Tak Perlu Coba “Setir” MK!
Hari ini Pilpres 2014 memasuki babak baru di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan pasangan capres-cawapres nomor ururt 1, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mulai disidangkan hari ini. Ada dua kubu lagi yang akan saling beradu bukti selain kubu Prabowo-Hatta, kubu capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla dan kubu Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Walaupun sebenarnya sebuah prosedur konstitusional biasa, namun proses di MK ini nampak heboh sekali. Banyak isu berseliweran dari mulai yang masuk akal sampai yang tidak masuk akal, dari mulai isu bakal ada kerusuhan sampai isu kudeta. Polisi dan TNI pun tak ingin “kecolongan” dan mengambil langkah-langkah preventif, salah satunya dengan mengamankan MK dengan super ketat.
Dalam kondisi seperti ini, MK dituntut untuk bekerja secara profesional berdasarkan UU. MK harus bekerja dengan netral dan bebas dari tekanan pihak mana pun. Selain demi keberlanjutan demokrasi di Indonesia, juga ini menjadi pertaruhan MK yang sempat terpuruk akibat ulah bejat Akil Muhtar (mantan ketua MK).
Komitmen Hamdan Zoelva
Netralitas dan profesionalitas MK dalam proses gugatan Pilpres 2014 dijamin oleh sang ketua, Hamdan Zoelva. Hamdan memastikan lembaganya akan obyektif selama menggelar proses sidang gugatan hasil pemilu presiden 2014. “Mahkamah akan memutus sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya,” kata Hamdan di gedung MK, Selasa, 5 Agustus 2014. (Baca selengkapnya: http://ift.tt/1odOu1r).
Hamdan juga menjamin MK tak akan terpengaruh berbagai tekanan yang mungkin muncul selama proses sidang. “MK sama sekali tak terpengaruh dengan demonstrasi serta tekanan media dan kelompok apa pun,” ujar Hamdan.
Kubu Prabowo-Hatta mengajukan gugatan hasil rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU ke Mahkamah Konstitusi, Jumat, 25 Juli 2014. Mereka mengklaim terjadi kesalahan dalam penghitungan suara. Prabowo-Hatta mengklaim memenangi pemilu presiden dengan jumlah suara 67.139.153 atau 50,25 persen.
Adapun pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, menurut kubu Prabowo-Hatta, hanya mendapatkan 66.435.124 suara atau 49,74 persen. Dalam gugatannya, Prabowo-Hatta juga mengklaim terjadi sejumlah masalah. Misalnya, total suara yang tidak mencapai 100 persen.
Tak boleh pengaruhi MK!
Ada upaya memengaruhi MK agar membuat keputusan yang menguntungkan kelompok tertentu. Saya mencoba objektif dengan mengatakan kedua kelompok baik Prabowo-Hatta maupun kelompok Jokowi-JK terindikasi mencoba memengaruhi MK, dengan cara yang berbeda.
Cara yang dilakukan kelompok Prabowo-Hatta menurut pengamatan saya, di antaranya dengan berencana mengerahkan massa ke gedung MK. Itu merupakan upaya untuk memengaruhi keputusan MK yang dilakukan kelompok Prabowo-Hatta.
Sementara kelompok Jokowi-JK mencoba memengaruhi MK di antaranya dengan pembentukan opini di berbagai media massa, melalui pernyataan-pernyataan tokoh. Salah satunya adalah pernyataan Todung Mulya Lubis dari Koalisi Advokat untuk Demokrasi. Todung menilai sidang sengketa pilpres ini mempertaruhkan kredibilitas MK. Karenanya, ia meminta MK tidak memihak dan hanya berkomitmen kepada konstitusi.
“Ini ujian bagi MK untuk mempertaruhkan nama baiknya. Seluruh hakim MK yang berjumlah sembilan orang perlu ingat, bahwa mereka hanya mengabdi kepada keadilan dan konstitusi,” ucap Todung. Pernyataan itu merupakan salah satu bentuk untuk memengaruhi MK, dalam hemat saya.
Tapi tak masalah…
Apa yang dilakukan kedua kelompok masih dalam konteks dinamika yang tidak sakit-sakit amat, menurut saya. Jadi, rakyat sebagai penonton santai-santi saja duduk manis di kursi sambil mencermati proses di MK. Apapun nanti yang diputuskan MK, maka yakinlah itu sudah sesuai dengan prosedur konstitusional yang berlaku.
Yang menang tak perlu jumawa dan sombong, yang kalah harus legowo! Rakyat sendiri tak perlu ramai-rami saling ejek di berbagai sosial media. Tidak ada untungnya, yang ada hanya memperkeruh suasana!
Sumber : http://ift.tt/V0yfZr
Walaupun sebenarnya sebuah prosedur konstitusional biasa, namun proses di MK ini nampak heboh sekali. Banyak isu berseliweran dari mulai yang masuk akal sampai yang tidak masuk akal, dari mulai isu bakal ada kerusuhan sampai isu kudeta. Polisi dan TNI pun tak ingin “kecolongan” dan mengambil langkah-langkah preventif, salah satunya dengan mengamankan MK dengan super ketat.
Dalam kondisi seperti ini, MK dituntut untuk bekerja secara profesional berdasarkan UU. MK harus bekerja dengan netral dan bebas dari tekanan pihak mana pun. Selain demi keberlanjutan demokrasi di Indonesia, juga ini menjadi pertaruhan MK yang sempat terpuruk akibat ulah bejat Akil Muhtar (mantan ketua MK).
Komitmen Hamdan Zoelva
Netralitas dan profesionalitas MK dalam proses gugatan Pilpres 2014 dijamin oleh sang ketua, Hamdan Zoelva. Hamdan memastikan lembaganya akan obyektif selama menggelar proses sidang gugatan hasil pemilu presiden 2014. “Mahkamah akan memutus sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya,” kata Hamdan di gedung MK, Selasa, 5 Agustus 2014. (Baca selengkapnya: http://ift.tt/1odOu1r).
Hamdan juga menjamin MK tak akan terpengaruh berbagai tekanan yang mungkin muncul selama proses sidang. “MK sama sekali tak terpengaruh dengan demonstrasi serta tekanan media dan kelompok apa pun,” ujar Hamdan.
Kubu Prabowo-Hatta mengajukan gugatan hasil rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU ke Mahkamah Konstitusi, Jumat, 25 Juli 2014. Mereka mengklaim terjadi kesalahan dalam penghitungan suara. Prabowo-Hatta mengklaim memenangi pemilu presiden dengan jumlah suara 67.139.153 atau 50,25 persen.
Adapun pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, menurut kubu Prabowo-Hatta, hanya mendapatkan 66.435.124 suara atau 49,74 persen. Dalam gugatannya, Prabowo-Hatta juga mengklaim terjadi sejumlah masalah. Misalnya, total suara yang tidak mencapai 100 persen.
Tak boleh pengaruhi MK!
Ada upaya memengaruhi MK agar membuat keputusan yang menguntungkan kelompok tertentu. Saya mencoba objektif dengan mengatakan kedua kelompok baik Prabowo-Hatta maupun kelompok Jokowi-JK terindikasi mencoba memengaruhi MK, dengan cara yang berbeda.
Cara yang dilakukan kelompok Prabowo-Hatta menurut pengamatan saya, di antaranya dengan berencana mengerahkan massa ke gedung MK. Itu merupakan upaya untuk memengaruhi keputusan MK yang dilakukan kelompok Prabowo-Hatta.
Sementara kelompok Jokowi-JK mencoba memengaruhi MK di antaranya dengan pembentukan opini di berbagai media massa, melalui pernyataan-pernyataan tokoh. Salah satunya adalah pernyataan Todung Mulya Lubis dari Koalisi Advokat untuk Demokrasi. Todung menilai sidang sengketa pilpres ini mempertaruhkan kredibilitas MK. Karenanya, ia meminta MK tidak memihak dan hanya berkomitmen kepada konstitusi.
“Ini ujian bagi MK untuk mempertaruhkan nama baiknya. Seluruh hakim MK yang berjumlah sembilan orang perlu ingat, bahwa mereka hanya mengabdi kepada keadilan dan konstitusi,” ucap Todung. Pernyataan itu merupakan salah satu bentuk untuk memengaruhi MK, dalam hemat saya.
Tapi tak masalah…
Apa yang dilakukan kedua kelompok masih dalam konteks dinamika yang tidak sakit-sakit amat, menurut saya. Jadi, rakyat sebagai penonton santai-santi saja duduk manis di kursi sambil mencermati proses di MK. Apapun nanti yang diputuskan MK, maka yakinlah itu sudah sesuai dengan prosedur konstitusional yang berlaku.
Yang menang tak perlu jumawa dan sombong, yang kalah harus legowo! Rakyat sendiri tak perlu ramai-rami saling ejek di berbagai sosial media. Tidak ada untungnya, yang ada hanya memperkeruh suasana!
Sumber : http://ift.tt/V0yfZr