Penghianatan Terhadap Mandat Adalah Penghianatan Terhadap Konstitusi.
Partai Demokrat menyadari peluang mereka untuk kembali berkuasa setelah era SBY akan sangat kecil. Oleh sebab itulah jauh sebelum partai-partai lain merencanakan agenda politik, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mulai menyiapkan RUU Pilkada pada tahun 2010.
Sesuai kesepakatan antara Komisi II DPR dengan Kemendagri, RUU Pilkada akan diselesaikan sebelum penyelenggaraan Pemilu 2014.
Dalam RUU ini terdapat dua ketentuan baru yang berbeda secara signfikan dari ketentuan UU No. 32/2004: pertama, pilkada hanya memilih gubernur dan bupati/walikota, sementara wakil gubernur dan wakil bupati/wakil walikota ditunjuk dari lingkungan PNS; kedua, gubernur tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, melainkan oleh DPRD provinsi.
Kenapa tidak diselesaikan sebelum pemilu 2014? Tidak lain karena demokrasi kita sedang berkembang dengan pesat dan sekalipun RUU didebatkan di parlemen, tidak akan membawa hasil yang sesuai dengan keinginan satu atau beberapa kelompok. Partai demokrat di pihak lain masih mengharapkan dan percaya akan bisa mendapatkan mandat kembali, sehingga RUU Pilkada tidak sampai dituntaskan sebelum pemilu 2014. Mereka takut akan dicap sebagai partai yang tidak demokratis, misi berat ini kemungkian besar akan menjadi boomerang buat partai Demokrat yang cahayanya sudah kelihatan redup di dua tahun terakhir masa pemerintaham SBY karena beberapa menteri di kabinet tersandung kasus korupsi.
Tidak ada satu pun partai yang berani mengangkat tema RUU Pilkada oleh DPRD dalam kampanye Pileg beberapa waktu yang lalu, karena para pemimpin partai masih terlalu pintar untuk berpikir rakyat akan menyetujui demokrasi mundur.
Saya ingin bertanya dengan alasan apakah KMP (Koalisi Merah Putih) merasa mendapatkan mandat dari rakyat untuk bisa mengubah undang-undang Pilkada?
Hasil Pileg yang mengantarkan anda menuju senayan jangan diartikan sebagai sebuah cek kosong yang bisa diisi dengan sembarangan angka. Sebagai wakil rakyat, saudara-saudara yang terhormat harus dapat memisahkan dengan jelas antara mandat dan kepentingan partai atau golongan.
Saya dengan sepenuhnya memahami tugas dan wewenang DPR dalam hal merevisi atau membuat undang-undang baru, itu adalah tugas anda, betul sekali, saya sama sekali tidak pernah and tidak akan pungkiri kenyataan tersebut.
Dengan mayoritas suara di parlemen, KMP tidak bisa seenaknya mengantikan undang-undang yang akan merugikan khalayak hidup rakyat Indonesia dalam hal ini adalah kemunduran demokrasi.
Yang lebih tidak masuk akal lagi adalah tokoh reformasi yang kita kenal dengan baik (atau setidaknya kita kira kita kenal dengan baik) menginginkan Indonesia kembali lagi ke masa Orde Baru yang mereka kutuk 16 tahun yang lalu. Perjuangan tokoh tersebut dalam membela dan membangun negara Indonesia yang lebih demokratis berakhir sudah sampai di sini.
Tidak bisa menang Pilpres dengan dukungan mayoritas di parlemen? Salahnya di mana? Anda harus intropeksi diri, saya kira tidak perlu diingatkan lagi kalau anda bisa mengawasi pemerintahan Jokowi demi kepentingan rakyat banyak melalui sistem parlemen, karena pemilu mendatang itu sudah kurang dari 5 tahun dari sekarang, kalau tugas anda bagus sebagai anggota dewan, anda akan dipilih oleh rakyat 5 tahun mendatang. Kenapa sih harus menyandra bangsa kita dengan berdemokrasi mundur?
Kalau Pilkada bisa lewat DPRD, oh nanti kedepannya Pilpres bisa lewat DPR? Setelah itu Indonesia hanya punya satu partai politik?
Jangan pernah menganggap enteng kekuatan rakyat, jikalau mandat dikhianati, resistensi akan menjadi kewajiban.
Selamat berjuang lewat tulisan atau aksi turun ke jalan, ingat jangan sampai bertindak anarkis, awasi pihak ketiga yang tidak bertanggungjawab, yang sudah siap setiap saat untuk memperkeruh situasi.
Salam dari Bangkok, negara Gajah Putih.
Sumber : http://ift.tt/YFIIw4
Sesuai kesepakatan antara Komisi II DPR dengan Kemendagri, RUU Pilkada akan diselesaikan sebelum penyelenggaraan Pemilu 2014.
Dalam RUU ini terdapat dua ketentuan baru yang berbeda secara signfikan dari ketentuan UU No. 32/2004: pertama, pilkada hanya memilih gubernur dan bupati/walikota, sementara wakil gubernur dan wakil bupati/wakil walikota ditunjuk dari lingkungan PNS; kedua, gubernur tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, melainkan oleh DPRD provinsi.
Kenapa tidak diselesaikan sebelum pemilu 2014? Tidak lain karena demokrasi kita sedang berkembang dengan pesat dan sekalipun RUU didebatkan di parlemen, tidak akan membawa hasil yang sesuai dengan keinginan satu atau beberapa kelompok. Partai demokrat di pihak lain masih mengharapkan dan percaya akan bisa mendapatkan mandat kembali, sehingga RUU Pilkada tidak sampai dituntaskan sebelum pemilu 2014. Mereka takut akan dicap sebagai partai yang tidak demokratis, misi berat ini kemungkian besar akan menjadi boomerang buat partai Demokrat yang cahayanya sudah kelihatan redup di dua tahun terakhir masa pemerintaham SBY karena beberapa menteri di kabinet tersandung kasus korupsi.
Tidak ada satu pun partai yang berani mengangkat tema RUU Pilkada oleh DPRD dalam kampanye Pileg beberapa waktu yang lalu, karena para pemimpin partai masih terlalu pintar untuk berpikir rakyat akan menyetujui demokrasi mundur.
Saya ingin bertanya dengan alasan apakah KMP (Koalisi Merah Putih) merasa mendapatkan mandat dari rakyat untuk bisa mengubah undang-undang Pilkada?
Hasil Pileg yang mengantarkan anda menuju senayan jangan diartikan sebagai sebuah cek kosong yang bisa diisi dengan sembarangan angka. Sebagai wakil rakyat, saudara-saudara yang terhormat harus dapat memisahkan dengan jelas antara mandat dan kepentingan partai atau golongan.
Saya dengan sepenuhnya memahami tugas dan wewenang DPR dalam hal merevisi atau membuat undang-undang baru, itu adalah tugas anda, betul sekali, saya sama sekali tidak pernah and tidak akan pungkiri kenyataan tersebut.
Dengan mayoritas suara di parlemen, KMP tidak bisa seenaknya mengantikan undang-undang yang akan merugikan khalayak hidup rakyat Indonesia dalam hal ini adalah kemunduran demokrasi.
Yang lebih tidak masuk akal lagi adalah tokoh reformasi yang kita kenal dengan baik (atau setidaknya kita kira kita kenal dengan baik) menginginkan Indonesia kembali lagi ke masa Orde Baru yang mereka kutuk 16 tahun yang lalu. Perjuangan tokoh tersebut dalam membela dan membangun negara Indonesia yang lebih demokratis berakhir sudah sampai di sini.
Tidak bisa menang Pilpres dengan dukungan mayoritas di parlemen? Salahnya di mana? Anda harus intropeksi diri, saya kira tidak perlu diingatkan lagi kalau anda bisa mengawasi pemerintahan Jokowi demi kepentingan rakyat banyak melalui sistem parlemen, karena pemilu mendatang itu sudah kurang dari 5 tahun dari sekarang, kalau tugas anda bagus sebagai anggota dewan, anda akan dipilih oleh rakyat 5 tahun mendatang. Kenapa sih harus menyandra bangsa kita dengan berdemokrasi mundur?
Kalau Pilkada bisa lewat DPRD, oh nanti kedepannya Pilpres bisa lewat DPR? Setelah itu Indonesia hanya punya satu partai politik?
Jangan pernah menganggap enteng kekuatan rakyat, jikalau mandat dikhianati, resistensi akan menjadi kewajiban.
Selamat berjuang lewat tulisan atau aksi turun ke jalan, ingat jangan sampai bertindak anarkis, awasi pihak ketiga yang tidak bertanggungjawab, yang sudah siap setiap saat untuk memperkeruh situasi.
Salam dari Bangkok, negara Gajah Putih.
Sumber : http://ift.tt/YFIIw4