Suara Warga

Transisi

Artikel terkait : Transisi

Hampir mirip dengan proses suksesi kepemimpinan nasional yang akan mengalami perpindahan pemerintahan dari Presiden SBY kepada presiden Baru nanti, maka demikian pula tampuk kepemimpinan di ranah banten yang dikenal wilayah seribu ulama dan sejuta santri ini.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa beberapa hari sejak Atut secara resmi menjadi terdakwa pada tanggal 6 Mei 2014 maka status Rano Karno berubah dari wakil gubernur Banten menjadi Pelaksana Tugas Sementara (PLT) Gubernur Banten, yang bila tidak ada aral melintang status tersebut akan berubah lagi pada saat Gubernur Ratu Atut ditetapkan sebagai terpidana melalu sebuah keputusan yang memiliki kekuatan hukum yang tetap, dan pada saat itulah Rano Karno akan menyandang status sebagai Gubernur Banten Definitif.

Bila meminjam istilah yang sering terdengar bahwa “selalu ada peluang di tengah krisis”, maka dalam konteks perpindahan jabatan gubernur definitif ini pun akan menghasilkan banyak peluang bagi pihak pihak tertentu, sehingga istilah tersebut dapat dimaknai sebagai “ selalu ada peluang dalam setiap proses transisi”.

Peluang yang sudah nampak terjadi adalah dengan diangkatnya beberapa orang sebagai staff khusus PLT Gubernur yang menurut pemberitaan media massa akan berperan sebagai mitra diskusi Rano Karno dalam memikirkan tentang pembangunan banten kedepan. Artinya sangat mungkin terjadi bahwa kursi staff khusus tersebut akan tetap terbawa hingga Rano Karno dilantik menjadi gubernur definitif kelak. Dalam keadaan ini, diduga tidak sedikit para aparat birokrasi dilingkungan pemprov banten yang akan memanfaatkan para staff khusus tersebut sebagai jembatan emas untuk terbukanya peluang bagi mereka dalam meraih kedudukan ataupun jabatan yang telah lama di incarnya. Pun demikian dengan pengusaha lokal yang selama ini belum terbiasa mengerjakan proyek yang bersumber dari APBD Banten, tentunya proses transisi yang sedang terjadi diharapkan dapat membuka celah bagi mereka untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan proyek yang selama kurun waktu kepemimpinan lalu terkesan di dominasi oleh golongan tertentu.

Namun demikian, yang lebih panting diatas kepentingan diatas, adalah persoalan bagaimana agar proses transisi yang terjadi dapat sebanyak mungkin berdampak positif terhadap kecepatan kemajuan dan pembangunan bagi masyarakat Banten.

Justru permasalahan yang sempat penulis dengar berdasar informasi dari teman teman LSM dan wartawan, serapan APBD Propinsi masih sangat minim bila melihat posisi bulan pembangunan yang berjalan hingga pertengahan tahun yaitu pada bulan juni 2014 serapan APBD Propinsi Banten hanya berada diangka 22,43%. Di satu sisi angka tersebut mungkin menunjukkan kehati hatian RK dalam menjalankan aktifitas kegiatan pembangunan yang diakibatkan banyaknya birokrasi pelaksana proyek yang terlalu ber-orientasi kepentingan jang-ka imah (sekedar kepentingan mencari untung utk pribadi), namun pada sisi lain dapat juga diartikan sebagai ketidak mampuan meng-organisir jalannya roda kegiatan pembangunan di Propinsi Banten.

Tentunya kedua sisi tadi akan mengundang penilaian dan komentar yang beragam dari publik Banten. Itulah sebabnya berdasar analisis penulis, RK membutuhkan seseorang yang ahli dalam bidang media guna memperkuat citra tentang keberhasilannya dalam memimpin banten kelak, dan ini telah tergambar dengan diangkatnya seorang jurnalis sebagai staff khusus. Langkah yang diambil RK ini merupakan langkah yang logis, mengingat kebijakan apapun yang diambil akan selalu menimbulkan pandangan dari banyak sisi, paling tidang ada yang pro (positif) atau kontra (negatif), dan untuk mengamankan posisinya hingga akhir masa bhakti pada tahun 2017 dan terlebih bila dia ingin mengikuti kontestasi pada periode kepemimpinan selanjutnya maka tentunya dibutuhkan strategi yang tepat guna memoles citra kepemimpinannya.

Demikian pula dengan keputusan RK untuk mengambil salah satu tokoh LSM dalam jajaran staff khususnya, karena dia menyadari bahwa yang memegang kunci opini ditengah tengah masyarakat bukanlah golongan masyarakat dalam arti luas yang sebenarnya, melainkan hanya segelintir anggota kelompok strategis di tengah tengah masyarakat yang salah satunya selama ini kita kenal sebagai LSM dan aktifis. Sehingga RK membutuhkan akses agar kelompok kunci pembuat opini ini bisa lebih akrab dengan kebijakannya sebagai gubernur definitif kelak.

Kembali kepada judul tulisan ini, memang pada setiap transisi pasti ada perubahan yang terjadi, hanya saja tentunya perubahan ke arah yang lebih baik yang kita harapkan. Indikator perubahan yang lebih baik tentunya bisa kita nilai secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif beberapa indikator pembangunan yang selama ini ada seharusnya dapat meningkat bila pemerintah bekerja dengan sungguh sungguh, dan secara kualitatif dapat dinilai dengan berkurangnya komplain dan ketidak puasan dari masyarakat terhadap pemerintah. Paling tidak, beberapa fenomena yang ditimbulkan akibat kemiskinan tidak begitu mencuat dengan kontras sebagaimana beberapa kasus penderita busung lapar atau kekuranagan gizi yang terjadi pada lokasi yang hanya berjarak beberapa kilometer saja dari pusat pemerintahan Propinsi Banten.

Atau, contoh perubahan yang paling praktis dan mudah dilakukan adalah, adanya penanganan yang lebih serius terhadap akses masyarakat di daerah terpencil menuju tempat mereka melakukan kegiatan pendidikan dan perdagangan. Padahal sebagaimana yang kita ketahui, justru di media nasional pernah muncul seorang Putra Banten yang terbilang sukses menjadi inisiator dam motivator bagi terbangunya jembatan pembuka akses di daerah daerah terpencil yang selama ini belum pernah sama sekali kegiatan tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah, baik pemerintah kabupaten maupun pemerintah propinsi. Padahal sebagaimana pengakuan Muhammad Arfi Kirdiat, sang inisiator tersebut, dia bisa membangun 70 buah jembatan hanya dengan biaya Rp. 5 milyar yang oleh pihak pemerintah propinsi biaya tersebut akan digunakan hanya untuk membuat kajian Bank Banten yang hasilnya berupa onggokan kertas yang tidak lebih dari 500 halaman.

Jadi, sebetulnya banyak sekali langkah yang bisa dilakukan oleh RK sebagai Gubernur Definitif Banten kelak untuk membuat perubahan dan perbedaan terhadap pola relasi antara pemerintah propinsi dengan masyarakat Banten, terutama masyarakat banten yang tinggal di peloksok daerah terpencil di termarginalkan di Banten ini.

Penulis hanya berharap, transisi yang dilakukan akan men-transmisikan besaran APBD Banten senilai lebih dari Rp. 7 Trilyun menjadi wujud nyata pembangunan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat banten secara luas, sehingga pada gilirannya akan merubah wajah banten secara nyata dan membuat perbedaan yang kontras bila dibandingkan banten masih bernaung dalam propinsi jawa barat dengan banten setelah menjadi propinsi yang mandiri. Semoga…!




Sumber : http://ift.tt/VBFyr9

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz