Pancasila disandera Amin Rais dan Aburizal Bakri
Putih bunga Bintaro jatuh menghiasi jalan setapak yang membelah kompleks perumahan sederhana di wilayah perkampungan di kampung tanpa nama. Semua seakan tersenyum. Tersenyum menyambut Ili dan Iin yang berjalan beriringan sambil mendorong sepeda. Bersepeda pagi di ujung ahad akan sangat menyenangkan. Apalagi diselingi pembicaraan soal negeri tercinta.
Ili : Sayang….sepertinya komentar kamu soal hubungan Pancasila dan Pilkada dibaca Pak Amin Rais dan Pak Aburizal Bakri.
Iin : Hahahahaha……aduh masku. Pakai Pak segala. Emang bapakmu ya?
Ili : Hahahahaha…..bukan sih. Tapi kan sebagai orang Indonesia kita wajib menghormati orang yang lebih tua.
Iin : Ala. Gombal. Kita wajib menghormati orang tua yang memang berada pada posisinya sebagai orang tua.
Iin : Maksudnya?
Iin : Ya….kalau orang tuanya bertindak sesuai perkataannya, kalau orang tuanya berpikiran jernih dan terbuka, kalau orang tuanya bijaksana, kalau orang tuanya welas asih….naaaaaahhh…..baru tuh kita hormati dan berbakti.
Ili : Jadi kalo hanya sekedar punya uang banyak…..atau sekedar memiliki helai rambut memutih lebih banyak….belum jaminan jadi orang tua?
Iin : Iya dong.
Ili : Kalau soal Paaakkk…..ehh….Pak Amin dan Pak Aburizal?
Iin : Sayang…..kalau Amin Rais dan Aburizal Bakri bicara seperti saya tentang hubungan Pancasila dengan RUU Pilkada, itu sekedar pemanis bibir aja.
Ili : Ah ngawur…..mereka kan laki-laki. Masa pake pemanis bibir?
Iin : Ih….kamu itu gemesin. Kamu ingat kan? Pemilihan kepala daerah langsung itu kan terjadi saat Amin Rais masih berkuasa di gedung rakyat. Idenya kan dari dia?
Ili : Kalau Paaaaaakkkk…….eh….Aburizal?
Iin : Apalagi yang ini? Dia bicara soal sila ke-4 yang diwujudkan dalam RUU Pilkada. Kalau sila ke-2 Pancasila yang dilanggarnya dalam kasus Lapindo? Itu gimana? Atau kalau sila ke-3 yang dilanggarnya dalam kampanye Pilpres kemarin? itu gimana?
Ili : Jadi mereka gak berhak bicara soal Pancasila?
Iin : Gak sayang….Semua orang Indonesia berhak bicara tentang Pancasila. Masalahnya….Pancasila bukan soal bicara. Bukan juga soal hapalan. Pancasila adalah soal kehidupan.
Ili : Aku gak ngerti.
Iin : Pancasila sebagai idiologi negara, haruslah hidup dalam praktek bernegara. Ia hidup dalam aturan. Hidup dalam laku perbuatan. Hidup dalam piikiran. Hidup dalam perkataan.
Ili : Jadi maksudmu praktek bernegara, praktek hukum, perbuatan, pikiran dan perkataan kita saat mengumandangkan Pancasila harus sesuai dengan Pancasila?
Iin : Iya dong.
Ili : Jadi ?
Iin : Kalau melihat Amin dan Aburizal….yang kutahu mereka menyandera Pancasila. Menjadikan Pancasila hanya untuk tameng kepentingan pribadi dan golongan. Melihat pernyataan mereka di media, saya harus bilang….mereka masih menyimpan sakit hati pemilu kemarin.
Ili : Kamu sendiri? Masih sakit hati gak?
Iin : Sakit hati pemilu? Capek deh. Itu kan cuma pesta demokrasi. Namanya juga pesta. Ya harus gembiralah.
Ili : Eh….udah agak siang nih. Cari makan yuk.
Iin : Ayo….
Sumber : http://ift.tt/WW0FEZ
Ili : Sayang….sepertinya komentar kamu soal hubungan Pancasila dan Pilkada dibaca Pak Amin Rais dan Pak Aburizal Bakri.
Iin : Hahahahaha……aduh masku. Pakai Pak segala. Emang bapakmu ya?
Ili : Hahahahaha…..bukan sih. Tapi kan sebagai orang Indonesia kita wajib menghormati orang yang lebih tua.
Iin : Ala. Gombal. Kita wajib menghormati orang tua yang memang berada pada posisinya sebagai orang tua.
Iin : Maksudnya?
Iin : Ya….kalau orang tuanya bertindak sesuai perkataannya, kalau orang tuanya berpikiran jernih dan terbuka, kalau orang tuanya bijaksana, kalau orang tuanya welas asih….naaaaaahhh…..baru tuh kita hormati dan berbakti.
Ili : Jadi kalo hanya sekedar punya uang banyak…..atau sekedar memiliki helai rambut memutih lebih banyak….belum jaminan jadi orang tua?
Iin : Iya dong.
Ili : Kalau soal Paaakkk…..ehh….Pak Amin dan Pak Aburizal?
Iin : Sayang…..kalau Amin Rais dan Aburizal Bakri bicara seperti saya tentang hubungan Pancasila dengan RUU Pilkada, itu sekedar pemanis bibir aja.
Ili : Ah ngawur…..mereka kan laki-laki. Masa pake pemanis bibir?
Iin : Ih….kamu itu gemesin. Kamu ingat kan? Pemilihan kepala daerah langsung itu kan terjadi saat Amin Rais masih berkuasa di gedung rakyat. Idenya kan dari dia?
Ili : Kalau Paaaaaakkkk…….eh….Aburizal?
Iin : Apalagi yang ini? Dia bicara soal sila ke-4 yang diwujudkan dalam RUU Pilkada. Kalau sila ke-2 Pancasila yang dilanggarnya dalam kasus Lapindo? Itu gimana? Atau kalau sila ke-3 yang dilanggarnya dalam kampanye Pilpres kemarin? itu gimana?
Ili : Jadi mereka gak berhak bicara soal Pancasila?
Iin : Gak sayang….Semua orang Indonesia berhak bicara tentang Pancasila. Masalahnya….Pancasila bukan soal bicara. Bukan juga soal hapalan. Pancasila adalah soal kehidupan.
Ili : Aku gak ngerti.
Iin : Pancasila sebagai idiologi negara, haruslah hidup dalam praktek bernegara. Ia hidup dalam aturan. Hidup dalam laku perbuatan. Hidup dalam piikiran. Hidup dalam perkataan.
Ili : Jadi maksudmu praktek bernegara, praktek hukum, perbuatan, pikiran dan perkataan kita saat mengumandangkan Pancasila harus sesuai dengan Pancasila?
Iin : Iya dong.
Ili : Jadi ?
Iin : Kalau melihat Amin dan Aburizal….yang kutahu mereka menyandera Pancasila. Menjadikan Pancasila hanya untuk tameng kepentingan pribadi dan golongan. Melihat pernyataan mereka di media, saya harus bilang….mereka masih menyimpan sakit hati pemilu kemarin.
Ili : Kamu sendiri? Masih sakit hati gak?
Iin : Sakit hati pemilu? Capek deh. Itu kan cuma pesta demokrasi. Namanya juga pesta. Ya harus gembiralah.
Ili : Eh….udah agak siang nih. Cari makan yuk.
Iin : Ayo….
Sumber : http://ift.tt/WW0FEZ