PENGAMAT HUKUM YANG NGACOH
JAKARTA, FAJAR - Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis menilai persidangan kedua sengketa hasil pemilu presiden yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat 8 Agustus mematahkan argumentasi permasalahan di tempat pemungutan suara (TPS) tidak bisa dipersoalkan di tingkat provinsi. Menurut dia, seringkali keberatan saksi di TPS justru diabaikan.
“Buktinya ada persoalan di TPS sebagaimana yang diungkap saksi, ternyata diabaikan oleh penyelenggera pemilu sendiri. Faktanya juga ada yang dipersoalkan di panitia pemilihan kecamatan (PPK) juga diabaikan. Di tingkat KPU demikian, mereka sudah diprotes, namun tetap pula diabaikan atau ditolak,” kata Margarito Kamis, kepada wartawan di Jakarta, Jumat 8 Agustus.
Penilaian Margarito itu didasarkan pada dua saksi dari Jawa Timur yang bersaksi di sidang MK. Menurutnya, kesaksian dua saksi itu menarik dicermati. “Muncul sinyal hukum bahwa di wilayah itu terjadi permasalahan yang sangat serius. Belum lagi di daerah Jawa Tengah, DKI Jakarta, Sumatera, Papua, dan wilayah lainnya, yang kesaksiannya belum digelar MK. Dari keadaan hukum yang sudah tercipta ini, kalau saya jadi hakim cukup memberi keyakinan bahwa ada something wrong (sesuatu yang salah) dalam proses pilpres di Jawa Timur,” ungkap Margarito.
Hanya saja, kata Margarito, saksi-saksi itu pasti tidak akan dikonfrontir langsung dengan pihak lain karena keterbatasan waktu. Karenanya, KPU sebagai pihak termohon dan kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pihak terkait akan diberikan kesempatan oleh MK untuk mengajukan pertanyaan. “Persidangan ini benar-benar perang bukti, saksi, dan dokumen,” tambah Margarito.
Selain itu, kata Margarito, yang paling penting nanti adalah atmosfer yang diciptakan atau dimunculkan kuasa hukum pihak pemohon. Menurutnya, persidangan MK jangan hanya berkutat soal angka hasi penghitungan suara di pilpres, namun harus lebih mengarah pada substansi. “Majelis hakim yang saya simak masih berputar-putar pada angka saja. Seperti daftar pemilih berapa, yang menggunakan hak suara berapa, dan suara sah berapa. Jadi mereka belum bergeser pada masalah lain yang lebih substansif. Andaikan masalah itu didalami dan ditelusuri dengan benar oleh para hakim, maka saya yakin putusan hukum lain yang bisa keluar,” pungkasnya. (jpnn)
Demikian salah satu kutipan dari situs berita online lokal SULSEL fajar.co.id. Jika anda menyimak baik-baik kalimatnya anda pasti akan tercengang dengan Pakar hukum ini,bagaimana tidak! ia berani menyimpulkan ada sesuatu yang salah dalam Pilpres dijawa timur dengan keterangan 2 orang saksi dari kubu Prabowo Hatta,pada hal itu baru keterangan satu pihak,selain itu keterangan saksi yang lain justru sangat meragukan bahkan dapat dikatakan saksi abal-abal, seperti PURWANTO,BENDOT dll.Pertanyaan saya bagaimana mungkin seorang Pakar bisa mengambil kesimpulan seperti itu,ada sesuatu yang sangat keliru dalam pikiran beliau,bahkan kami yang tidak pernah belajar hukum pun tau bahwa seorang Hakim, untuk menarik sebua kesimpulan diperlukan bukti-bukti yang falid dan bisa diPerifikasi baik dari saksi pemohon maupun termohon.Bagaimana Margarito bisa segegaba itu mengambil kesimpulan?.Dilain Pihak beliau tidak menilai apa yang didalilkan pemohon tentang perbedaan hasil perhitungan antara pemohon dan termohon dimana pemohon tidak memberikan rincian data dari mana angka-angka tersebut didapat.Beliau juga tidak menilai dalil pemohon soal DPKTB yang diklaim pemohon sebagai hal yang membuat Prabowo Hatta Kalah dalam Pilpres,prabowo merasa DPKTB itu adalah mobilisasi untuk memilih pasangan nomr 2,bagaimana bisa memperifikasi itu? Bukankah azas pemiluh itu JURDIL (jujur rahasia dan adil). Jika saja beliau dengan ilmu yang dimiliki obyektif saya kira ucapan tersebut tidak perlu terlontar.
Beliau di kalimat yang lain mengatakan ini perang bukti dan dokumen,dalam point pernyataan ini beliau benar,akan tetapi Margarito lagi-lagi menutup mata sejauh mana bukti yang diAjukan kubu pemohon , sebagaimana kita simak dalam dokumen perbaikan yang diajukan ke MK tidak ada bukti yang signifikan yang diajukan oleh Pemohon yang dapat meyakinkan hakim untuk bisa mengabulkan permohonan pemohon,malah yang ada adalah materi yang sama sekali baru dari permohonan sebelumnya.
Pada pernyataan lainnya beliau menuduh hakim masih berkutat pada angka dengan mengatakan Seperti daftar pemilih berapa, yang menggunakan hak suara berapa, dan suara sah berapa dan belum bergeser pada substansi, kita kemudian bertanya substansi yang dimaksud Margarito Kamis itu apa? Bukankah sengketa Pilpres ini substansinya adalah hasil perhitungan yang berbeda antara kubu pemohon dan termohon, tentu pada akhirnya hakim pasti akan berkutat dan bertanya soal angka, hakim akan menilai mana perhitungan yang benar disertai data yang valid dan mana yang hayalan.Kalau toh yang dimaksud Margarito adalah proses yang tidak benar,sejauh mana ketidak benaran itu bisa dibuktikan,dan bagaimana pengaruhnya terhadap hasil perolehan suara apakah signifikan atau tidak, mengubah peta kemenangan,hakimlah yang akan menilainya. Yang perlu bung Margarito ketahui adalah tidak ada pemiluh yang sempurna,pasti ada saja yang kurang,akan tetapi hakim pasti menilai apakah kekurangan itu memiliki korelasi perubahan petah perolehan suara secara signifikan atau tidak. Mahfud MD dalam satu kesempatan pernah berujar membuktikan kecurangan dengan selisih 100.000 suarah sulitnya bukan main apa lagi dengan selisih ±8.400.000 suarah.
Dalam kalimat terakhirnya Margarito mengatakan andaikan hakim menelusuri lebih dalam ia meyakini keputusan hukum lain yang akan keluar.Pernyataan ini lagi-lagi sangat absurd,bukankah MK belum memutuskan sengketa pemohon dengan termohon yang berarti belum ada keputusan hukum,lalu bagaimana Margarito mengambil kesimpulan adanya keputusan hukum yang lain. Dilain pihak kata pengandaian diatas sama saja dengan mengatakan hakim tidak akan menelusuri lebi jau pada hal sidang baru berlangsung 2 kali. Kesimpulan yang kita bisa tarik dari pernyataan Pakar Hukum ini ialah beliau sebenarnya tidak punya kompetensi,dan tidak layak digunakan sebagai narasumber sebua berita atau top show berita.Beliau tidak layak disebut Pakar karena komentar dan pendapatnya paspasan dan kadang justru membingungkan,bahkan ada kecendrungan memihak ,Jika yang membuat pernyataan seperti ini adalah seorang praktisi hukum/pengacara itu sangat biasa dan bisa kita pahami,akan tetapi menjadi tidak biasa karena dilontarkan seorang pakar hukum .
Sumber : http://ift.tt/1sGszkI