang miskin dan melarat. Tapi Kepala Daerah ini malah hidup dalam kemewahan bergekimang harta dari hasil uang haram yang mereka curi dari rakyat. Betapa menderitanya rakyat.
Sebenarnya jika kita mau jujur, persoalan Pilkada langsung atau tidak langsung, bagi rakyat hal itu sama saja. Rakyat walaupun kehilangan jambarnya, dengan Rp 50.000,-/kepala, tapi setidaknya rakyat telah terbebas dari tindakan sebahat untuk melakukan money politik dan yang kedua rakyat telah terbebas dari pembedohan yang selama ini di lakukan oleh calon kepala daerah. Karena rakyat yang masih miskin dan bodoh gampang untuk di iming imingi oleh calon kepala daerah dengan janji janji manis yang ternyata hampa.
Siapa sih yang sebenarnya ribut dan menolak RUU Pilkada tidak langhsung?, apakah rakyat atau para orang orang yang punya keinginan untuk mencalonkan diri menjadi Kepala daerah?. Rakyat sebenarnya tidak mempersoalkan hal ini, apa lagi rakyat yang kehidupan sosialnya menengah kebawah. Pilkada mau langsung atau tidak langsung itu tidak menjadi persoalan rakyat, karena selama inipun Pilkada Langsung hanya melahirkan kebohongan terhadap rakyat.
Yang ribut dan mempermasalahkan Pilkada tidak langsung ini adalah Kepala Daerah yang ingin untuk menjabat dua priode, kemudian para pejabat dan orang orang kaya yang punya keiinginan untuk menjadi Kepala daerah, mereka ini takut untuk tidak terpilih jika Pilkada di pilih oleh DPRD, karena apa? Jawabnya mudah saja. Rakyat lebih gampang untuk di bodoh bodohi dan di suap dengan uang Rp 50.000,-/kepala, jika dibanding dengan membodoh bodohi DPRD dan menyogoknya.
Anggota DPRD tidak akan melayani calon Kepala Daerah maupun kepala daerah yang akan maju untuk menjadi Calon Kepala Daerah berikutnya, yang hanya pandai mengobar janji janji kosong. Dan DPRD juga tidak akan mau di sogok dengan uang recehan, paling tidak hitungan Miliyaran rupiah harus disiapkan oleh seorang calon Kepala Daerah untuk diberikan kepada DPRD.
Sepuluh tahun sudah kita laksanakan Pilkada langsung, tapi hasilnya tidak memberi apa apa kepada rakyat yang memilihnya, malah membuat hati rakyat miris dan galau ketika melihat calon yang di pilihnya tidak memperjuangkan nasib mereka. Maka timbul penyesalan “ Kenapa aku memilih dia, kalau tahu begini jadinya lebih baik aku golput (golongan putih) tidak memilih siapapun “, ungkapan ini sering terdengar dari keluhan rakyat terhadap calon yang di pilihnya.
Nah, kini persoalannya Pilkada tidak langsung adalah Demokrasi Pancasila yang telah teruji sejak dari zaman kemerdekaan sampai berakhirnya era Orde baru. Jadi jangan berlagak sebagai pahlawan untuk memperjuangkan Pilkada langsung demi untuk demokrasi rakyat, semuanya itu bohong belaka. Sementara hasil yang di terima rakyat dari Pilkada langsung itu hanya pil pahit yang harus di telan.
Sumber : http://ift.tt/1vsS9Kl