Panglima TNI: Masyarakat Harus Tahu, Alutsista Itu Mahal dan Teknologinya Tinggi
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengunjungi stand pameran Industri Pertahanan pada ajang Indodefence 2014 Expo & Forum, di JiExpo, Kemayoran, Jakarta –Pusat, Kamis siang, 6 Nopember.Orang nomor satu di jajaran TNI itu didampingi Kasum TNI Laksdya TNI Ade Supandi, Irjen TNI Letjen TNI Syafril Mahyudin, Asrenum Panglima TNI Mayjen TNI Sumedy, Asintel Panglima TNI Laksda TNI Amri Husaini, Asops Panglima TNI Mayjen Indra Hidayat, Aster Panglima TNI Mayjen Ngakan Gede Sugiartha, dan Kapuspen TNI Mayjen TNI M. Fuad Basya.
Rombongan Panglima TNI menyambangi stand Mabes TNI, Mabes TNI AD, Mabes TNI AL dan Mabes TNI AU, stand Locked Martin dari Amerikat Serikat, Korea Aerospace, Rusia, Italia, Turki, India, mobile autonum launcher (alat untuk meluncurkan misile) serta beberapa stand dalam dan luar negeri.
Disela-sela kunjungannya Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengatakan, masyarakat harus mengetahui bahwa alutsista TNI itu harganya mahal dan teknologinya tinggi, karena itu Indonesia harus mengikuti perkembangannya agar memiliki keseimbangan (balance of power) dengan negara-negara lain.
“Kita tidak meninggalkan produk dalam negeri. Tetap kita prioritaskan alutsista kita untuk produk dalam negeri, tapi persoalan high technology itu juga tidak bisa ditinggalkan, kita harus bisa menyelaraskan, seperti radar yang baru saya lihat, ini 85 persen bisa dibuat di Indonesia, di Bandung,” kata Panglima TNI.
Dengan membeli barang dari luar negeri, maka akan terjadi transfer of technology, dengan begitu lama-kelamaan negara kita bisa memproduksinya sendiri. Kapan Indonesia mampu memproduksi sendiri? Panglima TNI mengatakan, bahwa soal itu adalah kewenangan Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang dapat menjawabnya dan menanganinya. Nanti akan dilihat sejauh mana kekurangan-kekurangan dan sejauh mana yang 15 persen produksi bisa dipenuhi.
Indonesia sudah dapat dipastikan akan membeli alutsista yang canggih dari luar negeri. Misalnya, membeli pesawat pengganti F5 Tiger TNI AU dari luar negeri, kalau tidak Indonesia akan ketinggalan dengan negara lain. Pesawat tempur TNI yang sudah diajukan untuk dibeli adalah Sukhoi SU/35, Griven, dan F-16. Menurut Panglima, persoalan high technology menjadi ukuran, tetapi persoalan-persoalan politik juga menjadi pertimbanga.
“Ingat, pembelian pesawat juga ada kaitannya (politik) itu,” ujar Panglima TNI.
Terkait banyaknya pesawat asing yang masuk wilayah udara Indonesia yang dicegat oleh pesawat tempur TNI AU untuk di lakukan pemeriksaan akhir-akhir, menurut Panglima TNI, kemungkinan selama ini wilayah udara kita pengamanannya agak longgar, sehingga memungkinkan pesawat asing bebas masuk, namun sekarang ini tidak bisa lagi seperti kemarin.
“Kalau ada pesawat asing yang macam-macam, turunkan,” tandas Panglima TNI.
Karena itu, kata Panglima, ada persoalan hukum yang harus dibenahi. Pesawat tempur Sukhoi TNI AU begitu dia terbang, akan menelan biaya Rp 400 juta per jam. Sementara pesawat asing yang ditangkap TNI hanya dikenakan denda Rp 60 juta, tentu hal ini akan merugikan Indonesia dari sisi biaya operasional pengejaran dan penangkapan pesawat asing.
Pameran industri pertahanan berskala internasional ini berlangsung sejak 5 Nopember dan akan ditutup pada Sabtu besok, 8 November. Sedikitnya ada 56 negara yang mengirimkan delegasi resminya untuk menyaksikan pameran yang bertajuk “World Defence Technology”. Sedikitnya ada 700 stand perusahaan baik dari dalam dan luar negeri yang memamerkan produk-produk peralatan pertahanan dan keamanan dengan teknologi terkini.
Sumber : http://ift.tt/1uBrkXi