Pilpres Menurut "Pak Edo"
Pak Edo (nama samaran) adalah seorang penjual di ruang tunggu pelabuhan penyebrangan Kolaka Sulawesi Tenggara. Umurnya sudah cukup tua (sekitar 60-an), tetapi dia dibantu oleh seorang anak perempuan (mungkin cucunya; saya lupa menanyakannya) dan seorang perempuan yang juga sudah cukup tua kemungkinan adalah istrinya. Mereka menjual beraneka makanan cepat saji maupun yang siap saji (nasi, sayur, ayam, ikan dan cumi) serta berbagai merek makanan ringan. Selain barang dagangan, di tempat jualan mereka ada dua TV yang satu berukuran cukup besar tapi sudah rusak dan yang satunya TV berukuran 21 inc yang senantiasa menyala setidaknya selama saya berada ditempat itu. Di hadapan TV 21 inc tersebut Pak Edo duduk memelototi TV dengan raut yang sangat serius.
Saat itu saya sedang dalam perjalanan kembali ke Makassar setelah seminggu menikmati libur lebaran Idul Fitri di kampung halaman. Rute perjalanan saya adalah Buton Utara menuju Kendari dengan menggunakan kapal mesin, kemudian dari Kendari ke Kolaka dengan menggunakan mobil, dari Kolaka menyebrang ke Bajoe (kabupaten Bone) dengan menggunakan kapal ferry, selanjutnya ke Makassar dengan menggunakan Mobil. Sayangnya perjalanan saya harus terhenti di Kolaka setelah BMKG mengumumkan cuaca buruk di Teluk Bone dengan ketinggian ombak mencapai 4 meter disertai angin kencang. Karena itu, demi alasan keselamatan penumpang, pihak pelabuhan memutuskan untuk menutup sementara pelayaran kapal ferry di pelabuhan Kolaka maupun pelabuhan Bajoe.
Saya tiba di Kolaka sekitar pukul 15.00, rencananya akan menyebrang dengan kapal ferry yang berangkat pukul 17.00, namun karena penutupan pelayaran karena cuaca buruk, maka saya dan puluhan penumpang lainnya yang sudah terlanjur datang ke Kolaka harus membatalkan perjalanan. Sebagai tempat istirahat, ruang tunggu pelabuhan Kolaka menjadi salah satu pilihan jika tidak menginap di hotel atau rumah teman dan rumah keluarga. Saya waktu itu memilih untuk beristirahat di ruang tunggu pelabuhan Kolaka, agar tidak ketinggalan kesempatan jika sewaktu-waktu ada pemberangkatan kapal. Sayangnya tidak ada.
Saat itulah saya bertemu dengan Pak Edo. Awalnya saya hanya berniat untuk makan saja di tempatnya Pak Edo, tapi saat makan saya mendengar berita di TV mengenai persiapan sidang pertama sengketa Pilpres 2014 di MK, kebetulan saya duduk tidak jauh dari TV. Yang membuat saya tertarik untuk menyimak bukanlah tentang berita di TV, melainkan komentar-komentar Pak Edo tentang Pilpres tahun ini. Saya melihat Pak Edo sangat fasih membahas isu-isu pilpres dan komentar-komentarnya sangat cerdas. Wah, pintar juga ini bapak!
Menurut Pak Edo pilpres tahun ini sudah sangat bagus tetapi dicoreng oleh tindakan Prabowo yang menarik diri dan menuntut diadakannya pemilu ulang. Menurut Pak Edo jika dilakukan pemilu ulang, maka suara Prabowo yang misalnya sebelumnya ada 10, hanya akan tersisa 3 atau dua suara katanya. “kalau Prabowo mau menarik diri, kenapa tidak dari awal perhitungan suara, kenapa nanti sisa dua propinsi yang akan dihitung suaranya baru Prabowo menarik diri” tegas Pak Edo. Pemilu sudah berjalan sangat baik, orang-orang sudah bisa saling menerima perbedaan pilihan, bahkan katanya di keluarga sendiri berbeda-beda pilihannya, kalau bukan nomor 1 pastilah nomor 2, namun tidak menyebabkan permusuhan. Ketika ditanya “Pak Edo sendiri pilih yang mana?” dia langsung menjawab “saya pilih Jokowi”. Sebenarnya Jokowi itu masih banyak kekurangannya lanjut Pak Edo, tetapi Jokowi itu orangnya bersih, jujur dan merakyat, tambah lagi orang-orang disekitar Jokowi adalah orang pintar dan bersih dari korupsi. Saat mengatakan itu, Pak Edo menunjuk yang pake baju putih disekitar Jokowi dan kebetulan saat itu salah satu yang menggunakan baju putih adalah Anis Baswedan. Untuk apa pintar kalau korupsi, tegas Pak Edo.
Pak Edo juga mengomentari mengenai blusukan dan komposisi mentri yang diwacanakan oleh Jokowi-JK. Menurutnya mustahil Jokowi akan blusukan dari sabang sampai merauke, dan mustahil pula tidak ada bagi-bagi mentri dikabinet Jokowi-JK. Hanya saja Pak Edo percaya bahwa Jokowi adalah orang yang jujur bersih, merakyat dan berpotensi untuk melakukan perubahan di republik ini, tetapi jika tidak, “kita hanya bisa pasrah” ungkap Pak Edo.
Pendapat di atas hanyalah pendapat seorang penjual makanan di ruang tunggu pelabuhan Kolaka, bukan pendapat seorang politisi atau seorang akademisi. Tapi saya memahami Pak Edo sebagai sosok pemilih cerdas yang memilih berdasarkan pengetahuannya tentang siapa yang dipilihnya. Pak Edo adalah pemilih yang tidak dibayar, tidak di iming-imingi jabatan, tetapi ia memilih pemimpin untuk kemajuan Indonesia. Bila kita percaya bahwa masyarakat Indonesaia tidak bodoh dan buta politik, maka Pak Edo adalah salah satu contohnya. Dan saya percaya diluar sana ada banyak orang seperti Pak Edo di republik ini.
Sumber : http://ift.tt/1vbV39h
Saat itu saya sedang dalam perjalanan kembali ke Makassar setelah seminggu menikmati libur lebaran Idul Fitri di kampung halaman. Rute perjalanan saya adalah Buton Utara menuju Kendari dengan menggunakan kapal mesin, kemudian dari Kendari ke Kolaka dengan menggunakan mobil, dari Kolaka menyebrang ke Bajoe (kabupaten Bone) dengan menggunakan kapal ferry, selanjutnya ke Makassar dengan menggunakan Mobil. Sayangnya perjalanan saya harus terhenti di Kolaka setelah BMKG mengumumkan cuaca buruk di Teluk Bone dengan ketinggian ombak mencapai 4 meter disertai angin kencang. Karena itu, demi alasan keselamatan penumpang, pihak pelabuhan memutuskan untuk menutup sementara pelayaran kapal ferry di pelabuhan Kolaka maupun pelabuhan Bajoe.
Saya tiba di Kolaka sekitar pukul 15.00, rencananya akan menyebrang dengan kapal ferry yang berangkat pukul 17.00, namun karena penutupan pelayaran karena cuaca buruk, maka saya dan puluhan penumpang lainnya yang sudah terlanjur datang ke Kolaka harus membatalkan perjalanan. Sebagai tempat istirahat, ruang tunggu pelabuhan Kolaka menjadi salah satu pilihan jika tidak menginap di hotel atau rumah teman dan rumah keluarga. Saya waktu itu memilih untuk beristirahat di ruang tunggu pelabuhan Kolaka, agar tidak ketinggalan kesempatan jika sewaktu-waktu ada pemberangkatan kapal. Sayangnya tidak ada.
Saat itulah saya bertemu dengan Pak Edo. Awalnya saya hanya berniat untuk makan saja di tempatnya Pak Edo, tapi saat makan saya mendengar berita di TV mengenai persiapan sidang pertama sengketa Pilpres 2014 di MK, kebetulan saya duduk tidak jauh dari TV. Yang membuat saya tertarik untuk menyimak bukanlah tentang berita di TV, melainkan komentar-komentar Pak Edo tentang Pilpres tahun ini. Saya melihat Pak Edo sangat fasih membahas isu-isu pilpres dan komentar-komentarnya sangat cerdas. Wah, pintar juga ini bapak!
Menurut Pak Edo pilpres tahun ini sudah sangat bagus tetapi dicoreng oleh tindakan Prabowo yang menarik diri dan menuntut diadakannya pemilu ulang. Menurut Pak Edo jika dilakukan pemilu ulang, maka suara Prabowo yang misalnya sebelumnya ada 10, hanya akan tersisa 3 atau dua suara katanya. “kalau Prabowo mau menarik diri, kenapa tidak dari awal perhitungan suara, kenapa nanti sisa dua propinsi yang akan dihitung suaranya baru Prabowo menarik diri” tegas Pak Edo. Pemilu sudah berjalan sangat baik, orang-orang sudah bisa saling menerima perbedaan pilihan, bahkan katanya di keluarga sendiri berbeda-beda pilihannya, kalau bukan nomor 1 pastilah nomor 2, namun tidak menyebabkan permusuhan. Ketika ditanya “Pak Edo sendiri pilih yang mana?” dia langsung menjawab “saya pilih Jokowi”. Sebenarnya Jokowi itu masih banyak kekurangannya lanjut Pak Edo, tetapi Jokowi itu orangnya bersih, jujur dan merakyat, tambah lagi orang-orang disekitar Jokowi adalah orang pintar dan bersih dari korupsi. Saat mengatakan itu, Pak Edo menunjuk yang pake baju putih disekitar Jokowi dan kebetulan saat itu salah satu yang menggunakan baju putih adalah Anis Baswedan. Untuk apa pintar kalau korupsi, tegas Pak Edo.
Pak Edo juga mengomentari mengenai blusukan dan komposisi mentri yang diwacanakan oleh Jokowi-JK. Menurutnya mustahil Jokowi akan blusukan dari sabang sampai merauke, dan mustahil pula tidak ada bagi-bagi mentri dikabinet Jokowi-JK. Hanya saja Pak Edo percaya bahwa Jokowi adalah orang yang jujur bersih, merakyat dan berpotensi untuk melakukan perubahan di republik ini, tetapi jika tidak, “kita hanya bisa pasrah” ungkap Pak Edo.
Pendapat di atas hanyalah pendapat seorang penjual makanan di ruang tunggu pelabuhan Kolaka, bukan pendapat seorang politisi atau seorang akademisi. Tapi saya memahami Pak Edo sebagai sosok pemilih cerdas yang memilih berdasarkan pengetahuannya tentang siapa yang dipilihnya. Pak Edo adalah pemilih yang tidak dibayar, tidak di iming-imingi jabatan, tetapi ia memilih pemimpin untuk kemajuan Indonesia. Bila kita percaya bahwa masyarakat Indonesaia tidak bodoh dan buta politik, maka Pak Edo adalah salah satu contohnya. Dan saya percaya diluar sana ada banyak orang seperti Pak Edo di republik ini.
Sumber : http://ift.tt/1vbV39h