Suara Warga

Tega, "Anu" nya Gepeng Diperkosa

Artikel terkait : Tega, "Anu" nya Gepeng Diperkosa

14152853281205482140

Dulu hingga sekarang gelandangan dan pengemis masih banyak menjamur dimana-mana. Baik di kota ataupun di daerah daerah kecil. Bukanya tak diayomi oleh pemerintah, tapi semakin banyaknya tuna wisma ini akibat ketergantungan mereka dalam meminta minta. Dari anak anak hingga yang sudah uzur pun turun ke jalan demi sesuap nasi. Tak perduli panas, hujan, macet, hingga tertabrak kendaraan bermotor sekalipun. Yang terpenting, hanya mendapatkan uang dengan mudah dan mengadahkan tangan ke pengendara.

Tingginya urbanisasi yang terjadi saat ini semakin memperparah keadaan di kota kota besar. Misalnya Jakarta. Sudah berapa banyak penduduk desa yang pindah ke Jakarta untuk mengadu nasib kesana. Tercatat, semakin tahun semakin bertambah saja. Dengan pendidikan yang rendah dan kurangnya keterampilan kerja, membuat mereka hanya bisa mendapatkan pekerjaan seadanya. Bahkan ada yang pergi jauh jauh ke Jakarta dan hanya mendapatkan tangan hampa. Iming iming gaji besar yang ditawarkan , tak sebanding dengan realita yang ditawarkan. Ujung unjungnya mereka mengemis dan menggelandang.

Akhir akhir ini, berita mengenai gelandangan dan pengemis membanjiri layar kaca. Razia demi razia digalakan oleh pemeintah demi terciptanya keaman dan keindahan kota. Mulai dari jalanan hingga kolong kolong jembatan. Para gepeng itu banyak memberikan perlawanan dengan cara apapun. Tapi pada akhirnya mereka tetap diciduk juga. Meski tak terjaring semuanya, tapi sebagian besar telah tergerus satpol PP. Perhatian tak hanya tertuju pada hal tersebut, munculnya gepeng dengan jumlah uang puluhan juta membuka tabir tersendiri. Iyakah itu pantas disebut fakir miskin ? Padahal penghasilan mereka perhari saja bisa lebih dari cukup.

Pemikiran tersebut kemudian membuka pikiran orang orang pajak. Pantaskah seandainya seorang gepeng dikenakan atau DISENTUH pajak penghasilan ? Perlu diketahui, bahwa orang pajak tak memandang siapapun, baik pekerjaan atau kedudukanya. Yang penting ada penghasilan dari wajib pajak yang melebihi PTKP yang ditetapkan. Bila ditilik dari narasumber, penghasilan gepeng ini besar loh. Ada yang tertangkap basah membawa uang sebesar 25 juta rupiah. Nah loh, gimana ? sebenarnya kan tidak etis bila dilihat dari jenis pekerjaan mereka bila harus dipungutin pajak. Namun, bukankah dasar pemungutan pajak itu harus proporsional.

Sebenarnya, ini yang akan membuka jalan pikiran kita. Diluar negeri saja contohnya, pekerjaan sebagai tunasusila disebut terang terangan oleh wajib pajaknya itu sendiri dalam pembayaran pajaknya. Memangnya ada yang salah. Tidak kan ? yang penting ada penghasilan memenuhi atau lebih dari PTKP ialah kewajiban kita dalam membayar pajak. Kesadaran akan membayar merupakan sebagian tolak ukur dalam kemakmuran suatu Negara. Karena pajak menopang sekitar 80 % keuangan Negara. Loh, soal gepeng tadi gimana solusinya kawan kawan. Menurut kalian perlu dipungut pajak atau tidak, bila di lihat dari penghsilannya aja udah segitu ?

Write a comment guys !!

Dasar Pemikiran by pak Tulus

http://ift.tt/1tgMhj5




Sumber : http://ift.tt/13MHEcb

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz