KMP Optimis Rebut Kursi Pimpinan MPR
Setelah memenangi perebutan kursi Pimpinan DPR-RI , Koalisi Merah Putih (KMP) giliran akan merebut kursi pimpinan MPR-RI. Sejumlah nama dari KMP dipastikan akan bersaing dalam pemilihan Ketua MPR-RI periode 2014-2019. Mereka adalah Dimyati (PPP), Romahurmuzy (PPP), Irgan Chaerul Mahfidz (PPP), Hasrul Azwar (PPP), Titiek Soeharto (Golkar), Syarif Hasan (Demokrat) dan Nurhayati Ali As-Segaf (Demokrat).
Sementara dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH), setelah kalah dalam perebutan pimpinan DPR-RI, kini juga mengincar kursi pimpinan MPR-RI dengan mengajukan sejumlah kandidat dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Nama-nama yang santer dibicarakan adalah Asmawati (Sumsel), Abdul Gafar usman (Riau), Hudani Rani (Babel), Oesman Sapta (Kalbar), Ajiep Padindang (Silsel), Hana Hasanah Fadel (Gorontalo), John Pieris (Maluku), Akhmad Muqowam (Jateng) dan AM Fatwa (DKI). lihat disini
Sama dengan pimpinan Ketua DPR-RI yang terdiri dari 5 orang dengan komposisi 1 orang ketua dan 4 orang wakil, pimpinan MPR-RI juga terdiri dari jumlah yang sama. KIH berharap pimpinan MPR-RI dibagi rata dengan komposisi Ketua MPR-RI dijabat oleh anggota DPD sebagai peneyimbang, sedangkan wakil ketua diisi oleh 2 orang dari KIH, dan 2 orang lainnya dari KMP. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi ketegangan di Senayan yang hingga ini belum reda.
Tidak demikian halnya dengan KMP yang tetap kekeh ingin merebut sepenuhnya kursi pimpinan MPR-RI. Jika proses musyawarah mufakat tidak tercapai, maka voting menjadi penentu akhir dan tampaknya peluangnya fifty-fifty karena kedua kekuatan sama berimbang. KIH dan DPD yang pro pimpinan MPR-RI dipercayakan kepada DPD atau dibagi rata sebagaimana tersebut di atas memiliki modal 343 kursi atau suara, sedangkan KMP yang pro pimpinan MPR-RI dari koalisinya sendiri memiliki modal 353 kursi atau suara. (lihat tabel)

Secara umum KMP menang karena lebih unggul 10 kursi/suara dibanding KIH/DPD. Namun kalau proses pengambilan keputusan dengan cara voting, one man one vote masih memungkinkan ada perpindahan suara dari satu gerbong ke gerbong yang lain, atau minimal abstain, sehingga peta dukungan akan berubah.
KMP sendiri akan tetap berusaha maksimal untuk mengegolkan kandidatnya menduduki kursi pimpinan MPR-RI, karena masih ada anggota koalisi, yakni PPP yang belum mendapatkan jatah kursi pimpinan. Seperti diketahui sebelumnya, jatah pimpinan DPR-RI dipegang Golkar, Gerindra, PAN, PKS dan Demokrat, sementara PPP diplot untuk duduk di kursi pimpinan MPR-RI.
Mengapa KMP ngotot, karena selain belum genapnya bagi-bagi kursi, posisi MPR diyakni mempunyai wewenang yang cukup strategis dari segi politik. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 UUD 1945, MPR mempunyai wewenang untuk mengubah dan menetapkan UUD, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan MPR mempunyai wewenang memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD 1945.
Salah satu yang diplot dari KMP adalah Sang Inisiator WO paripurna RUU Pilkada, Nur Hayati Assegaf. Meski kabarnya dikecam oleh SBY tapi justru akan mendapatkan hadiah berupa jabatan pimpinan MPR-RI. Inilah yang kemudian menjadi tanda-tanya besar, kemarahan SBY waktu itu benar-benar sebagai bentuk kekecewaan terhadap Fraksi Demokrat atau hanya sekedar sandiwara saja? Jawabannya kita tungggu setelah Pimpinan MPR-RI 2014-2019 terpilih (rencananya) nanti, karena saat ini masih terjadi proses lobi-lobi antar pimpinan fraksi di Senayan. (Banyumas; 06 Oktober 2014)
Salam Kompasiana!
Lihat Juga ;
1. Berlomba Mencari Pahala Di Kompasiana
2. Panggung Rsi Heboh Karena Ada Millane Fernandez
Sumber : http://ift.tt/1xfUOaB
Sementara dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH), setelah kalah dalam perebutan pimpinan DPR-RI, kini juga mengincar kursi pimpinan MPR-RI dengan mengajukan sejumlah kandidat dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Nama-nama yang santer dibicarakan adalah Asmawati (Sumsel), Abdul Gafar usman (Riau), Hudani Rani (Babel), Oesman Sapta (Kalbar), Ajiep Padindang (Silsel), Hana Hasanah Fadel (Gorontalo), John Pieris (Maluku), Akhmad Muqowam (Jateng) dan AM Fatwa (DKI). lihat disini
Sama dengan pimpinan Ketua DPR-RI yang terdiri dari 5 orang dengan komposisi 1 orang ketua dan 4 orang wakil, pimpinan MPR-RI juga terdiri dari jumlah yang sama. KIH berharap pimpinan MPR-RI dibagi rata dengan komposisi Ketua MPR-RI dijabat oleh anggota DPD sebagai peneyimbang, sedangkan wakil ketua diisi oleh 2 orang dari KIH, dan 2 orang lainnya dari KMP. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi ketegangan di Senayan yang hingga ini belum reda.
Tidak demikian halnya dengan KMP yang tetap kekeh ingin merebut sepenuhnya kursi pimpinan MPR-RI. Jika proses musyawarah mufakat tidak tercapai, maka voting menjadi penentu akhir dan tampaknya peluangnya fifty-fifty karena kedua kekuatan sama berimbang. KIH dan DPD yang pro pimpinan MPR-RI dipercayakan kepada DPD atau dibagi rata sebagaimana tersebut di atas memiliki modal 343 kursi atau suara, sedangkan KMP yang pro pimpinan MPR-RI dari koalisinya sendiri memiliki modal 353 kursi atau suara. (lihat tabel)
Secara umum KMP menang karena lebih unggul 10 kursi/suara dibanding KIH/DPD. Namun kalau proses pengambilan keputusan dengan cara voting, one man one vote masih memungkinkan ada perpindahan suara dari satu gerbong ke gerbong yang lain, atau minimal abstain, sehingga peta dukungan akan berubah.
KMP sendiri akan tetap berusaha maksimal untuk mengegolkan kandidatnya menduduki kursi pimpinan MPR-RI, karena masih ada anggota koalisi, yakni PPP yang belum mendapatkan jatah kursi pimpinan. Seperti diketahui sebelumnya, jatah pimpinan DPR-RI dipegang Golkar, Gerindra, PAN, PKS dan Demokrat, sementara PPP diplot untuk duduk di kursi pimpinan MPR-RI.
Mengapa KMP ngotot, karena selain belum genapnya bagi-bagi kursi, posisi MPR diyakni mempunyai wewenang yang cukup strategis dari segi politik. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 UUD 1945, MPR mempunyai wewenang untuk mengubah dan menetapkan UUD, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden, dan MPR mempunyai wewenang memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD 1945.
Salah satu yang diplot dari KMP adalah Sang Inisiator WO paripurna RUU Pilkada, Nur Hayati Assegaf. Meski kabarnya dikecam oleh SBY tapi justru akan mendapatkan hadiah berupa jabatan pimpinan MPR-RI. Inilah yang kemudian menjadi tanda-tanya besar, kemarahan SBY waktu itu benar-benar sebagai bentuk kekecewaan terhadap Fraksi Demokrat atau hanya sekedar sandiwara saja? Jawabannya kita tungggu setelah Pimpinan MPR-RI 2014-2019 terpilih (rencananya) nanti, karena saat ini masih terjadi proses lobi-lobi antar pimpinan fraksi di Senayan. (Banyumas; 06 Oktober 2014)
Salam Kompasiana!
Lihat Juga ;
1. Berlomba Mencari Pahala Di Kompasiana
2. Panggung Rsi Heboh Karena Ada Millane Fernandez
Sumber : http://ift.tt/1xfUOaB