Suara Warga

Capres, Penjahat Kelamin

Artikel terkait : Capres, Penjahat Kelamin

Berat memang untuk mengungkapkan sebuah fakta dan kebenaran, apalagi harus diakui oleh seseorang yang melakukan kesalahan, yang banyak adalah maling teriak maling. Tapi sebuah kenyataan tetaplah suatu kebenaran, walaupun pahit harus diungkapkan, meskipun disimpan lama bangkai tetap bau jua.

Disebuah negeri besar nan kaya namun terlihat kecil nanmiskin (akibat salah urus), seorang anak manusia yang telah dua kali gagal menjadi cawapres, namun karena egoisme dan haus akan jabatan, dengan sangat tergopoh-gopoh seperti memaksakan diri untuk nyapres dengan membayar mahal gerbong-gerbong lain demi tercapai syarat pencampresan. Sebagian dari gerbong itu memang haus akan harga, apalagi yang nyapres punya banyak harta, konon katanya banyak didapat dari penjualan hasil bumi negeri ini ke luar negeri.

Sedikit mengulas kehidupan terbelakangnya yang menempuh pendidikan diluar negeri dan kembali ke negeri ini menjadi seorang panglima dengan beberapa prajurit. Jabatan tersebut digunakan semena-mena tanpa pandang bulu, semua dimusnahkan bila tidak disukai (katanya demi negara), konon pemimpin negara tersebut adalah anunya.

Menjadi capres, rupanya punya pesaing yang sangat kuat dan dicintai rakyat. Sehingga Sang Panglima menjadi was-was dan mulai memikirkan akal busuk dan bejatnya untuk melemahkan lawan. Panglima mulai mengumpulkan para gerbong. Wahai para pengikutku, lakukan apapun untuk memenangkan aku, aku tidak mau tau, pokoknya harus menang, pakai semua jurus, ini uang dan harta pakai saja sepuas kalian, yang penting harus menang. Para gerbong pun tak tinggal diam melihat bertumpuk uang, kapan lagi kita foya-foya, ini bukan uang korupsi, kita tidak akan ada yang tangkap, ini bukan uang daging sapi dan uang naik haji. Ayo kita mulai singkirkan pesaing kita biar kita tetap bisa nikmati uang panglima. Alhasil, segala macam cara telah dilakukan sampai berbagai macam fitnah dilontarkan untuk menghilangkan simpati rakyat.

Pasca pemilihan, anah buah sang panglima tahu bahwa mereka dikalahkan. Namun masih saja bersikeras mengatakan bahwa panglima menang, jika kalah berarti kita dicurangi. Mereka tidak mau terlalu dini dan cepat berhenti menikmati uang panglima. Sehingga dilakukan gugatan-gugatan, demonstrasi, para saksi palsu dihadirkan dengan segala biaya dibebankan pada panglima. Entah sadar atau tidak, Panglima sudah dicurangi oleh anak buahnya sendiri dan sebagian dari mereka mulai bosan sehingga meninggalkan panglima. Sungguh ironis memang, tapi panglima sepertinya tidak menyadari (karena memang panglima ini bodoh dan bisa dibodoh-bodohi).

Akhirnya, Negeri ini dipimpin oleh seorang Pemimpin yang tegas dan dicintai rakyatnya. Kemanakah panglima, dia rupanya sudah bergabung dengan ISIS untuk berjuang mendirikan negara perang, siapa membangkang bisa langsung disikat dan dikekang.

Benar memang kata hadist madja “Apabila tidak merasa malu, maka apapun akan dilakukan” Bukankah cocok kita sebut sebagai Penjahat Kelamin.




Sumber : http://ift.tt/1oMwtZ8

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz