Suara Warga

Sabar, Pilpres belum usai…

Artikel terkait : Sabar, Pilpres belum usai…

Bagi sebagian orang, mungkin Pilpres sudah selesai. Apalagi bagi para pendukung yang capresnya dinyatakan menang oleh KPU. Tapi benarkah pilpres sudah selesai? Nyatanya belum!

Pasangan capres dan cawapres nomor urut satu mengajukan keberatan atas keputusan KPU. Hal ini didasari bukan karena tidak legowo seperti yang media tuduhkan belakangan ini. Pengajuan keberatan keputusan KPU ini didasari oleh berbagai bukti dan fakta adanya kecurangan yang terstruktur, massif dan sistematis.

Indonesia harus mendapatkan pemimpin yang lebih baik dari pemimpin-pemimpin sebelumnya. Pemimpin yang bisa membawa Indonesia menjadi Negara yang berwibawa di mata dunia. Tentunya pemimpin yang jujur dan berkapasitas untuk menjadi seorang Presiden. Jangan sampai Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang terbiasa menipu hal kecil sekalipun. Karena nantinya, rakyat yang akan jadi Koran, ditipu dengan kebijakan-kebijakan di masa mendatang.



Indonesia seperti mengalami ketidakpastian dalam pilpres kali ini. Dalam hal ini, kedua capres yang ada memang belum ada yg memenuhi standar ideal. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan. Bahkan dari mula, banyak lembaga survey yang menyatakan, bahwa masyarakat sebetulnya punya kekhawatiran thdp kedua pasangan capres dan cawapres.

Terhadap Prabowo publik khawatir ketegasannya bisa membawanya jadi otoriter. Prabowo bisa membawa rasa aman bagi negara tapi itu harus dikendalikan agar tak kebablasan



Di sisi lain, rasa ketidakpastian muncul terhadap sosok Jokowi karena ia tak dianggap punya kompetensi memimpin wilayah yang cakupannya lebih luas dari sekedar Walikota dan Gubernur. Selain itu, Jokowi juga dinilai tak bias ambil keputusan sendiri. Megawati & rombongannya adlh penentu keputusan. Ini terlihat jelas ketika Megawai menegaskan, bahwa Jokowi hanyalah petugas partai yang harus nurut dengan mandat partai.




Belum lagi pertarungan di parlemen. Parlemen adlh penghasil kebijakan dan pengontrol eksekutif. Benturan horizontal dlm hal preferensi politik & figur pemimpin di pilpres 2014 ini sangat kencang

Kubu merah putih bisa meraih 63% suara di DPR. Sementara kubu Pres-Wapres terpilih versi KPU hanya punya 37% . Tentunya, kebijakan terkait kehidupan bernegara rawan dipertentangkan. Ditambah pertarungan di parlemen. Parlemen adlh penghasil kebijakan dan pengontrol eksekutif. Benturan horizontal dlm hal preferensi politik & figur pemimpin di pilpres 2014 ini, diprediksi sangat kencang. Karena, kubu merah putih 63% suara di DPR, sementara kubu Pres-Wapres terpilih versi KPU hanya punya 37% suara.

Nantinya, ini akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan kehidupan bernegara, karena rawan dipertentangkan. Selain itu, bisa berimbas terhadap faktor ketidakpastian ekonomi.

Salah satu dampaknya ialah, nilai tukar Rupiah thdp mata uang asing jadi ‘galau’ >>
http://goo.gl/tI5D1o

Demikian juga situasi pasar finansial dibayang2 ketidakpastian hasil Pilpres :
http://goo.gl/j6WWsj

Rupiah melemah, dampak ketidakpastian hasil Pilpres :
http://goo.gl/3LEPCH






Berdasarkan data Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi ’14 melambat mjd 5,7 - 5,9% disebabkan oleh ketidakpastian hasil pilpres. Lalu, siapa yang layak masyarakat percaya sekarang? Quick Count? KPU? Real Count independen? Lembaga survey melalui Quick Count juga punya andil. Mereka buru2 keluarkan hasil (versi masing2). Bahkan RRI yg adlh lembaga negara, punya lembaga quick count yg condong ke slh 1 pasangan. Belum lagi gugatan hasil penetapan KPU dari kubu Koalisi Merah Putih ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi bisa ‘mengubah arah’. Hasil penetapan KPU bisa dianulir atau bahkan menjadi mentah. Pasangan nomor 1 bisa memenangkan gugatannya. Dgn data yg ada, hasil bisa sebaliknya. Atau Pilpres ulang di sebagian TPS yg bermasalah. Ini juga akan memperpanjang ketidakpastian. Bahkan lebih ekstrim lagi, bisa saja dilaksanakan pilpres ulang seluruhnya karena KPU tak dianggap jujur & kredibel selenggarakan Pilpres , mengingat kejanggalan-kejanggalan dalam pelaksanaan pilpres tahun ini. Misal penggelembungan DPT. Masalah tak hanya terjadi saat teknis pencoblosan & penghitungan. Termasuk soal pembukaan kotak suara yang katanya atas perintah MK, dan ini dinilai sebagai pelanggaran oleh beberapa pengamat.

ada sebuah makalah yang ditulis oleh Yang Razali Kassim, peneliti senior di RSIS, Nanyang Technological University. Balik lagi ke soal kompetensi memimpin. Jika misal, Jokowi-JK menjabat, Presiden dan tim-nya (kabinet) harus dinilai oleh pelaku ekonomi mampu ciptakan stabilitas. Tidak hanya pelaku ekonomi domestik, tapi kekhawatiran juga muncul di kawasan (ASEAN). Pelaku ekonomi kawasan ragukan Jokowi-JK akan 2 hal, yaitu :

1. Ketidakstabilan politik & hankam yg berdampak terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

2. Kecakapan Jokowi-JK dlm mengelola kepentingan regional seperti ASEAN Community 2015 dan Laut Cina Selatan

Karena Indonesia akan punya peran penting utk mensukseskan ASEAN Economic Community (AEC). Indonesia juga harus memuluskan ASEAN Security Community yg akan diberlakukan pada 2015. Lalu, soal keamanan, bagaimana “scenario dan foresight” Indonesia terkait konflik Laut Cina Selatan?

Kawasan sendiri mengharapkan pemipin Indonesia yg tegas & kompeten serta merangkul ASEAN

Tak bisa dipungkiri, banyak yg tak akan suka Indonesia menjadi BIG BROTHER di ASEAN

Presiden dengan ketegasan & kompetensi akan mampu mengelola ekspektasi rakyat & ekspektasi kawasan. Ia harus meningkatkan “pride” & daya saing bangsanya sekaligus ciptakan “safety” utk kawasan Dan kompetensi2 itu tdk dite mukan pd capres hasil penetapan KPU lalu. Skrg MK yg akan bekerja. Itu simpulan dari makalah “Indonesia’s Ambiguous Elections: Implications for the Region.”




Jadi sekarang, pelaku ekonomi harus bersabar. Saat ini, masyarakat Indonesia punya 3 harapan :

1) Presiden SBY diharapkan mampu menciptakan rasa tenang & aman di fase akhir kepemipinannya

2) Presiden “versi KPU” juga menahan diri, karena pilpres memang belum usai, hal ini sangat diperlukan supaya tak menimbulkan kegamangan lebih besar.

3) Mahkamah Konstitusi juga harus jujur, netral & berani dalam menentukan hasil sengketa Pilpres yg legitimate. Ini jauh lebih penting utk martabat bangsa. Dan masyarakat kita semoga tetap tenang agar situasi kondusif. Shg roda ekonomi bergulir normal.




Hormati pula pengaduan keberatan oleh salah satu Capres. Sebab, demokrasi harus hormati suara setiap warga Negara. Semoga Indonesia segera dianugerahi pemimpin yg tegas & kompeten sehingga warganya sejahtera.

Bersabarlah, karena pilpres belum usai!





Sumber : http://ift.tt/1sjdsz0

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz