Suara Warga

Antara seorang ‘Bapak’ Prabowo dengan ‘Ibu’ Jokowi…

Artikel terkait : Antara seorang ‘Bapak’ Prabowo dengan ‘Ibu’ Jokowi…

Prabowo-Subianto

Menarik mencermati pola pikir dari pasangan capres yang berkompetisi di tahun 2014 ini antara Prabowo dan Jokowi.

Saya mengamati dengan melihat debat yang telah diadakan 3 kali (satu kali capres dan cawapres), juga berita seputar kampanye mereka yang berkeliling mengunjungi nusantara. Dan akhirnya saya melihat bahwa karakter Bapak dan karakter Ibu-lah yang sedang bertarung. Karakter Bapak ada pada Prabowo Subianto sedangkan karakter Ibu ada pada Joko Widodo.

Kenapa begitu? Inilah yang saya amati:

Bapak adalah kepala rumah tangga. Seorang Bapak bertanggung jawab untuk menghidupi keluarganya. Dengan sendirinya, Bapak-lah yang bekerja mencari nafkah. Sama seperti Prabowo, beliau menekankan adanya ‘kebocoran’ berkali-kali sehingga menimbulkan polemik. Tidak hirau dengan polemik, bahkan pada debat yang ketigapun ia mengulanginya. Pada debat ketiga, Prabowo lebih spesifik mengatakan apa yang akan ia lakukan terhadap keuangan Negara: penghematan, menutup kebocoran pemakaian anggaran dan disisi lain mengejar uang Negara yang lari keluar negeri.

Lain Bapak lain Ibu. Seorang Ibu lebih focus ke dalam rumah tangganya. Ia bukan orang yang mencari penghasilan, tetapi yang mengurus rumah tangganya. Karenanya Ibu akan tahu secara detail apa yang harus dikerjakan dan dibelanjakan untuk kebutuhan rumah tangganya. Ia mempunyai shopping list yang komplit untuk membuat rumah tangganya nyaman, kadang tanpa terpikir dapat dari mana uangnya!

Jika Prabowo mengatakan akan mencetak sawah 2 juta hektar, dalam bayangannya adalah mencetak lapangan pekerjaan dan sumber penghasilan baru. Sedang Jokowi mengatakan ia akan membangun bendungan 25 buah dalam 5 tahun. Jokowi sudah punya shopping list untuk bidang pertanian, yaitu bendungan!

Bapak lebih bicara pada global, sedangkan Ibu akan bicara detail dan pelaksanaan dilapangan. Pada Prabowo dan Jokowi-pun juga demikian.

Mencetak sawah 2 juta hektar sawah adalah sasaran globalnya, dan pasti memerlukan irigasi dan pengairan, dan hal itu lebih teknis akan dibicarakan ditingkatan yang bawahnya, pada level Menteri dan Gubernur. Sedang Jokowi memulai dari bawah, bahwa pada saat sekarang, kekurangan pertanian di Indonesia dan hasil pertanian yang belum maksimal karena belum banyaknya bendungan untuk mengairi sawah, sehingga ia mengatakan akan membangun bendungan 25 buah dalam 5 tahun.

Jika Bapak lebih mengutamakan kebutuhan dasar dan apa adanya, maka Ibu kadang masih bisa memperhatikan hal-hal kecil yang mengundang perhatian. Hal itu juga tercermin pada Prabowo dan Jokowi. Prabowo sebagai cerminan figure Bapak tampil sesuai dengan apa yang dia miliki, benar-benar tanpa polesan. Dia punya helicopter, ya kemana-mana pake helicopter, meskipun ia sadar akan timbul stigma negative, dia punya mobil yang dipake untuk kegiatan sehari-hari, ya mobil itu pulalah yang mengantarkannya bolak-balik ke KPU. Sedang Jokowi lebih dipoles, dan sadar bahwa dirinya sedang menjadi sorotan dan berusaha mendapatkan suara dari masyarakat kecil, maka mulai dari kendaraan yang dia pakai waktu ke KPU ia atur betul, kadang memakai sepeda kemudian bajaj, minum jamu pada waktu test kesehatan, dan juga baliho dan banner kampanyenya juga memajang foto dirinya yang mengenakan barang yang harganya murah, sampai jas dan baju batik yang dikenakan pada waktu debat.

Jokowi Kopyah

Terlihat perihal sifat Bapak dan Ibu ketika Prabowo dan Jokowi menjawab pertanyaan moderator pada debat ketiga. Pada waktu tersebut, moderator bertanya, ‘Bagaimana bapak membuat kebijakan untuk mengambil peran penting membuat Indonesia disegani termasuk di luar kawasan termasuk menjadi pemimpin di Asean? Menjawab terlebih dahulu adalah Jokowi dengan jawaban: ‘ Dengan menjadi ketua konferensi seperti ketua KTT Asia, bisa membuat bangsa Indonesia dihargai oleh bangsa-bangsa lain, karena Negara-negara tersebut dengan sendirinya akan datang mendekat, butuh dengan kita, jadi konferensi semacam ini harus lebih sering kita adakan dan kita galakkan!’, kelihatan bahwa jawaban Jokowi mencerminkan seorang Ibu, yang senang kenduri dan perayaan-perayaan, terlibat dalam hal seperti arisan, sehingga kelihatan eksis ditetangga sekitar.

Sedangkan sifat Bapak tercermin pada jawaban Prabowo berikut: ‘Indonesia akan dihargai oleh bangsa lain bukan dengan banyaknya konferensi yang kita adakan, tapi Indonesia akan dihargai dan berwibawa dimata Negara lain jika ekonomi kita kuat, rakyat sejahtera dan hidup makmur!’. Bapak adalah orang yang mencari penghasilan, ia tahu kebutuhan dasar apa yang harus dipenuhi terlebih dahulu untuk Indonesia yang masih termasuk Negara berkembang.

Sama halnya ketika seorang anak dari keluarga sederhana ingin dirayakan ulang tahunnya, sang Bapak mungkin akan menjawab ‘Lebih baik ulang tahunmu ganti dengan beli buku atau sepatu saja!’, sedangkan sang Ibu berpikiran, ingin menyenangkan anaknya sekali-kali, yah tidak apalah kalau dirayakan dengan sederhana!

Rumah tangga akan hidup bersosialisasi dengan tetangga sekitar. Seorang Bapak adalah symbol dari rumah tangga tersebut. Apabila ada hal yang mengganggu dari luar, maka kewajiban Bapak-lah yang harus berperan aktif. Karena itu, Bapak terlihat lebih galak keluar sedang Ibu biasanya lebih kompromistis. Dalam paparan visi-misinya untuk hubungan internasional, Prabowo, sang Bapak terlihat tegas dan dengan nada bergetar mengatakan ‘Tidak sejengkal tanahpun akan dibiarkan lepas dari wilayah NKRI, tidak sejengkal tanahpun akan dibiarkan lepas dari wilayah NKRI!’ jarang-jarang Prabowo mengatakan sesuatu hal sampai dua kali dalam waktu yang sama sebagai tanda bahwa ia benar-benar menitikberatkan hal tersebut. Beda dengan Jokowi yang lebih menekankan diplomasi dan diplomasi, sebagaimana layaknya seorang Ibu.

Seorang Bapak adalah ‘anjing penjaga’ bagi rumah tangganya, sedangkan seorang Ibu menjadi pemanis hubungan bertetangga dengan bersosialisasi!

Mengenai geopolitik, yang merupakan politik dalam kehidupan bertetangga. Sama seperti halnya keterampilan seseorang dalam pengenalan ruang tiga dimensi. Seorang Bapak mempunyai pengenalan ruang tiga dimensi yang lebih baik daripada seorang Ibu. Bapak lebih hafal jalan-jalan daripada Ibu yang lebih suka tersesat jika pergi ke suatu kota. Bapak lebih sering berada diluar, sedangkan Ibu bertugas di bagian domestic.

Hal itu juga tercermin pada sifat antara Prabowo dan Jokowi ketika menjawab mengenai konflik Laut China Selatan. Ketika menjawab tentang konflik di Laut China Selatan, Jokowi menjawab dengan normatif kalau ia akan melihat kasusnya terlebih dahulu dan seberapa jauh konflik itu berpengaruh terhadap Indonesia, apakah menguntungkan apa tidak, terlihat bahwa Jokowi belum paham situasi disekitar ASEAN. Sedang Prabowo, yang kelihatan penguasaan ruang tiga dimensinya lebih baik dan paham tentang politik lingkungan sekitar, mengingatkan Jokowi, bahwa salah satu wilayah Indonesia ikut-ikutan diklaim dan menjadi salah satu potensi konflik di area Laut China Selatan.

Seorang Bapak jarang berkeluh kesah, tetapi seorang Ibu sering berkeluh kesah agar ia dimengerti. Jika Prabowo mempunyai sifat memuji orang lain, seperti pemerintahan SBY dan malah juga tanpa ragu memuji jawaban dari Jokowi apabila ia setuju dengannya, maka kalau Jokowi sering terlihat pasrah dan ‘berkeluh kesah’. Untuk suatu permasalahan, Jokowi sering mengatakan bahwa itu bukan salah dirinya, sebenarnya adalah hal yang wajar, karena ia ingin dimengerti bahwa ia telah bekerja keras tetapi ada hal yang diluar kuasanya yang tidak bisa ia pecahkan.

Cara berkampanyepun juga sangat berbeda. Jika Prabowo sering berorasi didepan banyak massa dilapangan dengan atribut yang laki banget, seperti membawa kuda, kacamata hitam atau berdiri di atas mobil, sedang Jokowi lebih terlihat tenang dan kikuk berorasi serta senang mendatangi pasar dan tempat keramaian. Meski Jokowi penggemar music rock, tetapi ia terlihat tenang dan mudah tersenyum.

Kalau dari segi fisik dan gesture, sangat mudah terlihat, kalau Prabowo mewakili seorang Bapak yang cara bicaranya lebih tegas dan percaya diri sedang Jokowi terlihat lebih kikuk, malu-malu dan dengan nada suara rendah.

Hobinyapun sangat berbeda, jika Prabowo mempunyai hobi pencak silat, terjun payung dan berkuda juga dikenal sangat aktif waktu muda, sedang Jokowi mempunyai hobi bersepeda dan jogging, dan pada masa mudanya relatif lebih tenang. Representasi yang sangat pas untuk Bapak dan Ibu.

Jika kita datang pada seorang Bapak, ia akan bercerita tentang cita-cita yang setinggi langit, ia akan mengajak kita berdiskusi tentang dunia luar dan menyemangati kita, ia juga akan menanyakan keadaan kita diluar seperti disekolah untuk memastikan tidak ada yang mengganggu kita, dan memberikan tips dan trik kepada kita untuk melawan hambatan dan gangguan dari luar. Figur Bapak adalah seorang yang visioner, berwibawa dan heroik dimata anggota keluarganya.

Hal yang berbeda akan kita rasakan jika datang pada seorang Ibu. Ia adalah pengawas kita untuk hal-hal yang kecil dalam keseharian, mengatur jadwal kita, peduli pada kesehatan kita, jam belajar kita dan segala etika yang harus ditegakkan. Wajah Ibu tidak akan seseram Bapak, ia menjadi tempat yang nyaman untuk mengadu bahkan Ibu dan anak juga sering saling berkeluh-kesah. Dalam beberapa hal ibu lebih permisif kepada anaknya, karena sifat kasihnya untuk menyenangkan anaknya. Figur Ibu adalah seorang yang ramah dan menjadi tempat mengadu.

Seorang Bapak mempunyai visi atau cita-cita, mengusahakan agar mendapatkan penghasilan untuk membiayai visinya, dan mempunyai jiwa kepemimpinan untuk ‘memaksa’ bagian dibawahnya dapat berjalan sesuai arah visinya. Seorang Bapak juga menjadi ‘anjing penjaga’ bagi rumah tangganya, harus tampil garang dan berwibawa, dan tidak boleh terlihat ‘menangis’. Ia menjadi pelindung bagi anggota keluarganya, memberikan rasa aman dan kebanggaan!

Sedang seorang Ibu mempunyai program-program kerja yang akan dilaksanakan sesuai arah dan tujuan rumah tangga tersebut, membagi pendapatan dengan baik agar semua program berjalan dan kemudian Ibu juga yang harus mengawasi agar program-program dapat terlaksana. Seorang Ibu akan tampil lebih lembut dan mengayomi, ia menjadi comforter bagi semua anggota keluarganya.

Seorang Bapak dan seorang Ibu tidak seharusnya bersaing, tetapi menjadi suatu mitra untuk membangun rumah tangga bersama.

Beberapa pengamat mengatakan bahwa perbedaan antara Prabowo dan Jokowi sama seperti perbedaan seorang Leader dengan Manager. Saya mempunyai pendapat yang berbeda, membandingkan mereka sama seperti membandingkan antara Bapak dan Ibu.

Keduanya sama-sama baik, tentu disesuaikan dengan kondisi kapan kita memerlukan porsi yang lebih banyak antara Leader dan Manager dan antara Bapak dan Ibu.

Pendapat saya, saat ini Ibu pertiwi lebih memerlukan figur seorang Bapak untuk menjadi Kepala Negara-nya!

Salam Indonesia Raya!




Sumber : http://ift.tt/1opnMOd

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz