Suara Warga

Kontradiktif, Kontroversial, dan Paradoksal

Artikel terkait : Kontradiktif, Kontroversial, dan Paradoksal

Negara Indonesia baru saja memilih presiden untuk memimpin selama lima tahun dalam periode 2014-2019. Kita percaya dalam setiap suksesi pemerintah, Allah berdaulat, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah, dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah (Roma 13:1). Namun, bukan berarti kita hanya berdiam diri dalam proses suksesi ini. Kita sendiri sebagai warga negara yang bertanggung jawab harus ikut memilih untuk menentukan pemimpin bangsa dengan populasi 250 juta ini. Dalam hal inilah, sebagai warga negara dan murid Kristus kita harus secara sadar dan bertanggung jawab memilih yang paling sesuai dengan prinsip kebenaran Firman Tuhan dari pilihan yang ada.

Mungkin Anda akan bertanya, mengapa judul tulisan ini “Kontradiktif, Kontroversial, dan Paradoksal”. Apa hubungannya dengan pemilihan presiden? Mari kita lihat latar belakang saya menulis tulisan ini. Banyak calon pemimpin di Indonesia, termasuk yang baru saja mengikuti kontestasi pemilihan presiden, memiliki berbagai jenis karakter. Dari berbagai jenis karakter ini, tentunya kita bisa bedah dengan Firman Tuhan manakah pemimpin yang sesuai dan manakah yang tidak pantas memimpin. Dari berbagai karakter tersebut, akhirnya saya memutuskan untuk membahas tiga sifat atau karakter yang mungkin dimiliki oleh calon pemimpin yang sering kita jumpai, yaitu kontradiktif, kontroversial, dan paradoksal. Tentunya tiga karakter ini tidak lantas menjadi representasi keseluruhan dari personalitas calon pemimpin. Namun, ketiga karakter inilah yang paling sering dimanipulasi untuk membingungkan pemilih dalam memilih pemimpin yang terbaik.

Jika kita harus memilih, manakah yang harus kita pilih, apakah pemimpin yang kontradiktif, kontroversial, atau paradoksal? Sebelum kita bicara secara detil ketiga hal ini, mari kita lihat definisi yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk ketiga kata ini. Kontradiktif berarti bersifat kontradiksi. Kontradiksi itu sendiri adalah pertentangan antara dua hal yang sangat berlawanan atau bertentangan. Kontroversial berarti bersifat menimbulkan perdebatan. Paradoksal didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia, seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran.

Tentunya hanya dengan mengetahui definisi ketiga kata tersebut tidak langsung membuat pertimbangan kita langsung menjadi jelas. Oleh karena itu, saya akan mencoba menjabarkan sedikit ketiga hal tersebut. Pertama, pemimpin yang kontraktiktif. Pemimpin yang kontrakdiktif bukanlah pemimpin yang dipertentangkan oleh orang-orang. Namun, pemimpin sendiri yang menghadirkan hal-hal yang bertentangan dalam dirinya sendiri. Mungkin kata-katanya, mungkin juga tingkah lakunya. Dalam tingkatan yang lebih tinggi lagi, sebenarnya kita harus membedah pikiran-pikirannya. Orang yang tidak sesuai antara pikiran dan perkataannya, antara perkataan dan tindakannya kita sebut sebagai orang yang tidak mempunyai integritas. Satu kata yang mewakili adalah munafik (hypocrite). Namun, integritas seseorang mungkin tidak terbaca dalam waktu singkat. Oleh karena itu, kita fokuskan saja pada kesesuaian kata-katanya dan tindakan-tindakannya.

Pemimpin yang kontradiktif merupakan pemimpin yang ucapannya tidak bisa dipegang. Jika tidak bisa dipegang, maka kita tidak tahu dengan pasti manakah yang sesuai dengan pikiran dan isi hatinya. Oleh karena itu, semua janji-janjinya tidak dapat dipastikan akan benar-benar dijalankannya. Belum lagi jika janjinya memang hanya lip service untuk meraih dukungan saja. Kontradiksi pada pemimpin semacam ini bisa terjadi antara kata-katanya. Sebut saja suatu saat seorang calon pemimpin berkata “lembaga penyelenggara pemilu luar biasa, sulit berbuat curang”, tetapi di saat yang lain dengan lantang dia berkata “lembaga tersebut curang”. Contoh-contoh seperti ini tidak susah kita jumpai dalam calon pemimpin di Indonesia, baik calon Bupati, Wali Kota, Guberbur, maupun calon Presiden. Kontradiksinya juga dapat terjadi antara apa yang diucapkan dengan yang benar-benar dilakukan. Berkali-kali menyatakan siap menerima hasil pemilu, namun menarik diri sesaat sebelum penetapan hasil jelas sangat bertentangan. Menyatakan tidak akan mengajukan gugatan, namun ternyata sedang menyiapkan gugatan adalah contoh lain. Kita tidak tahu persis motifnya. Jelas pemimpin seperti ini tidak bisa kita harapkan untuk membawa kebaikan bagi rakyat yang dipimpinnya.

Integritas adalah karakter esensial yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Bahkan seyogianya setiap manusia harus bisa menjaga integritasnya. Kristus mengajarkan: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Matius 5:37). Pilihlah pemimpin yang mempunyai integritas bukan sebaliknya.

Sekarang kita akan melihat karakter yang kedua, kontroversial. Apakah boleh memimpin pemimpin kontroversial? Jika kita melihat kembali bagaimana Samuel dipimpin oleh Allah untuk memilih dari antara anak-anak Isai, seseorang yang akan menjadi raja menggantikan Saul, jelas terlihat bahwa pilihan Allah itu kontroversial. Mengapa harus Daud? Isai sendiri tidak memperhitungkannya. Ya, jika kita membandingan pandangan manusia dengan pandangan Allah akan terlihat kontroversial. Pandangan manusia begitu terbatas, paling menilai apa yang terlihat, sementara Allah adalah pencipta yang tahu segala sesuatu mengenai ciptaannya. Dia tahu Daud, sang anak bungsu, yang harus menjadi raja atas Israel. Bukan Eliab. TUHAN berfiman kepada Samuel ketika Samuel berpikir Eliablah yang akan dipilih oleh Allah: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati” (1 Samuel 16:7).

Memang tidak mudah untuk memilih pemimpin kontroversial dalam sistem demokrasi. Jika mayoritas rakyat merasa sang calon pemimpin kurang berkenan maka jelas tidak akan terpilih. Justru disinilah bagian kita sebagai murid Kristus untuk melihat dengan kacamata Allah. Apakah mudah? Tentu saja tidak. Kita memerlukan kepekaan dari Allah untuk bisa melihat apa yang dilihat oleh Allah. Tentu saja kontroversial itu bukan karakter esensial bagi seorang pemimpin. Namun, jika pemimpin kontroversial ini memiliki hati yang murni untuk membawa kebaikan bagi rakyat yang dipimpin, takut akan Allah, jangan ragu untuk bertentangan dengan pandangan umum, pilihlah dia.

Bagaimana dengan pemimpin yang paradoksal? Konsisten dengan definisinya, pemimpin yang paradoksal adalah pemimpin ideal. Pencipta kita adalah TUHAN yang paradoksal. Dia adalah Allah yang adil sekaligus kasih. Dia adalah Allah yang membenci dosa yang paling kecil sekaligus mengampuni orang yang paling berdosa. Sebagai peta teladan Allah, kita harus menyerupai Allah di dalam karakter parodoks ini. Kita juga harus membenci dosa sekecil mungkin dan mengasihi orang yang paling berdosa, termasuk orang-orang yang dianggap sampah masyarakat, seperti pelacur dan narapidana. Berbahagialah suatu bangsa yang mempunyai pemimpin yang mempunyai karakter paradoksal ini. Dia tidak kompromi terhadap kejahatan, dan tidak menahan kasihnya kepada rakyatnya. Dia tegas, namun membawa kesejukan. Dia mendorong dunia usaha bertumbuh, tetapi berjuang sekeras mungkin yang miskin tidak terabaikan.

Karakter kontroversial dan paradoksal mungkin saja dimiliki oleh satu orang yang sama. Walaupun mungkin dengan intensitas yang tidak setara. Oleh karena itu, janganlah kita melihat hal yang artificial. Tegas itu bukan ditentukan oleh seberapa keras omongannya. Peduli bukan dilihat dari donasinya. Belajarlah melihat hati, mintalah kepekaan itu kepada Allah. Lakukanlah bagian kita, percayalah Allah berdaulat atas setiap suksesi.




Sumber : http://ift.tt/1uPrlGZ

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz