Suara Warga

MEMPERERAT RANTAI KEBANGSAAN

Artikel terkait : MEMPERERAT RANTAI KEBANGSAAN

Oleh : 1407271548264718476

ADHIP GLANK

Kegemaran setiap manusia amatlah beragam, pastinya teramat sukar dalam upaya menterjemahkan dan memahami setiap detail kegemaran dan kesukaan setiap manusia dalam waktu yang singkat, individu membentuk tata kelompok, sehingga kegemaran dalam setiap ragam menjadi kontras terlihat, namun hal itu pun belum tentu berkelanjutan terkumpul dan dapat disaksikan sepanjang masa, di ibaratkan seperti lebah yang satu sarang dan menyebar mencari sari bunga, untuk dikumpulkan kembali pada markas besar lebah, yang beragam dinamika akan muncul dan berkembang dari perekor lebah dengan peristiwanya bahkan kekuatan sarang yang menampung hingga noise yang akan menghampirinya, sebagai contoh mengenai dinamika perubahan kelompok yang terkadang memudar karena eksepsi dan persepsi berbeda-beda dalam rupa sama.

Lebih kompleks dari lebah bahwa manusia yang berkelompok dalam suatu perkumpulan, grup, organisasi atau apapun namanya merupakan contoh kebersamaan sementara diantara yang merasa serupa bahkan yang merasa sama, kesementaraan dalam perpisahan pun mutlak terjadi apabila dalam proses perjalanan dilakukan perhentian atau pemutusan pada suatu kebersamaan atas perbedaan, sehingga untuk menyikapi kebersamaan yang awal adalah salah pada setiap era tentunya akan mutlak berubah-ubah, meskipun dibentengi situasi bingkai monarki absolute seperti analogi fir’aun memimpin sekalipun.

Mempelajari kegemaran detail demi detail setiap manusia dalam jangka waktu yang singkat, sepertinya hampir tidak dapat dilakukan seorang manusia, mengingat ribuan dan jutaan kegemaran diantara manusia yang tersebar dengan ragam kegemarannya, diperandaikan pun hal tersebut akan menemui kendala ketika menyadari usia dan keterbatasan lainnya tidaklah lekat dan berbentuk abadi,

Namun hakikatnya eksistensi adalah hal yang dilakukan manusia dalam mengisi ruang kosong meskipun belum tentu terisi [Proses Hidup]. Optimism menjadi warna lajur kehidupan menemani setiap kegemaran-kegemaran dalam ambang batas yang dibatasi “gagal dan berhasil”, sebagai study kasus seorang yang akan wafat namun tidak jadi wafat, dari kasuistik tersebut kita dapat melihat keberhasilan dan kegagalan dari beragam perspektif yang bisa berarti/bermakna “gagal wafat dan berhasil hidup” namun bukanlah perkara mudah upaya menyimpulkan ketentuan dan factor penentu.

Motivasi dan semangat hanya sebagai pengisi dan penunjang ruang kosong “diantaranya antara” [Hidup dan Mati]. Seperti dalam kondisi koma bagi si sakit, faktor kegagalan dan keberhasilan berdasarkan “kekuatan ketentuan penentu keputusan” merupakan penentunya yang tidak bisa ditentukan oleh si sakit bahkan si sadar yang menolong sekalipun, dari study inilah terhantar peran kesatuan bahwa keberdayaan seseorang berbatas atas peristiwa dan berisi ketidakmampuan menentukan sesuatu mengenai sikap dan pilihan meski untuk perubahan dirinya sendiri.

Atas berkat keputusan kekuatan penentu ketentuan tersebut, maka kebersamaan itu ada dan atas keputusan-NYA jua lah perpisahan itu ada, kepercayaan mulai dapat di-distribusikan sehingga dalam membangun kebersamaan dan manfaat menjadi ciri yang mesti dominan dalam hidup, untuk menentukan penempatan situasi “Trust” dan “Believe”, disposisi yang berefek kesadaran akan memper-erat rantai kebangsaan jika bersumber dan bermuara damai,

Dengan menyadari schema dunia yang lebih besar, maka bangsa ini merupakan penggalan kecil diantara bagian-bagian masyarakat dunia, bahkan jika menilik dalam susunan tata surya di alam semesta ini, maka bangsa adalah suatu bagian komponen mikro diantara yang makro.

Untuk itu, wujud pertalian diantara lintas kehidupan alam semesta berafiliasi terhadap tenggang rasa berimplikasi terhadap sadar dan damai akan peran keputusan kekuatan penentu ketentuan , adalah upaya pergerakan untaian atom-atom kreatif dalam menggerakkan kehidupan menuju kebahagiaan yang tiada dapat terukur. Perspektif meski hanya merasa sama, tentunya akan bermotif tersendiri dalam output kemunculan nilai atas kebersamaan. Meskipun secara ritualistic suatu factor pembeda pada prinsipnya akan menjadi tolak ukur dalam upaya saling kenal mengenali sesama manusia.




Sumber : http://ift.tt/1lxtXQz

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz