Prof. Yusuf L. Henuk Ajari Prabowo Mengakui Kekalahan dan Memahami Tatacara Berperkara di PTUN
Oleh: Yusuf L. Henuk*)
[1]. Pelajaran Pertama: “Belajar Mengakui Kekalahan Agar Dikenang Sebagai Negarawan”: http://ift.tt/1ps8VZT
[2]. Pelajaran Kedua: “Belajar Memahami Tatacara Berperkara di PTUN Agar Tidak Mudah Ditipu Pengacara “Mata Duitan” Yang Berupaya Membodohi Pencari Keadilan di PTUN Demi Menggaruk Kocek Klien”:
PELAJARAN KEDUA diawali setelah Penulis membaca berita: [1] “Gugatan Ditolak PTUN, Prabowo-Hatta Akan Banding”. Anggota tim hukum Prabowo-Hatta, Habiburokhman, mengaku tak puas dengan keputusan PTUN yang enggan menerima gugatan karena merasa tidak berwenang.
“Kami akan banding, tidak ada masalah. Kami melihat ada yang belum selesai secara hukum, ya harus kita selesaikan secara hukum,” kata Habiburokhman, saat dihubungi, Kamis (28/8/2014).
Intinya jelas-jelas menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak gugatan Tata Usaha Negara yang diajukan Prabowo-Hatta atas Surat Ketua Komisi Pemilihan Umum Nomor 959/UND/8/2 014 tertanggal 21 Juli 2014 karena dianggap tidak berdasar. Adapun pertimbangan yang dianggap tidak berdasar menurut PTUN adalah sebagai berikut:
- Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan.
- Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan diperingatkan.
- Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan yang layak.
- Apa yang dituntut dalam gugatan sudah dipenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat.
(http://ift.tt/1pnYh6C ); dan
[2] “Tim Hukum Prabowo-Hatta Heran Gugatan di PTUN Ditolak”: Anggota Tim hukum Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, Eggi Sudjana merasa heran dengan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menolak perkara persoalan administrasi terkait proses pelaksanaan pilpres. “PTUN menolak, alasannya karena bukan kewenangannya. Ini kan masalah administrasi, kalau bukan di PTUN, gimana ini ceritanya,” kata Eggi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (29/8/2014).
Dengan penolakan tersebut Eggi menilai para hakim PTUN logikanya sudah terbalik-balik, perkara yang seharusnya dapat disidangkan tetapi malah ditolak, dengan alasan bukan perkara yang pas disidangkan oleh PTUN.
Penulis sebagai mantan Penggugat tanpa pengacara (prinsipal) di PTUN – Kupang melawan Tergugat (Rektor Undana) yang dibela empat pengacara kondang di NTT (Semmy Totos, SH, M.Si; Titus Bureni, SH, M.Hum; Dr. Saryono Yohanes, SH, MH; Dr. Karolus Kopong Medan, SH, M.Hum) dalam Perkara TUN No. 27/G/2009/PTUN-KPG, Tanggal 25 September 2009 lalu disusul sebagai mantan Pembanding melawan Terbanding (PT TUN – Surabaya) dan kemudian dilanjutkan sebagai mantan Pemohon Kasasi melawan Termohon Kasasi (Mahkamah Agung/MA– Jakarta) selama kurun waktu 2009 – 2010 langsung menyimpulkan bahwa : “Gugatan Prabowo-Hatta Ke PTUN Merupakan Akal-akalan Pengacara Menguras Kocek Prabowo Subianto “Buta Hukum”.
Oleh karena itu, penulis ingin memberi pelajaran tidak hanya kepada Prabowo Subianto, tetapi terpenting membagi pengalaman pribadi kepada siapa saja yang ingin mencari keadilan di PTUN di Indonesia seraya memohon jangan terlalu percaya dengan rayuan atau gombalan pengacara yang berupaya menguras kocek kitadalam upaya mencari keadilan di PTUN serta mari belajar dari kami dari Undana yang awalnya terpaksa diantara kami harus berseteru di meja sidang di PTUN, tapi pada akhirnya kedua pihak yang berseteru bergembira bersama di luar pengadilan di kampus yang orang bule bilang: “together in the end both smile or in ” bahasa Kupang: “Dong Dua Pica Katawa”.
Pemahaman Sekilas Soal UU PTUN
(1) PTUN merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa TUN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah oleh UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN), PTUN diadakan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan kepentingan, perselisihan, atau sengketa antara Badan atau Pejabat TUN dengan warga masyarakat. UU PTUN memberikan dua macam cara penyelesaian sengketa TUN yakni upaya administrasi yang penyelesaiannya masih dalam lingkungan administrasi pemerintahan sendiri serta melalui gugatan ke PTUN.
(2) Dalam berperkara di PTUN, seseorang dapat mengajukan gugatan terhadap kebijakan pemerintah yang dipercaya telah merugikan individu dan atau masyarakat. Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di PTUN ada dua yakni, pijak Penggugat, yaitu seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan TUN (KTUN) oleh Badan atau Pejabat TUN, dan pihak Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat TUN yang mengeluarkan KTUN berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. Dalam UU PTUN, pihak ketiga tidak dapat lagi melakukan intervensi dan masuk ke dalam suatu sengketa TUN.
(3) Kekuasaan kehakiman dilingkungan PTUN dalam UU PTUN dilaksanakan oleh PTUN dan berlanjut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) serta berpuncak ke MA. PT TUN pada dasamya merupakan pengadilan tingkat banding terhadap sengketa yang telah diputus oleh PTUN dan pengadilan tingkat kasasi terhadap sengketa yang telah diputus PT TUN, kecuali dalam sengketa kewenangan mengadili antar PTUN di daerah hukumnya serta sengketa yang terhadapnya telah digunakan upaya administratif. Adapun hukum acara yang digunakan pada PTUN mempunyai persamaan dengan hukum acara yang digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara Perdata, dengan perbedaan dimana di PTUN, Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan guna memperoleh kebenaran materiil dan tidak seperti dalam kasus gugatan perdata, gugatan TUN bukan berarti menunda dilaksanakannya suatu KTUN yang disengketakan.
- Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang
(Pengalaman Pribadi)
Syarat-syarat Mengajukan Gugatan ke PTUN
A. Syarat Formal :
a. Identitas Penggugat:
1). Nama lengkap Penggugat
2). Kewarganegaraan Penggugat
3). Tempat Tinggal Penggugat
4). Pekerjaaan Penggugat
b. Identitas Tergugat:
1). Nama, Jabatan, Misalnya : Kepal Dinas…, Bupati…., Gubenur…., Rektor, Menteri…,
Camat…, Lurah….dan sebagainya.
2). Tempat kedudukan Tergugat
c. Tenggang waktu mengajukan gugatan.
Gugatan terhadap suatu Keputusan/Penetapan tertulis atau yang disamakan dengan itu, hanya dapat dilakukan dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak keputusan itu:
1. Setelah diterima atau dikeluarkan SK.
2. Setelah 4 bulan dilakukan permintaan dikeluarkan SK.
3. Setelah banding administratif.
Sehubungan dengan masalah tenggang waktu mengajukan gugatan ini, juga agar diperhatikan ketentuan dalam Pasal 3 UU PTUN, yakni dalam hal Pejabat atau Badan TUN tidak mengeluarkan KTUN yang menjadi kewajibannya, maka setelah lewat jangka waktu yang diatur dalam perundang-undangan dimaksud dapat diajukan gugatan Tata Usaha Negara. Peghitungan tenggang waktu daluwarsa mengajukan gugatan dalam hal demikian, adalah sejak lewat waktu yang diatur dalam perundang-undangan dimaksud dapat diajukan gugatan TUN. Perhitungan tenggang waktu daluwarsa mengajukan gugatan dalam hal demikian, adalah sejak lewat waktu yang diatur dalam perundang-undangan tersebut. Atau kalau tidak ada ketentuan tenggang waktu, maka setelah lewat waktu tiga bulan.
d. Diberi Tanggal
Suatu gugatan biasanya diberi tanggal, hal ini berkaitan dengan tenggang waktu untuk mengajukan gugatan. Dari tanggal surat gugatan akan diketahui apakah gugatan sudah daluwarsa, maka hendaknya ada uraian dalam gugatan tentang kapan keputusan yang digugat itu disampaikan atau diketahui oleh Penggugat ini untuk menghilangkan daluwarsa, akan tetapi hal itu harus dibuktikan kemudian dalam acara pembuktian Demikian juga gugatan yang premature (belum saatnya diajukan gugatan) akan diketahui dari tanggal gugatan itu.
e. Ditandatangani
Suatu surat gugatan haruslah ditanda tangani oleh Penggugat atau oleh kuasanya yang sah untuk itu. Surat gugatan tidak perlu diberi materai, karena biaya materai tersebut telah dihitung dalam biaya perkara (SEMA No. 2 Tahun 1991).
Contoh: Perkara TUN No. 27/G/2009/PTUN-KPG, Tanggal 25 September 2009, objek gugatanya adalah Penetapan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Nomor: 253/H15.1.25./KP/2009 Tanggal 27 Februari 2009 tentang Kenaikan Jabatan/Pangkat Menjadi: Guru Besar a.n. Ir. Yusuf Leonard Henuk, M.Rur.Sc.,Ph.D, memenuhi persyaratan dalam poin c,d,e, sehingga lolos dismisal.
B. Syarat Material/Substansial:
Syarat material (substansial) suatu gugatan TUN, meliputi :
1. Obyek Gugàtan
Dasar gugatannya: Keputusan TUN berupa:
a. Penetapan tertulis Pejabat TUN (menyangkut formalnya dalam pembuktian sèhingga memo/nota dapat memenuhi syarat tertulis, asalkan jelas Pejabat yang mengeluarkan, isinya kepada siapa ditujukan.
b. Berisikan tindakan hukum TUN (Mengeluarkan keputusan/Beschikking yang bersifat Konkret (nyata tidak abstrak,misalnya keputusan pengosongan rumab, ijin usaha atau pemecatan pegawai) atau penundaan pengusulan kenaikan pangkat dosen ke Guru Besar. Individual (yang dituju perorangan dan kalaupun umum, maka nama-nama disebutkan). Final (sudah definitif sehingga menimbulkan akibat hukum, kalau masih memerlukan persetujuan atasan atau instansi lain belum menunjukkan hak dan kewajiban).
c. Objek gugatan harus disebutkan secara jelas di dalam surat gugatan. Misalnya: Perkara TUN No. 27/G/2009/PTUN-KPG, tanggal 25 September 2009, objek gugatanya adalah Penetapan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Nomor: 253/H15.1.25./KP/2009 Tanggal 27 Februari 2009 tentang Kenaikan Jabatan/Pangkat Menjadi: Guru Besar a.n. Ir. Yusuf Leonard Henuk, M.Rur.Sc.,Ph.D yang mana objek gugatan ini memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2-3) dan Pasal 55 UU PTUN.
2. Posita Gugatan
Posita atau dasar-dasar gugatan, benisikan dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan yang diuraikan secara ringkas dan sederhana, meliputi :
a. Fakta hukum berisi fakta-fakta secara kronologis tentang adanya hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat maupun dengan objek gugatan. Dalam fakta hukum ini juga harus diuraikan kapan keputusan yang menjadi obyek gugatan dikeluarkan, atau diberitahukan kepada Penggugat atau kapan mulai merasa kepentingan terganggu karena adanya keputusan tersebut.
b. Kualifikasi perbuatan Tergugat, dalam gugatan harus diuraikan secara ringkas dan tegas serta jelas tentang kualifikasi kesalahan dari Tergugat sebagaiman dimaksud dalam Pasal 53 (2) UU PTUN seperti Perkara TUN No. 27/G/2009/PTUN-KPG, Tanggal 25 September 2009, objek gugatanya adalah Penetapan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Nomor: 253/H15.1.25./KP/2009 Tanggal 27 Februari 2009 tentang kenaikan jabatan/pangkat menjadi: Guru Besar a.n. Ir. Yusuf Leonard Henuk, M.Rur.Sc.,Ph.D.
c. Uraian Kerugian Penggugat
Seandainya akibat perbuatan tergugat menerbitkan keputusan yang disengketakan itu telah menimbulkan kerugian bagi Penggugat, maka hal itu dapat digugat dalam gugatan TUN sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1991 ganti rugi itu maksimum sebesar Rp. 15.000.000,-. (Lima Belas Juta Rupiah), oleh karenanya diuraikan secara rinci tentang kerugian yang timbul tersebut. Misalnya: gugatan Perkara TUN No. 27/G/2009/PTUN-KPG, Tanggal 25 September 2009, objek gugatannya adalah Penetapan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Nomor: 253/H15.1.25./KP/2009 Tanggal 27 Februari 2009 tentang kenaikan jabatan/pangkat menjadi: Guru Besar a.n. Ir. Yusuf Leonard Henuk, M.Rur.Sc.,Ph.D, kerugian yang diminta Penggugat sebesar Rp. 8.000.000 dengan perincian Rp. 2.000.000 setiap tahun “penahanan SK Pangkat”: (1) 1 November 2000 – 31 Januari 2006 (Rp. 2.000.000); (2) 1 November 2000 – 31 Januari 2007 (Rp. 2.000.000); (3) 1 November 2000 – 31 Agustus 2008 (Rp. 2.000.000); dan (4) 1 November 2000 – 31 Maret 2009 (Rp. 2.000.000).
Selanjutnya, UU PTUN tidak mengatur secara tegas dan terperinci tentang prosedur dan penerimaan Perkara Gugatan di PTUN yang harus ditempuh oleh seseorang atau Badan Hak Perdata yang akan mengajukan /memasukkan gugatan di PTUN, namun pokok-pokok yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut:
1 Tempat Mengajukan Gugatan ke PTUN
Gugatan yang telah disusun/dibuat ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasanya, kemudian didaftarkan di Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang sesuai dengan ketentuan Pasal 54.
- Ayat (1) Gugatan Sengketa TUN diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Tergugat.
- Ayat (2) Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat TUN dan berkedudukan tidak dalam satu daerah Hukum Pengadilan, Gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi kedudukan salah satu Badan atau Pejabat TUN.
- Ayat (3) Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman Pengugat, maka Gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
- Ayat (4) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa TUN yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, Gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat.
- Ayat (5) Apabila Penggugat dan Tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, Gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
- Ayat (6) Apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat di luar negeri, Gugatan diajukan kepada Pengadilan ditempat kedudukan Tergugat.
2 Administrasi di PTUN
Panitera yang telah menerima Pengajuan Gugatan tersebut kemudian meneliti Gugatan apakah secara formal telah sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana ditentukan oleh Pasal 56 UU PTUN, apabila ada kekuranglengkapan dari Gugatan tersebut Panitera dapat menyarankan kepada Penggugat atau Kuasanya untuk melengkapinya dalam waktu yang telah ditentukan paling lambat dalam waktu 30 hari baik terhadap Gugatan yang sudah lengkap ataupun belum lengkap selanjutnya Panitera menaksir biaya panjer ongkos perkara yang harus dibayar oleh Penggugat atau Kuasanya yang diwujudkan dalam bentuk SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) atau antara lain:
- Biaya Kepaniteraan
- Biaya Materai
- Biaya Saksi
- Biaya Saksi Ahli
- Biaya Alih Bahasa
- Biaya Pemeriksaan Setempat
- Biaya lain untuk Penebusan Perkara
Gugatan yang telah dilampiri SKUM tersebut kemudian diteruskan ke Sub bagian Kepaniteraan Muda Perkara untuk penyelesaian perkara lebih lanjut.
Atas dasar SKUM tersebut kemudian Penggugat atau kuasanya dapat membayar di kasir (dibagian Kepaniteraan Muda Perkara) dan atas pembayaran tersebut kemudian dikeluarkan, kwitansi pembayarannya. Gugatan yang telah dibayar panjer biaya perkara tersebut kemudian didaftarkan didalam buku register perkara dan mendapat nomor register perkara.
Gugatan yang sudah didaftarkan dan mendapat nomor register tersebut kemudian dilengkapi dengan formulir-formulir yang diperlukan dan Gugatan tersebut diserahkan kembali kepada Panitera dengan buku ekspedisi penyerahan berkas.
Contoh: Perkara TUN No. 27/G/2009/PTUN-KPG, Tanggal 25 September 2009.
Selanjutnya, berkas perkara gugatan tersebut oleh Panitera diteruskan/diserahkan kepada Ketua Pengadilan untuk dilakukan Penelitian terhadap Gugatan tersebut, yaitu dalam proses dismissal ataupun apakah ada permohonan penundaan pelaksanaan Keputusan TUN yang digugat, beracara cepat maupun ber-acara cuma-cuma.
II Proses Pemeriksaan Gugatan di PTUN
A. Pemeriksaan Pendahuluan:
1.Pemeriksaan administrasi di Kepaniteraan.
2.Dismissal Prosedur oleh Ketua PTUN (Pasal 62 UU No.5/1986).
3.Pemeriksaan Persiapan (Pasal 63 UU No.5/1986).
Suatu gugatan di PTUN yang masuk terlebih dahulu harus melalui beberapa tahap pemeriksaan sebelum dilaksanakan Pemeriksaan didalam Persidangan yang terbuka untuk umum. Apabila dilihat dari Pejabat yang melaksanakan pemeriksaan ada 3 (tiga) Pejabat yaitu Panitera, Ketua dan Hakim/Majelis Hakim, akan tetapi apabila dilihat dari tahap-tahap materi gugatan yang diperiksa ada 4 tahap pemeriksaan yang harus dilalui:
Tahap I : tahap penelitian administrasi dilaksanakan oleh Panitera atau Staf panitera yang ditugaskan oleh Panitera untuk melaksanakan Penilaian administrasi tersebut.
Tahap II : dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan TUN, dan pada tahap ini Ketua memeriksa gugatan tersebut antara lain:
i. Proses Dismissal: yaitu memeriksa gugatan tersebut apakah gugatannya terkena dismissal. Apabila terkena maka berdasar pasal 62 UU PTUN, artinya gugatan tidak diterima dan Ketua dapat mengeluarkan Penetapan Dismissal. Sedangkan apabila tidak, ternyata gugatan tersebut tidak memenuhi salah satu syarat dismissal, maka perkara tersebut dapat diperiksa dengan acara biasa dan dapat pula ditunjuk Hakim/Majelis Hakim yang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa TUN yang berupa gugatan ke PTUN.
Khusus gugatan Prabowo-Hatta di PTUN, berdasarkan Pasal 53 ayat 2 UU PTUN menyebutkan ada tiga alasan menggugat suatu Keputusan TUN (KTUN) ke PTUN:
1. KTUN yang diajukan gugatan bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
a. KTUN tersebut bertentangan dengan ketentuaan dalan perundangan yang bersifat formil/ prosedural.
b. KTUN tersebut bertentangan dengan ketentuaan dalan perundangan yang bersifat Materiil / Subtansial.
c. KTUN tersebut dikeluarkan oleh Pejabat atau Badan Usaha Negara yang tidak berwenang.
2. Badan atau Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud yang diberikannya wewenang tersebut (KTUN yang dikeluarkan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik).
3. Badan atau Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dalam keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak mengambil keputusan tersebut.
Sedangkan, Pasal 2 UU PTUN telah mengatur tidak termasuk sebagai suatu KTUN yang dapat digugat :
1. KTUN yang merupakan perbuatan hukum perdata;
2. KTUN yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
3. KTUN yang masih memerlukan persetujuan;
4. KTUN yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
5. KTUN yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. KTUN mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.
Pada kenyataannya, gugatan Prabowo-Hatta atas Surat Ketua Komisi Pemilihan Umum Nomor 959/UND/8/2 014 tertanggal 21 Juli 2014 terbukti tidak berdasar, karena jelas-jelas memenuhi poin 7 dalam Pasal 2 UU PTUN. Dengan demikian, hanya pengacara “mata duitan”-lah berupaya membodohi kliennya yang kebetulan “buta hukum”, tapi memiliki keinginan setinggi langit untuk menjadi Presiden RI, sehingga tepat sekali disimpulkan bahwa “Gugatan Prabowo-Hatta Ke PTUN Merupakan Akal-akalan Pengacara Menguras Kocek Klien Yang Kebetulan “Buta Hukum” tentang Tatacara Berperkara di PTUN”. Sebaliknya, Yusuf Leonard Henuk yang bukan berlatar belakang hukum, tapi berupaya belajar hukum mandiri tanpa mengandalkan pengacara yang ingin membodohinya untuk mengejar cita-citanya tinggi menjadi Guru Besar/Profesor sehingga harus menempuh PTUN untuk Perkara TUN No. 27/G/2009/PTUN-KPG, Tanggal 25 September 2009, karena berkas usulan Guru Besar/Profesor dari “Penggugat-Pembanding-Pemohon Kasasi “ditahan” oleh “Tergugat-Terbanding-Termohon Kasasi” selama kurun empat tahun (2006 – 2010).
ii. Ketua dapat juga memeriksa apakah didalam gugatan tersebut ada Permohonan Penundaan Pelaksanaan Keputusan TUN yang digugat atau tidak dan sekaligus dapat mengeluarkan penetapan.
iii. Ketua dapat juga memeriksa apakah ada permohonan pemeriksaan dengan cuma-cuma dan mengeluarkan Penetapan.
iv. Ketua dapat juga memeriksa apakah dalam gugatan tersebut ada permohonan untuk diperiksa dengan acara cepat atau tidak.
v. Ketua dapat pula menetapkan bahwa gugatan tersebut diperiksa dengan acara biasa dan sekaligus menunjuk Majelis Hakim yang memeriksanya.
Tahap III : “Setelah Majelis Hakim menerima berkas perkara sesuai dengan Penetapan Penunjukan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut yang dikeluarkan oleh Ketua PTUN”.
Tahap IV : “Setelah dilaksanakan Pemeriksaan Penetapan terhadap gugatan kemudian Majelis menetapkan untuk Pemeriksaan gugatan tersebut didalam persidangan.yang terbuka untuk umum”.
B. Pemeriksaan Persidangan:
1.Pembacaan Gugatan (Pasal 74 ayat 1 UU PTUN)
2.Pembacaan Jawaban (Pasal 74 ayat 1 UU PTUN)
3.Replik (Pasal 75 ayat 1 UU PTUN)
4.Deplik (Pasal 75 ayat 2 UU PTUN)
[Kisah lucu ketika Penggugat hendak mengikuti sidang untuk mendengarkan Depliknya, Penggugat terlebih berupaya mendekati para pengacara Tergugat yang kebetulan sama-sama warga sivitas Undana untuk meminta masukan bagaimana menyiapkan Deplik yang baik dan telah diberi masukan oleh mereka agar Penggugat meminta kepada Hakim untuk menyampaikan “Deplik Secara Tulisan” dan kami sudah “deal” mereka nanti membantu membuatnya. Namun ketika tiba hari H, Penggugat berpikir kembali bahwa biasanya Deplik dari pengacara tidak pernah tipis-tipis, tapi pasti selalu tebal sampai bahkan beratus-ratus halaman. Akibatnya, Penggugat ingkar janji dan membuat para pengacara Tergugat kelabakan ketika dalam persidangan di pengadilan, karena ketika tiba giliran Penggugat ditanya Hakim soal Deplik, Pengugat langsung berdiri dan menyatakan “Deplik Secara Lisan:
Para Hakim yang Mulia,
Pertama-tama Penggugat harus menyatakan bahwa : “Melakukan keadilan adalah kesukaan bagi orang benar, tetapi menakutkan [bagi] orang yang berbuat jahat (Amsal 21: 15). Selanjutnya, Penggugat hanya mengajukan deplik lisan secara singkat: “Penggugat menolak seluruh dalil-dalil jawaban Tergugat, kecuali dalil-dalil Tergugat yang mendukung dalil-dalil gugatan Penggugat dan Penggugat menyatakan tetap pada dalil-dalil Penggugat semula”. Sudah tidak dibantah lagi bahwa: “Yang seorang menipu yang lain, dan tidak seorang pun berkata benar; mereka sudah membiasakan lidahnya untuk berkata dusta; mereka melakukan kesalahan dan malas untuk bertobab” (Yeremia 9: 5). Singkatnya, “Orang benar benci kepada dusta, tetapi orang fasik memalukan dan memburukkan diri” (Amsal 13:5). Ketika tiba giliran Hakim memberikan kesempatan kepada Tergugat untuk mengucapkan Deplik mereka, justru mereka meminta Hakim yang mulia untuk diberi kesempatan memberikan Deplik Secara Tulisan, tetapi permintaan mereka ditolak oleh Hakim, karena Penggugat telah terlebih dahulu melakukan Deplik Secara Lisan dan disinilah terkuak kekikukan para pengacara Tergugat berhadapan dengan Penggugat tanpa pengacara. Skor sidang untuk mendengarkan Deplik ketika persidangan berlangsung dari kedua pihak waktu itu ibarat menonton sepak bola berarti kedudukan: Penggugat : Tergugat = 1 : 0 ].
5.Pembuktian (Pasal 100 UU PTUN)
6.Kesimpulan (Pasal 97 ayat 1 UU PTUN)
Kesimpulan Penggugat dibuat setebal 11 halaman dengan diakhiri kata-kata:
Bahwa demikian Kesimpulan Penggugat untuk Perkara TUNNo.27/G/2009/PTUN-KPG, Tanggal 25 September 2009, dan atas perhatian para Hakim yang mulia dalam mengambil keputusan secara benar dan adil, diucapkan terima kasih.
7. Putusan (Pasal 108 UU PTUN)
C. Pembacaan Putusan (Pasal 108 UU PTUN)
1.Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
2.Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan pengadilan diucapkan, atas perintah Hakim Ketua sidang salinan putusan ini disampaikan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan.
3.Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akibat putusan pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
D. Materi Muatan Putusan (Pasal 109 UU PTUN)
1. Kepala Putusan yang berbunyi: DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.
2. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman, atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa.
3. Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas.
4. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa.
5. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan.
6.Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara.
7. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera, serta keterangan tentang hadir
atau tidak hadirnya para pihak.
E. Amar Putusan (Pasal 97 ayat 7 UU PTUN)
1.Gugatan ditolak.
2.Gugatan dikabulkan.
3.Gugatan tidak diterima.
4.Gugatan gugur
Contoh: Perkara TUN No. 27/G/2009/PTUN-KPG, Tanggal 25 September 2009, objek gugatanya adalah Penetapan Daftar Usul Penetapan Angka Kredit Jabatan Fungsional Nomor: 253/H15.1.25./KP/2009 Tanggal 27 Februari 2009 tentang Kenaikan Jabatan/Pangkat Menjadi: Guru Besar a.n. Ir. Yusuf Leonard Henuk, M.Rur.Sc.,Ph.D, putusan:
Dalam Eksepsi:
Menyatakan eksepsi-eksepsi Tergugat tidak dapat diterima;
Dalam PokokPerkara :
Menolak gugatan Penggugat seluruhnya (Tabel 1a).
F . Amar tambahan dalam putusan PTUN (Pasal 97 ayat 8 & 9 UU PTUN)
Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan tersebut dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan/Pejabat TUN yang mengeluarkan KTUN. Kewajiban sebagaimana dimaksud di atas berupa:
1.Pencabutan KTUN yang bersangkutan.
2.Pencabutan KTUN yang bersangkutan dan menerbitkan KPTUN yang baru.
3.Penerbitan KTUN dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3 UU PTUN.
G. Cara Pengambilan Putusan (Pasal 97 ayat 3 – 5 UU PTUN):
Putusan dalam Musyawarah Majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil Permufakatan Bulat, kecuali jika setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai permufakatan bulat Putusan diambil dengan suara terbanyak.
Apabila Musyawarah Majelis Sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya.
Apabila dalam Musyawarah Majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan
H. Jangka Waktu Penyelesaian Sengketa TUN
Jangka waktu penyelesaian sengketa TUN adalah maksimal 6 bulan (SEMA No. 03 Tahun 1998 Tertanggal 10 September 1998). Apabila penyelesaian lebih dari 6 bulan Hakim/Majelis Hakim melaporkan kepada Mahkamah Agung (MA) disertai alasan-alasan.
i. Minutasi Putusan (Pasal 109 ayat 3 UU PTUN)
Putusan harus ditandatangani oleh Hakim yang memutus dan Panitera/Panitera Pengganti yang turut bersidang selambat-lambatnya 30 hari sesudah Putusan diucapkan.
j. Pelaksanaan Putusan (Pasal 116 UU No.51/2009):
1. Salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh panitera pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat – lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja.
2. Apabila setelah 60 (enam puluh) hari kerja putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf a, KPTUN yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
3. Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9) huruf b dan huruf c, dan kemudian setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, maka penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), agar pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan pengadilan tersebut.
4. Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif.
5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
6. Di samping diumumkan pada media massa cetak setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Ketua Pengadilan harus mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi untuk memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan putusan pengadilan, dan kepada lembaga perwakilan rakyat untuk menjalankan fungsi pengawasan.
7. Ketentuan mengenai besaran uang paksa, jenis sanksi administratif, dan tata cara pelaksanaan pembayaran uang paksa dan/atau sanksi administratif diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Mengajukan Gugatan Memori Banding ke PT TUN Surabaya
Tahap-tahap mebuat Memori Banding:
Didasarkan pada Putusan PTUN Kupang yang sebagai contoh dalam hal ini Putusan PTUN No. 27/G/2009/PTUN-KPG Tanggal 16 Desember 2009. Bukti ini sekaligus membantah pernyataan anggota tim hukum Prabowo-Hatta, Habiburokhman, mengaku tak puas dengan keputusan PTUN yang enggan menerima gugatan karena merasa tidak berwenang.
“Kami akan banding, tidak ada masalah. Kami melihat ada yang belum selesai secara hukum, ya harus kita selesaikan secara hukum,” kata Habiburokhman, saat dihubungi, Kamis (28/8/2014).
(http://ift.tt/1pnYh6C ) – Bagaimana bisa membuat Memori Banding ke PT TUN tanpa Disertai Putusan Perkara TUN di PTUN?
Mendaftar Permohonan Pemeriksaan ke Tingkat Banding di PT TUN di PTUN.
Menguraikan putusan PTUN – Contoh dalam Putusan PTUN No. 27/G/2009/PTUN-KPG Tanggal 16 Desember 2009:
Dalam Eksepsi:
Menyatakan eksepsi-eksepsi Tergugat tidak dapat diterima.
Dalam PokokPerkara memolak gugatan Penggugat seluruhnya.
Menghukum Penggugat untuk membayar perkara sejumlah Rp. 71.000 (Tujuh puluh satu ribu rupiah).
Mengajukan keberatan-keberatan atas putusan PTUN berdasarkan fakta-fakta selama berperkara di PTUN dan/atau putusan PTUN.
Mengajukan permohonan kasasi dengan pertimbangan judex factie Pengadilan Tingkat Pertama yang tidak adil, sehingga perlu diperiksa lebih adil lagi dalam penerapan hukum PTUN (judex jure) dengan ini permohonan Perbanding:
Menerima permohonan dari Pembanding;
Membatalkan Putusan PTUN Putusan PTUN No. 27/G/2009/PTUN-KPG Tanggal 16 Desember 2009;
Mengabulkan gugatan Pembanding seluruhnya;
Menghukum Terbanding untuk membayar biaya perkara pada tingkat kedua di PT TUN;
Pembanding mengirim gugatannya bandingnya ke PT TUN melalui PTUN dan menunggu hasil putusan dan khusus putusan ini perkara banding untuk perkara ini seperti tertuang dalam Putusan PT TUN Surabaya No. 57/B/2010/PT TUN SBY Tanggal 29 April 2010 yang amar putusannya berbunyi:
Menerima permohonan banding dari Penggugat/Pembanding;
Menguatkan Putusan PTUN Kupang No. 27/G/2009/PTUN-KPG Tanggal 16 Desember 2009 yang dimohon banding tersebut;
Menghukum Penggugat/Pembanding membayar biaya perkara dalam tingkat Peradilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Mengajukan Memori Kasasi ke Mahkamah Agung
Tahap-tahap membuat Memori Kasasi:
Didasarkan pada putusan PT TUN yang sebagai contoh dalam hal ini Putusan PT TUN Surabaya No. 57/B/2010/PT TUN SBY Tanggal 29 April 2010 yang amar putusannya berbunyi:
Menerima permohonan banding dari Penggugat/Pembanding;
Menguatkan Putusan PTUN Kupang No. 27/G/2009/PTUN-KPG Tanggal 16 Desember 2009 yang dimohon banding tersebut;
Menghukum Penggugat/Pembanding membayar biaya perkara dalam tingkat Peradilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
Menilai Keputusan PT TUN sebagai Peradilan Tingkat Banding (appellate jurisdiction) yang menguatkan putusan PTUN sebagai Peradilan Tingkat Pertama (original juridiction) tidak adil dengan tentu didasarkan pada semua alat bukti Penggugat/Pemohon Kasasi (contoh: vide P. 1 – P.28) maupun Tergugat/Termohon (contoh: vide T.1 – T.23).
Menguraikan lebih rinci soal duduk perkara serta khusus dalam pengajuan kasasi ke MA, dan khusus PemohonKasasi/Penggugat menyatakan (misalnya) serta menyertakan kutipan dalam Memori Kasasinya: “The law grind the servant, and the leader rule the law”– ‘Hukum menindas bawahan, dan pemimpin mengatur hukum; dan membenarkan pemikirannya bahwa: “Mencari keadilan di Indonesia adalah upaya yang mahal, karena hukum hanya dinikmati oleh golongan yang mampu saja” – “Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik” (vide Habakuk, 1: 4).
Pemohon Kasasi/Penggugat tidak lupa juga mengingat kepada para Hakim di MA untuk mempertimbangkan dengan seksama ketentuan Pasal 53 ayat (1) UU PTUN yang mengandung asas hukum yang berkaitan dengan suatu proses beracara, yakni asas “point d’interest point d’action”, artinya, tanpa adanya suatu kepentingan, maka tidak mungkin seseorang atau badan hukum perdata akan mengajukan suatu gugatan. Dalam arti lain, jika secara hukum adanya kepentingan Penggugat yang dirugikan oleh suatu keputusan TUN, maka secara hukum pula melahirkan kapasitas bagi Penggugat untuk menggugat Keputusan TUN tersebut (vide salinan putusan PTUN Kupang Kupang No. 27/G/2009/PTUN-KPG Tanggal 16 Desember 2009: halaman (misalnya: 45).
Pemohon Kasasi/Penggugat sempat memberi kuliah umum kepada para hakim di MA dalam Memori Kasasinya soal ke-3 ciri supremasi hukum di Indonesia: (1) hukum harus berperan sebagai panglima (supreme law), (2) hukum harus dapat berperan sebagai pusat tindakan (center for action), dan perlakuan yang sama di muka hukum (equlity before the law) seperti yang dipahaminya dalam Pasal 28D ayat (1) UUD’45: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum” plus mengingatkan para hakim di MA untuk mengadili suatu perkara harus mengandung kepastian hukum yang tentu mengandung tiga unsur pertimbangan hukum secara proporsional: (1) unsur kepastian hukum (rechtssiccherkeit), yang memberi jaminan bahwa hukum itu dijalankan sehingga yang berhak menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan seperti itu juga dapat diterapkan untuk jenis perkara yang sama; (2) unsur kemanfaatan (zweckmassigkeit), bahwa isi putusan itu tidak hanya bermanfaat bagi pihak yang berperkara tetapi juga bagi masyarakat luas. Masyarakat berkepentingan atas putusan hakim itu karena masyarakat menginginkan adanya keseimbangan tatanan dalam masyarakat; dan (3) unsur keadilan (gerechtigkeit), yang memberi keadilan bagi pihak yang bersangkutan; kalaupun pihak lawan menilainya tidak adil dapat menerimanya sebagai adil. Asas hukum yang berbunyi : lex dura sed tamen scripta, mengartikan hukum itu kejam tetapi begitulah bunyinya. Dalam al terjadi konflik antar keadilan dan kepastian hukum serta kemanfaatan, maka unsur keadilanlah yang seharusnya didahulukan.
Berdasarkan uraian keberatan kasasi yang panjang dan cukup rinci dan ditambah pemahaman sekilas Pemohon Kasasi/Penggugat terhadap ketiga pertimbangan hukum dari hakim dalam memutuskan suatu perkara dan wewenang serta pembatalan Judex Faxti oleh MA, maka dimohon kiranya JudexJuris MA berkenan memeriksa perkara ini dengan memutuskan:
Mengadili:
Menerima permohonan Kasasi dari PemohonKasasi/Penggugat;
Membatalkan Putusan PT TUN No. 57/B/PT.TUN SBY yang menguatkan Putusan PUN Kupang No. 27/G/PTUN-KPG, Tanggal 16 Desember 2009.
5. Pemohon Kasasi/Penggugat mengirim gugatannya kasasinya ke MA melalui PTUN dan menunggu hasil putusan dan khusus putusan ini untuk perkara kasasi untuk perkara ini seperti tertuang dalam Putusan MA No. 278 K/TUN/2010, Tanggal 23 Juli 2010 & Pengabulan Permohonan Kasasi [Ir. Yusuf Leonard Henuk, M.Rur.Sc.,Ph.D], Tanggal 26 Oktober 2010 atas Permintaan Termohon [Rektor Undana] Pemohon Kasasi/Penggugat sudah sah diangkat sebagai Profesor/Guru Besar dengan jumlah kredit 1.010 terhitung 2 Agustus 2010 sesuai SK Mendikbud No. 59855/A4.5/KP/2010 (Tabel 1b).
Kesimpulan :
“The law grind the servant, and the leader rule the law”– ‘Hukum menindas bawahan, dan pemimpin mengatur hukum; dan membenarkan pemikirannya bahwa: “Mencari keadilan di Indoensia adalah upaya yang mahal, karena hukum hanya dinikmati oleh golongan yang mampu saja” – “Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang fasik mengepung orang benar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik ” (Habakuk, 1: 4).
Sumber bacaan :
Henuk, Y.L. 2013. I am a Writer and a Leader from UNDANA. Undana Press, Kupang.
Henuk, Y.L. 2015. Draft Buku: “Dosen vs Rektor (PTUN – MA” Siap Telah Dicetak dan Tulisan Ini Tentu Ada Masukan Dari Pembaca Untuk Penulis Sekaligus Sebagai Media Promosi Untuk Menawari Naskahnya Kepada Penerbit Yang Berminat Untuk Mencetak Dalam Jumlah Banyak dan Jika Tak Diminati Juga oleh Penerbit, Maka Penulis Akan Menempuh Cetak Sendiri (Self-Publishing) Dalam Jumlah Terbatas:
*) Guru Besar di Fakultas Peternakan – Unversitas Nusa Cendana (Undana; Mantan Mahasiswa Magister (S2) Ilmu Hukum di Program Pascasarjana Undana; Pendiri/Pemimpin Redaksi “YLH NEWS ONLINE” (http://ylhnews.com ).
Sumber : http://ift.tt/1ps8VZZ