Suara Warga

Perihal Regulatory Capture

Artikel terkait : Perihal Regulatory Capture

Perihal Regulatory Capture

Apakah PP No.39 Tahun 2014 sebagai penjabaran dari pasal 12 Undang-Undang No.25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal merupakan bentuk dari Regulatory Capture?

Sebelum kita menentukan apakah suatu peraturan merupakan produk regulatory capture, alangkah lebih baiknya apabila kita memahami apa itu regulatory capture terlebih dahulu. Regulatory capture adalah suatu fenomena dimana para pembuat aturan dalam sebuah negara dipengaruhi oleh pengusaha-pengusaha dalam membuat regulasi, sehingga regulasi yang wajarnya dibuat untuk kepentingan rakyat, justru menjadi perisai bagi penguasa demi kepentingan bisnis mereka. Dapat dikatakan bahwa regulatory capture merupakan hasil dari perpaduan antara tata pemerintahan yang buruk dengan keserakahan pengusaha. Perkawinan diantaranya membuat keuntungan bagi segelintir pihak. Pengusaha dapat dengan mudah meneruskan ekspansi usahanya dan pemerintah dengan kebijakan dan regulasinya semakin memperkaya diri dan mempertahankan kekuasaan karena disokong oleh gelimang modal dari pengusaha.

Sekarang pertanyaannya adalah, apakah PP No.39 tahun 2014 merupakan hasil dari regulatory capture? Menurut saya tidak.

Pertama, kita tidak bisa mengatakan bahwa suatu peraturan merupakan hasil regulatory capture begitu saja. Kita tidak boleh berprasangka ketika sebuah PP mengenai bidang usaha dikeluarkan, semena-mena kita menganggap bahwa PP tersebut pasti hasil pengaruh pengusaha. Karena dibalik suatu PP pasti ada alasan yang mendasari hadirnya PP tersebut. PP No.39 Tahun 2014 dibuat oleh pemerintah untuk menghadapi AEC yaitu Asean Economic Community dimana pasar bebas ASEAN akan dibuka. Menurut saya, wajar saja apabila pemerintah memutuskan untuk membuka peluang lebih besar kepada pengusaha, terutama pengusaha asing ASEAN untuk datang ke Indonesia. Hal tersebut merupakan suatu konsekuensi disetujuinya Asean Economic Community. Kita harus melihat dari dua sisi, pengusaha asing mungkin saja dapat dengan mudah masuk ke Indonesia, tetapi begitu pula sebaliknya, Indonesia pun dapat dengan mudah masuk ke negara ASEAN lain dan meningkatkan investasinya ke negara lain pula.

Kedua, memang banyak pembicaraan mengenai kenaikan jatah saham bagi pengusaha asing. Jatah saham yang lebih tinggi, dianggap akan mengancam eksistensii pengusaha nasional. Padahal, menurut saya seharusnya masuknya pengusaha asing ke Indonesia dapat membuat pengusaha nasional menjadi lebih kreatif dan berdaya tahan lebih kuat. Terkadang, kita memang membutuhkan ‘tekanan’untuk maju, bukan hanya dimanja dengan regulasi-regulasi yang membuat pengusaha nasional malas untuk berkembang.

Selain itu, masuknya modal asing tidaklah selalu menimbulkan efek buruk. Dengan pengawasan dan ketegasan dari pemerintah, modal asing sebenarnya dapat memberikan dampak postif bagi bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan karena pajak- pajak dari pemodal asing dapat menambah kas negara sehingga diharapkan dapat membantu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemudian, sektor-sektor usaha yang ditingkatkan jatah asingnya merupakan sektor-sektor yang sekiranya membutuhkan teknologi seperti pembangkit listrik, penyedia fasilitas pelabuhan, pembangunan terminal, jalan tol, dan lain-lain. Seperti yang kita ketahui, bahwa masuknya modal asing dapat membantu negara untuk meningkatkan teknologi agar lebih maju. Dengan masuknya teknologi tersebut, sebenarnya menjadi peluang bagi Indonesia untuk mempelajari teknologi-teknologi tersebut dan membuat yang serupa atau lebih baik lagi.

Ketiga, PP No.39 Tahun 2014 telah membuat beberapa sektor dijatah bagi asing sesuai dengan undang-undang. Contohnya adalah bidang usaha pembenihan hortikultura yang semula kepemilikan modal asing maksimal 95% menjadi maksimal hanya 30% dan bidang usaha industri pengolahan hortikultura yang semula kepemilikan modal asing maksimal 95% menjadi maksimal hanya 30% pula. Selanjutnya, ada pula bidang usaha jasa telekomunikasi yang sebelumnya kepemilikan modal asing mencapai 95% menjadi maksimal hanya 49%. Hal ini mematahkan persepsi bahwa pemerintah selalu berusaha menguntungkan asing dengan membuka gerbang selebar-lebarnya untuk mereka masuk ke Indonesia. Padahal pada kenyataannya, pemerintah bahkan mengurangi jatah asing dan mematuhi undang-undang. Di sini saya melihat upaya pemerintah untuk melindugi aset nasional dari asing.

Keempat, PP No.39 Tahun 2014 tidak selalu dengan mudahnya memberikan izin bagi modal asing untuk menanamkan modalnya. Dilihat dari PP tersebut memperhatikan lokasi dimana kegiatan usaha penanam modal berlangsung, apabila lokasinya dapat mengancam lingkungan hidup maka izin usaha tidak akan diberikan. Kemudian, PP tersebut juga menyatakan bahwa apabila jumlah kepemilikan modal asing melebih batas maksimum, maka dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, kelebihan jumlah modal asing tersebut harus disesuaikan dengan batas maksimum yang tercantum pada persetujuan. Aturan ini, menurut saya merupakan suatu bentuk ketegasan pemerintah untuk membuat tertib pada pemodal asing.

Sehingga, dari alasan-alasan di atas, saya menegaskan kembali bahwa PP No.39 bukanlah produk regulatory capture. Menurut saya, PP tersebut merupakan dampak dari penyesuaian pemerintah terhadap AEC. Meskipun demikian, pemerintah juga tidak semena-mena meningkatkan jatah saham terhadap asing karena pastinya pemerintah melihat peluang keuntungan pula dai hal tersebut. Kemudian, tidakselamanya pula pemerintah selalu menaikan jatah saham, adapula yang dikurangi dan ditetapkan sesuai dengan undang-undang. Sehingga, saya perkirakan bahwa pemerintah pasti telah menimbang-nimbang semua hal sampai akhirnya dikeluarkanlah PP ini.

Di sini, hal yang jadi perhatian saya adalah, memang ada beberapa perusahaan modal asing yang lepas dari kendali pemerintah seperti PT. Freeport. Tetapi hal tersebut tidaklah menjadi momok yang membuat Indonesia menjadi negara yang anti modal asing. Perlu disadari bahwa negeri ini juga memerlukan modal asing dilihat dari dampak-dampak positif yang dapat diperoleh dari modal asing.

Di samping itu, apabila ada PP mengenai bidang usaha yang dapat dicampuri modal asing, kita jangan terlebih dahulu mengklaim bahwa pasti PP tersebut merupakan produk regulatory capture. Tetapi kita harus menelaah dari sisi baik pemerintah seperti alasan-alasan PP tersebut dikeluarkan, dampak ke depan bagi Indonesia akan hadirnya PP tersebut, dan lihat pula dari sisi kerjasama internasional Indonesia dan negara-negara lain.

Dibuat untuk memenuhi tugas Kapita Selekta Hukum Administrasi Negara




Sumber : http://ift.tt/1svUTnV

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz