Suara Warga

Sebenarnya Korupsi yang TSM, Bukan Pilpres!

Artikel terkait : Sebenarnya Korupsi yang TSM, Bukan Pilpres!



Artikel tentang kriteria Menkes[i] Kabinet JokowiJK memang menarik dan banyak respon dari teman2 di WA dan BB. Pada tanggal 8/8/2014 jam 09:40 sampai dengan jam 21.24 terjadi chating panjang antara penulis dengan seorang teman, PNS pada suatu Badan Negara di Jakarta, sebagai berikut:


Teman WA: “ Ya pak kriteria bagus utk pemimpin termasuk menkes….tapi cari yg jujur sdh susah…biasanya yg jujur msh bodoh…”.


Penulis: “Jadi bodoh = jujur pak? Postulat baru khusus PNS?”


Teman WA: “Kalo pns bodoh dan tidak jujur pak ha..ha”


Penulis: “ So? Maksudnya?”


Teman WA: “Jadi cari orang tidak pinter2 banget, tapi tahu masalah dan solusi yg tepat ..maka dia akan dpt menyesaikan masalah tsb dng tdk usah komplikated….yg kadang komplikated itu dibuat sendiri oleh orang2 pinter utk mendapatkan dana yg besar dan berkuasa lbh lama”.


Penulis: “Tapi, Jujur bukan bodoh kan?”


Teman WA: “Oh tidak pak.. karena yg pinter itu saking pinternya digunakan juga utk menipu/korup. sehingga yg tdk bisa menipu/korup dikonotasikan bodoh, artinya orang yg kerja sdh lama tapi gak kaya2 dikatakan bodoh. itu yg saya maksud pak”


Penulis: “Itukan pinter+ahlak rendah=cilaka12!”


Teman WA: “Ya itu pak..orang2 yg banyak berkuasa akhir2 ini banyak profesor doktor ttp hanya pakai rasio nalar tdk dng hati nurani sehingga menipu dan korup dianggap biasa menurut nalarnya.”


Penulis: “Kalo peminpin maling, anak buah maling juga. Tdk urusan dgprofesor or doktor pak!”


Teman WA: “Utk bisa jd pemimpin jaman skr kan jalannya lwt pendidikan tertinggi sampai bergelar pak. tapi karena akhlaknya cekak maka sdh jd pemimpin nalarnya dpk utk memperkaya diri dan kelompoknya ….itu yg terjadi. gelarbyg disandang hanya utk gagah2an riak….”


Penulis: “Itu doktor2 palsu atau beli kali?!. Atau aspal mkn! Kalo ord dpt gelar dg berdarah akan lain, pak! Bpk melihat+gaul dg sekelompok doktor aspal!”


Teman WA: “Yg bergelar itu kita tdk tahu niat waktu utk mendptkan gelar”.


Penulis: “Ya, itu masalahnya. Please jangan generalisasi. Memang ada doktor bhs inggris saja tidak bisa+nulis 1 artikel belum pernah apalagi buku. Krn takut ketahuan isi otaknya!”


Teman WA: “Yg jelas mereka yg bergelar profesor doktor jg tersangkut contoh ketua bulog dulu, ketua kpu dulu, menteri kelautan bahkan menteri agama lama, rektor dan wakil rektor ui sekalipun pak.”


Penulis: “Yg tidak prof, korupsi jumlahnya ber-lipat2 pak!” Ribuan prof hidup sederhana!”


Teman WA: “Yg profesor doktor aja mau apalagi yg tidak bergelar pak…..kita bersyukur tdk dilaknat Tuhan….karena itu msh ada yg baik pak”.


Penulis: “Yg penting jangan melihat oknum2 disekitar, seolah2 semua orang buruk pak”


Teman WA: “Kalo diperbaiki akan banyak makan korban itu saja…revolusi….maka solusi reformasi gak mempan…. apa harus revolusi mental…atau menunggu generasi baru yg dididik lbh baik”.


Penulis: “Kalo koruptor+org jahat spt bpk sampaikan, kenapa pusing?”


Teman WA: “Masalahnya koruptor+orang jahat banyak dan jaringannya lbh kuat maka menjadi susah dihabisin”.


Apa yang dapat dipetik dari chating ini?.


Pertama, Adanya pendapat bahwa cari pemimpin jujur sangat sulit di negeri ini. Artinya, dilingkungan PNS baik pusat maupun daerah hampir tidak ditemusi pemimpin yang amanah. Kalau pendapat ini sungguh malang negeri ini!


Kedua, PNS tidak jujur plus bodoh lagi! Bisa jadi karena rekruitmen PNS baik pusat dan daerah penuh dengan KKN bukan berdasarkan kompetensi. Apalagi pemimpin SKPD/Dinas di daerah banyak dipegang oleh tim sukses Bupati/Walikota/gubernur tanpa memperhatikan kemampuan! Hal yang sama juga mungkin terjadi pada pimpinan lembaga negara.


Ketiga, turunnya kepercayaan kepada pemimpin dengan gelar professor maupun doktor karena prilaku korup sama saja ketika menjadi pemimpin. Malahan, ada pendapat lebih baik milih pemimpin tidak usah cerdas banget, cukupan saja tapi mengetahui masalah dan mampu buat solusi. Sedih juaga ya! Pada lingkungan korup, kandidat cerdas bukan jadi harapan. Padahal, untuk selesaikan rumitnya masalah negeri ini diperlukan orang cerdas plus jujur! Banyak doktor aspal ataupun palsu beneran membuat turunnya penghargaan masyarakat terhadap degree pendidikan ini. Banyak pejabat, PNS, yang mengambil doktor dengan jalan pintas dan kualitas rendah. Sudah waktunya Kemendiknas memperhatikan universitas2 penyelenggara program S3 denga kualitas rendah, tapi yang mengumbar degree ini.


Terakhir, Adanya pendapat bahwa bila dilakukan pemberantasan korupsi dinegeri ini akan banyak makan korban. Artinya koruptor dilembaga negara sudah terstruktur, sistimatis dan masif (TSM). Sepertinya yang disampaikan teman WA ini : “Masalahnya koruptor+orang jahat banyak dan jaringannya lbh kuat maka menjadi susah dihabisin”.


Apa yang bisa disimpulkan?


Korupsi dinegeri ini sudah TSM dari pusat sampai daerah. Perilaku pemimpin dan PNS diseluruh jajaran lembaga negara pusat dan daerah ( yudikatif, legislatif dan eksekutif) dan lembaga pendidikan (universitas) sekalipun sudah terjadi. Era reformasi sudah gagal untuk memberantas korupsi di negeri. Apakah era revolusi mental yang disampaikan presiden terpilih, Jokowi, dapat menjadi solusi? Indonesia tidak bisa bangkit dan hebat kalau korupsi masih TSM di negeri ini. Apakah JokowiJK+kabinet dapat melaksanakan amanah ini? Mudah2an RI+RI2 kali ini dapat berkerja sebagai negarawan kelas dunia untuk membuat Indonesia Raya terwujud! Insya Allah….Amin YRA.






[i] http://ift.tt/1sLf6qI









Sumber : http://ift.tt/1sLa1xY

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz