Koalisi Merah Putih Belajar dari Kesalahan Poros Tengah
Meski tergolong baru, Koalisi Merah Putih selalu menyedot perhatian. Kehadiran selalu ditunggu dan setiap aksinya selalu mampu menyedot perhatian insan pers. Koalisi Merah Putih yang digagas pasangan capres-cawapres Pabowo Subianto-Hatta Rajasa, Rabu (10/9/2014) malam mengadakan pertemuan dengan semua petinggi partai koalisi di kediaman Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tandjung.
Pertemuan tersebut menjadi menarik ditengah dinamika politik yang berkembang. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh beberapa petinggi partai koalisi merah putih diantaranya Prabowo Subianto, Sekjen PPP Romy Romahurmiziy, Tantowi Yahya, Marwah Daud Ibrahim, Aburizal Bakrie, Akbar Tandjung, Amien Rais dan Hidayat Nur Wahid.
Prabowo menyatakan bahwa pertemuan yang dilakukan malam hari ini, bertujuan untuk membahas berbagai persoalan yang ada di Indonesia sebagai salah satu sikap kepedulian dari KMP. Bukan untuk membahas tentang mundurnya Basuki Tjahja Purnama dari Partai Gerindra maupun pemberhentian Suryadharma Ali. Selain itu, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu juga mengatakan bahwa pertemuan tersebut sekaligus untuk bersilaturahmi dengan semua anggota koalisi merah putih. Pasalnya, sudah lama koalisi merah putih tidak melakukan rapat bersama setelah pengumuman hasil pilpres 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Tak hanya pertemuan tingkat Elit saja, dari hasil silaturahim itu dilanjutkan dengan aksi di Parlemen. Fraksi-fraksi anggota Koalisi Merah Putih kompak mendukung pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD. Bahkan, Fraksi Partai Demokrat yang merupakan partai pendukung pemerintah saat ini, ikut mendukung pilkada melalui DPRD.
Partai Demokrat beralasan pilkada melalui DPRD bukan berarti mencabut hak demokrasi rakyat, namun justru memberikan pelajaran politik agar rakyat benar-benar memilih wakilnya yang dapat dipercaya. Sebagaimana Koalisi Merah Putih, Partai Demokrat juga akan konsisten membela kepentingan rakyat dengan memberikan pelajaran politik bahwa pemilihan tidak langsung juga bagian dari demokrasi.
Dengan dipilihnya para anggota DPRD secara langsung oleh rakyat, mereka juga telah mendelegasikan haknya kepada para wakil mereka untuk menentukan kepala daerah. Di sisi lain pilkada langsung yang dilakukan selama ini telah terbukti menghabiskan banyak biaya.
Dengan pilkada di DPRD, maka biaya pilkada bisa dihemat bisa mencapai Rp41 triliun yang bisa digunakan untuk keperluan lainnya.
Koalisi Merah Putih adalah fenomena baru yang mengingatkan kita pada Poros Tengah diawal-awal Era Reformasi. Aksi Poros Tengah yang dimotori partai-partai Islam begitu memukau. Poros Tengah sukses mengantarkan Gus Dur menjadi Presiden, Amien Rais menjadi Ketua MPR, Akbar Tandjung sebagai Ketua DPR dan menguasai jabatan kunci lainnya.
Sayangnya Poros Tengah tidak berlanjut, partai Islam pun berpencaran. Namun ditengah kerinduan bersatunya partai-partai Islam, takdir Allah menuntun mereka untuk bersatu mendukung Capres Prabowo. Tak disangka, dukungan ini mengkristal, solid menjadi Koalisi Merah Putih.
Ketua Dewan Pembina partai Gerindra Prabowo Subianto berpeluang memimpin koalisi poros tengah. Hal itu didasarkan pada tidak adanya sosok figur di partai Islam tersebut. Prabowo atau Gerindra diuntungkan oleh dua faktor berpeluang pimpin poros tengah. Pertama partai-partai Islam tidak punya figur yang elektabilitasnya tinggi. Kedua, sentimen negatif beberapa figur sentral di partai-partai Islam terhadap Jokowi dan PDIP.
Sentiment negative yang dimaksud disini adalah, seperti Rhoma Irama yang merupakan vote getter dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), pergi meninggalkan begitu PKB berkoalisi dengan PDIP. Jadi PKB berkoalisi dengan PDIP maka hanya mendapatkan gerbong saja. Sementara ‘isi’ (kader maupun simpatisan PKB) akan ikut Rhoma Irama. Begitupun dengan statemen Amien Rais yang negatif terhadap PDIP, suara PAN akan gembos jika Hatta Rajasa ngotot koalisi dengan PDIP.
Belajar dari kesalahan Poros Tengah, partai-partai waktu itu terjebak kepentingan pragmatis, sehingga mengabaikan persatuan. Untuk mengatasinya, maka partai-partai di KMP, memang harus sering bersilaturahim. Dengan silaturahim, berkah akan turun dan petunjuk pun akan didapat. Silaturahim akan menghilangkan rasa curiga. Apalagi dinamika politik yang begitu kencang. Terkadang malah menggunakan siasat dengan memanipulasi berita. Di luar Propaganda untuk melemahkan KMP berlangsung, meminjam istilah Mahkamah Konstitusi—Terstruktur, Sistematis dan Massif.
Terstruktur karena memang ada semacam penggalangan bagi rrelawan sosmed untuk menghabisi KMP. Sistematis karena memang ada agenda setting untuk melemahkan dan merayu partai-partai di KMP untuk menyeberang ke kubu sebelah. Masif, karena selain social media juga menggunakan jasa pengamat dan lembaga survey untuk mementahkan aksi-aksi KMP.
Ajakan silaturahmi adalah ajakan mulia. Sekaligus dengan silaturahmi maka akan bisa mematahkan serangan-serangan ke kubu KMP. Forum ini bisa menjadi forum untuk berbagi dan saling menguatkan. Dari sini kita berharap, akan lahir, Indonesia bangkit!
Sumber : http://ift.tt/WLKk5w
Pertemuan tersebut menjadi menarik ditengah dinamika politik yang berkembang. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh beberapa petinggi partai koalisi merah putih diantaranya Prabowo Subianto, Sekjen PPP Romy Romahurmiziy, Tantowi Yahya, Marwah Daud Ibrahim, Aburizal Bakrie, Akbar Tandjung, Amien Rais dan Hidayat Nur Wahid.
Prabowo menyatakan bahwa pertemuan yang dilakukan malam hari ini, bertujuan untuk membahas berbagai persoalan yang ada di Indonesia sebagai salah satu sikap kepedulian dari KMP. Bukan untuk membahas tentang mundurnya Basuki Tjahja Purnama dari Partai Gerindra maupun pemberhentian Suryadharma Ali. Selain itu, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu juga mengatakan bahwa pertemuan tersebut sekaligus untuk bersilaturahmi dengan semua anggota koalisi merah putih. Pasalnya, sudah lama koalisi merah putih tidak melakukan rapat bersama setelah pengumuman hasil pilpres 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Tak hanya pertemuan tingkat Elit saja, dari hasil silaturahim itu dilanjutkan dengan aksi di Parlemen. Fraksi-fraksi anggota Koalisi Merah Putih kompak mendukung pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD. Bahkan, Fraksi Partai Demokrat yang merupakan partai pendukung pemerintah saat ini, ikut mendukung pilkada melalui DPRD.
Partai Demokrat beralasan pilkada melalui DPRD bukan berarti mencabut hak demokrasi rakyat, namun justru memberikan pelajaran politik agar rakyat benar-benar memilih wakilnya yang dapat dipercaya. Sebagaimana Koalisi Merah Putih, Partai Demokrat juga akan konsisten membela kepentingan rakyat dengan memberikan pelajaran politik bahwa pemilihan tidak langsung juga bagian dari demokrasi.
Dengan dipilihnya para anggota DPRD secara langsung oleh rakyat, mereka juga telah mendelegasikan haknya kepada para wakil mereka untuk menentukan kepala daerah. Di sisi lain pilkada langsung yang dilakukan selama ini telah terbukti menghabiskan banyak biaya.
Dengan pilkada di DPRD, maka biaya pilkada bisa dihemat bisa mencapai Rp41 triliun yang bisa digunakan untuk keperluan lainnya.
Koalisi Merah Putih adalah fenomena baru yang mengingatkan kita pada Poros Tengah diawal-awal Era Reformasi. Aksi Poros Tengah yang dimotori partai-partai Islam begitu memukau. Poros Tengah sukses mengantarkan Gus Dur menjadi Presiden, Amien Rais menjadi Ketua MPR, Akbar Tandjung sebagai Ketua DPR dan menguasai jabatan kunci lainnya.
Sayangnya Poros Tengah tidak berlanjut, partai Islam pun berpencaran. Namun ditengah kerinduan bersatunya partai-partai Islam, takdir Allah menuntun mereka untuk bersatu mendukung Capres Prabowo. Tak disangka, dukungan ini mengkristal, solid menjadi Koalisi Merah Putih.
Ketua Dewan Pembina partai Gerindra Prabowo Subianto berpeluang memimpin koalisi poros tengah. Hal itu didasarkan pada tidak adanya sosok figur di partai Islam tersebut. Prabowo atau Gerindra diuntungkan oleh dua faktor berpeluang pimpin poros tengah. Pertama partai-partai Islam tidak punya figur yang elektabilitasnya tinggi. Kedua, sentimen negatif beberapa figur sentral di partai-partai Islam terhadap Jokowi dan PDIP.
Sentiment negative yang dimaksud disini adalah, seperti Rhoma Irama yang merupakan vote getter dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), pergi meninggalkan begitu PKB berkoalisi dengan PDIP. Jadi PKB berkoalisi dengan PDIP maka hanya mendapatkan gerbong saja. Sementara ‘isi’ (kader maupun simpatisan PKB) akan ikut Rhoma Irama. Begitupun dengan statemen Amien Rais yang negatif terhadap PDIP, suara PAN akan gembos jika Hatta Rajasa ngotot koalisi dengan PDIP.
Belajar dari kesalahan Poros Tengah, partai-partai waktu itu terjebak kepentingan pragmatis, sehingga mengabaikan persatuan. Untuk mengatasinya, maka partai-partai di KMP, memang harus sering bersilaturahim. Dengan silaturahim, berkah akan turun dan petunjuk pun akan didapat. Silaturahim akan menghilangkan rasa curiga. Apalagi dinamika politik yang begitu kencang. Terkadang malah menggunakan siasat dengan memanipulasi berita. Di luar Propaganda untuk melemahkan KMP berlangsung, meminjam istilah Mahkamah Konstitusi—Terstruktur, Sistematis dan Massif.
Terstruktur karena memang ada semacam penggalangan bagi rrelawan sosmed untuk menghabisi KMP. Sistematis karena memang ada agenda setting untuk melemahkan dan merayu partai-partai di KMP untuk menyeberang ke kubu sebelah. Masif, karena selain social media juga menggunakan jasa pengamat dan lembaga survey untuk mementahkan aksi-aksi KMP.
Ajakan silaturahmi adalah ajakan mulia. Sekaligus dengan silaturahmi maka akan bisa mematahkan serangan-serangan ke kubu KMP. Forum ini bisa menjadi forum untuk berbagi dan saling menguatkan. Dari sini kita berharap, akan lahir, Indonesia bangkit!
Sumber : http://ift.tt/WLKk5w