Surat Terbuka : Setiap Warga Negara "Tidak" Berhak Mendapat Pendidikan
Surat Terbuka Kepada Presiden Terpilih 2014-2019
Mengenai Sistem Pendidikan di Indonesia
22 July adalah hari yang sangat mengembirakan, karena setelah 10 tahun akhirnya kami memiliki pemimpin yang revolutioner yang mau mendengar keluh kesah rakyatnya secara langsung . Sesungguhnya hal yang akan saya ceritakan ini sudah lama terpendam dan seakan tak berguna karena Departemen Pendidikan harus dipimpin oleh seorang yang mungkin punya cara pandang sendiri dan berbeda dengan harapan saya.
Saya adalah lulusan di salah satu SMA di Surabaya pada tahun 2007 dan sempat mengikuti proses kuliah selama hampir 3 tahun di Jurusan Ilmu Komunikasi - Universitas Kristen Petra. Meskipun harus meninggalkan perkuliahan pada semester 6, namun ada keinginan untuk kembali menyenyam pendidikan di Universitas. Tahun ini saya mencari berbagai informasi baik secara langsung ataupun melalui jejaring Internet mengenai program pendidikan yang cita citanya akan saya lalui.
Setelah cukup lama melalukan pencarian akhirnya diputuskan untuk memilih Jurusan Ilmu Filsafat (bukan Filsafat Agama). Namun sayangnya jurusan yang dituju hanya tersedia di Universitas Indonesia, yang notabene adalah Universitas paling bergengsi di Tanah Air. Info pun di kumpulkan dan pendaftaran Mahasiswa Baru akan dibuka Tahun ini melalui 3 Jalur.
Kegirangan memuncak saat tau bahwa peminat jurusan ini relative sangat rendah disbanding jurusan lain yang terlalu popular. Untuk jalur masuk SNMPTN, SBMPTN dan SIMAK UI (Seleksi Masuk Universitas Indonesia) tahun ini sudah di publish kursi kosongnya, dan meskipun tidak banyak namun ada harapan (meskipun kecil) untuk diterima di UI.
SNMPTN jelas sangat tidak relevan lagi untuk calon mahasiswa seperti saya (yang sudah lulus SMA). SBMPTN juga tidak mungkin lagi mengingat Ijasah saya 2007. Tinggal SIMAK UI saja harapannya, namun ternyata di SIMAK punya 2 jenis kelas, Reguler dan Pararel. Syarat untuk Reguler kurang lebih sama dengan SMBPTN, sedang Pararel bisa menerima Ijasah tahun Berapapun (tidak dibatasi range tahun). Artinya setelah 3 kesempatan yang hilang, tersisa 1 kesempatan terakhir melalui SIMAK UI Pararel. Namun celakanya Jurusan tersebut TIDAK PERNAH dibuka kelas Pararelnya, yang serta merta melarang dan menegaskan bahwa seluruh Warga Negara Indonesia yang lulus sebelum 2012 TIDAK BERHAK mendapatakan pengajaran di jurusan tersebut.
Selama 69 tahun sejak kemerdekaan Indonesia, begitu banyak Ideologi dan Dasar Negara Ini di reduksi dan di abaikan oleh penguasa. Seakan akan ini di diabaikan meskipun sudah disadari sejak sangat lama. Misalnya saja Daoed Joesoef (mantan Mentri Pendidikan era Orde Baru) sudah membahas dan menegaskan soal pereduksian pancasila, namun sampai saat ini tidak ada pembenaran dari makna yang dimaksud. Demikian pula dengan UUD 45, meskipun isinya mendekati sempurna (setelah diamandemen berkali kali) namun penerapannya jauh dari Kesempurnaan. Jelas begitu banyak pasal yang di langkahi dan dianggap pepesan kosong oleh penguasa sebelumnya. Yang sering dibahas hanya pasal 33 saja yang sesungguhnya tidak langsung berpengaruh terhadap rakyat kecil, melainkan lading uang untuk sebagian pejabat public (beberapa ada di KPK).
Pasal 31 Ayat 1 juga menegaskan bahwa “Setiap Warga Negara Berhak Mendapat Pendidikan”, namun pada prakteknya jauh dari itu. Abaikan dulu Ayat 2 yang menuntut pendidikan gratis dari Pemerintah, Ayat 1 saja untuk yang bersedia dan mampu membayar tidak diberikan kesempatan mendapat pendidikan, apalagi gratis. Bahkan jika dilihat dengan kacamata extreme, pendidikan yang sebenarnya tersedia di Universitas Negri di Ibukota saja di batasi untuk dipelajari, apalagi untuk daerah dimana pendidikan menjadi hal yang mewah dan hanya di kuasai pihak swasta, jelas sekali disini adalah celah yang membantu menjadikan masyarakat Indonesia menjadi tidak terdidik, dan menjadi salah satu point yang akan meningkatkan Prestasi Indonesia dalam Ranking Negara dengan Pendidikan Terburuk di dunia.
Lepas dari pandangan saya terhadap Kurikulum yang berlaku di Indonesia menjadikan Pelajarnya untuk menjadi bodoh dan tidak melatih Logika dasar, namun saya meyakini di Indonesia masih banyak orang orang yang menyadari itu dan Ingin ikut serta merubah dan membuat Tanah air kami menjadi bangsa yang besar dan punya cara pandang yang bisa bersaing di kancah International. Namun semua seakan di jegal, untuk jadi pejabat public syaratnya adalah S1 bahkan ada wacana anggota dewan kedepan harus S1.
Bagaimana mungkin orang orang yang punya idealisme seperti saya (untuk mempelajari jurusan tertentu bukan hanya menginginkan Ijasah) bisa memperoleh itu? Padahal jelas sebagai pemimpin yang terdidik dan bijaksana, anda mengetahui bahwa Filsafat adalah akar dari segala Ilmu, termasuk Ilmu Ekonomi, Politik, dan Agama.
Mungkin untuk menuntut beasiswa untuk lulusan lama terlalu muluk untuk di perdengarkan, namun setidaknya berilah kami para lulusan lama bisa mempunyai KESEMPATAN YANG SAMA dalam memperoleh pendidikan di segala jurusan, bukankah setiap warna Negara berhak mendapat pendidikan?
Surabaya, 13 Agustus 2014
Fendy
Fendy.flarino@gmail.com
*Semoga Tim Rumah Transisi bisa membaca dan merealisasikan Impian ini melalui pemilihan Mendikbud yang berdedikasi tinggi.
Sumber : http://ift.tt/1mI41lt
Mengenai Sistem Pendidikan di Indonesia
22 July adalah hari yang sangat mengembirakan, karena setelah 10 tahun akhirnya kami memiliki pemimpin yang revolutioner yang mau mendengar keluh kesah rakyatnya secara langsung . Sesungguhnya hal yang akan saya ceritakan ini sudah lama terpendam dan seakan tak berguna karena Departemen Pendidikan harus dipimpin oleh seorang yang mungkin punya cara pandang sendiri dan berbeda dengan harapan saya.
Saya adalah lulusan di salah satu SMA di Surabaya pada tahun 2007 dan sempat mengikuti proses kuliah selama hampir 3 tahun di Jurusan Ilmu Komunikasi - Universitas Kristen Petra. Meskipun harus meninggalkan perkuliahan pada semester 6, namun ada keinginan untuk kembali menyenyam pendidikan di Universitas. Tahun ini saya mencari berbagai informasi baik secara langsung ataupun melalui jejaring Internet mengenai program pendidikan yang cita citanya akan saya lalui.
Setelah cukup lama melalukan pencarian akhirnya diputuskan untuk memilih Jurusan Ilmu Filsafat (bukan Filsafat Agama). Namun sayangnya jurusan yang dituju hanya tersedia di Universitas Indonesia, yang notabene adalah Universitas paling bergengsi di Tanah Air. Info pun di kumpulkan dan pendaftaran Mahasiswa Baru akan dibuka Tahun ini melalui 3 Jalur.
Kegirangan memuncak saat tau bahwa peminat jurusan ini relative sangat rendah disbanding jurusan lain yang terlalu popular. Untuk jalur masuk SNMPTN, SBMPTN dan SIMAK UI (Seleksi Masuk Universitas Indonesia) tahun ini sudah di publish kursi kosongnya, dan meskipun tidak banyak namun ada harapan (meskipun kecil) untuk diterima di UI.
SNMPTN jelas sangat tidak relevan lagi untuk calon mahasiswa seperti saya (yang sudah lulus SMA). SBMPTN juga tidak mungkin lagi mengingat Ijasah saya 2007. Tinggal SIMAK UI saja harapannya, namun ternyata di SIMAK punya 2 jenis kelas, Reguler dan Pararel. Syarat untuk Reguler kurang lebih sama dengan SMBPTN, sedang Pararel bisa menerima Ijasah tahun Berapapun (tidak dibatasi range tahun). Artinya setelah 3 kesempatan yang hilang, tersisa 1 kesempatan terakhir melalui SIMAK UI Pararel. Namun celakanya Jurusan tersebut TIDAK PERNAH dibuka kelas Pararelnya, yang serta merta melarang dan menegaskan bahwa seluruh Warga Negara Indonesia yang lulus sebelum 2012 TIDAK BERHAK mendapatakan pengajaran di jurusan tersebut.
Selama 69 tahun sejak kemerdekaan Indonesia, begitu banyak Ideologi dan Dasar Negara Ini di reduksi dan di abaikan oleh penguasa. Seakan akan ini di diabaikan meskipun sudah disadari sejak sangat lama. Misalnya saja Daoed Joesoef (mantan Mentri Pendidikan era Orde Baru) sudah membahas dan menegaskan soal pereduksian pancasila, namun sampai saat ini tidak ada pembenaran dari makna yang dimaksud. Demikian pula dengan UUD 45, meskipun isinya mendekati sempurna (setelah diamandemen berkali kali) namun penerapannya jauh dari Kesempurnaan. Jelas begitu banyak pasal yang di langkahi dan dianggap pepesan kosong oleh penguasa sebelumnya. Yang sering dibahas hanya pasal 33 saja yang sesungguhnya tidak langsung berpengaruh terhadap rakyat kecil, melainkan lading uang untuk sebagian pejabat public (beberapa ada di KPK).
Pasal 31 Ayat 1 juga menegaskan bahwa “Setiap Warga Negara Berhak Mendapat Pendidikan”, namun pada prakteknya jauh dari itu. Abaikan dulu Ayat 2 yang menuntut pendidikan gratis dari Pemerintah, Ayat 1 saja untuk yang bersedia dan mampu membayar tidak diberikan kesempatan mendapat pendidikan, apalagi gratis. Bahkan jika dilihat dengan kacamata extreme, pendidikan yang sebenarnya tersedia di Universitas Negri di Ibukota saja di batasi untuk dipelajari, apalagi untuk daerah dimana pendidikan menjadi hal yang mewah dan hanya di kuasai pihak swasta, jelas sekali disini adalah celah yang membantu menjadikan masyarakat Indonesia menjadi tidak terdidik, dan menjadi salah satu point yang akan meningkatkan Prestasi Indonesia dalam Ranking Negara dengan Pendidikan Terburuk di dunia.
Lepas dari pandangan saya terhadap Kurikulum yang berlaku di Indonesia menjadikan Pelajarnya untuk menjadi bodoh dan tidak melatih Logika dasar, namun saya meyakini di Indonesia masih banyak orang orang yang menyadari itu dan Ingin ikut serta merubah dan membuat Tanah air kami menjadi bangsa yang besar dan punya cara pandang yang bisa bersaing di kancah International. Namun semua seakan di jegal, untuk jadi pejabat public syaratnya adalah S1 bahkan ada wacana anggota dewan kedepan harus S1.
Bagaimana mungkin orang orang yang punya idealisme seperti saya (untuk mempelajari jurusan tertentu bukan hanya menginginkan Ijasah) bisa memperoleh itu? Padahal jelas sebagai pemimpin yang terdidik dan bijaksana, anda mengetahui bahwa Filsafat adalah akar dari segala Ilmu, termasuk Ilmu Ekonomi, Politik, dan Agama.
Mungkin untuk menuntut beasiswa untuk lulusan lama terlalu muluk untuk di perdengarkan, namun setidaknya berilah kami para lulusan lama bisa mempunyai KESEMPATAN YANG SAMA dalam memperoleh pendidikan di segala jurusan, bukankah setiap warna Negara berhak mendapat pendidikan?
Surabaya, 13 Agustus 2014
Fendy
Fendy.flarino@gmail.com
*Semoga Tim Rumah Transisi bisa membaca dan merealisasikan Impian ini melalui pemilihan Mendikbud yang berdedikasi tinggi.
Sumber : http://ift.tt/1mI41lt