Suara Warga

SOEHARTO TELEPON DARI DUNIA LAIN

Artikel terkait : SOEHARTO TELEPON DARI DUNIA LAIN

Mungkin terbawa oleh kondisi perpolitkan tanah air yang sedang dalam gonjang-ganjing politik pasca pilpres dengan sengketa di Mahkamah Konstitusi, atau kondisi diri yang sedang turut prihatin akan kejadian yang menimpa sebagian saudara kita di Gaza yang mengakibatkan kami bermimpi berkomunikasi dengan Penguasa Orde Baru, Soeharto, tentang diskusi wawasan kebangsaan.

Sebenarnya, mimpi bersama dengan orang-orang yang telah berada di “dunia lain” bukanlah sekali itu terjadi. Dalam kondisi-kondisi tertentu khususnya dalam moment-moment pribadi yang penting kami bermimpi bertemu, berdialog, dinasehati atau diberi sesuatu oleh mereka yang telah pergi ke rahmatullah. Tentu saja yang sering datang dalam mimpi untuk melakukan hal itu dalah mereka yang sangat dekat dengan penulis, ayah, nenek. pak kyai dll. Semua terasa dalam dunia nyata. Begitu akrab, begitu dekat, begitu menyenangkan.

Mimpi dini hari tanggal 10 Agustus 2014 itu, menjadi catatan sendiri mengingat sepanjang hari sebelum mimpi itu terjadi kami sedang berfikir bagaimana “Menyusun Konfigurasi Semesta”, agar dunia ini menjadi tempat yang nyaman bagi semua anak bangsa. Semua itu dapat terjadi jika semua umat manusia merasa bahwa kita satu keluarga, kita adalah umat yang satu. Selama kita terjebak dan mengkotak-kotakan manusia berdasarkan ikatan ikatan primordial maupun ikatan-ikatan berbau SARA, maka kita akan tetap menganggap ada kami dan mereka. Namun ketika paradigma bahwa manusia adalah berkeluarga, maka yang akan muncul adalah kita.

Satu hal yang menjadikan mimpi itu manjadi catatan bagi kami adalah, bagaimana kami berakrab-akrab dengan Penguasa Orde baru yang sejak menjadi aktivis mahasiswa hingga sekarang pun penulis sangat tidak sreg dengan Pak De. Namun, subhanallah, MIMPI ditelepon Pak Harto itu membuat kami terbangun dini hari menjelang jam 03.00 WIB. Beliau menyatakan kesediaan hadir dalam diskusi tentang Wawasan Kebangsaan yang kami selenggarakan. Semua dalam mimpi dini hari ini. megitu menyentaknya mimpi itu, maka kamipun segera ingin “berbagi cerita” tentang mimpi itu dengan berusaha menulis dalam status facebook kami. Tujuh kali berusaha menulis dan mengupload MIMPI itu pada status facebook, tetapi gagal. Subhanallah !.

Yang tepenting bagi kami, apapun arti mimpi itu kami hanya berlindung kepada Allah SWT. Hasbunallah wa nimal wakil nimal maula wa niman nashir. Namun demikian hingga pagi kami terus merenung, apakai itu elemen dari KONFIGURASI SEMESTA yang kami fikirkan ? Wallahu ‘alam bishowab.

Hanya satu keyakinanku, untuk membangun konfigurasi semesta yang baru, maka paradigma kita tentang Israel, Paradigma kita tentang palestina, paradigma kita tentang semua umat manusia harus dirombak dan kembali pada pangkal asal muasal adanya kita umat manusia, kita adalah satu keluarga, kita adalah anak cucu ahli surga. Dengan paradigma seperti ini, kita akan dapat berlaku sebagai mana layaknya stu keluarga, bukan melanggengkan paradigma pertentangan, bahkan permusuhan yang meneguhkan alasan untuk saling menyerang. Sebab menurut hemat kami jika serangan dibalas dengan serangan, maka akan terjadi perang tak berkesudahan. Jika anda dan sekutu and menginginkan israel hancur, maka israel dan sekutunya pun inginkan kita dan saudara kita hancur.

Dengan cara demikian maka Interpretasi Jihad dengan pengaruh kekerasan alam Timur Tengah, yang digambarkan sebagai “rihlata syita i wasyaef”, dapat dikembangkan interpretasi Jihad di tengah alam yang ramah, di budaya keluarga yang saling peduli. Di tanah yang ramah, dimana kita saling berdampingan maka jihad Al Islam terfokus pada bagaimana kita berupaya sebaik mungkin dapat menebar rahmat bagi semua. Kekuatan ukhuwah imaniah, meluas dalam kontek ukhuwah wathoniah dan selanjutnya menjadi rahmatan lil alamin melalui ukhuwah basyariah dimana kita meyakini manusia adalah ummatan wahidah, umat yang satu. Konfigurasi besar ini jangan dirusak okeh elemen 2 parsialnya.

Terkait dengan “gejolak Fikiran” demikian mungkin juga “Makna” telepon Soeharto dari dunia lain itu adalah “proses” rekonsiliasi spiritual, rekonsiliasi hati yang kami wacanakan sejak hadirnya Idul fitri 1435 H itu, yang juga kami sampaikan melalui status facebook kami. Mimpi itu seakan mebawa kita pada upaya terus menumbuhkan ukhuwah wathiniah dalam konteks satu kepentingan abadinya NKRI dengan “wawasan kebangsaan” Indonesia yang memang berveda-beda, seperti kami yang sellu berseberangan dengan Soeharto sejak mahasiswa yang melahirkan aktivitas-aktivitas kami, dan bahkan samapi pada meski kita berbeda alam dan dunia kita.

Sudah barang tentu, mimpi akan tetap menjadi mimpi, ketika kita tidak berkreasi menjadikannya impian. MIMPI HARUS MENJADI IMPIAN, IMPIAN HARUS DIPERJUANGKAN UNTUK MENJADI KENYATAAN YANG MEMBAHAGIAKAN, REALITA YANG INDAH ! Mudah-mudahan impian untuk Indonesia yang Hebat benar-benar terwujud, dan dengan Indonesia yang hebat kita bangun dunia sebagai taman suraga, sebab Impianku terbesar adalah membangun taman surga di setiap jengkal persada bumi manusia, dimana anak semua bangsa, berjabatan bersama menyanyikan lagi Nenek moyangku dari surga.




Sumber : http://ift.tt/XdWJ3x

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz