Pengaruh ISIS di Wilayah Maluku
Munculnya Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) menjadi perbincangan hangat di dunia. ISIS sendiri diambil dari berbagai literatur adalah sebuah negara dan kelompok militan jihad yang tidak diakui di Irak dan Suriah. Belum ada konsensus tentang bagaimana harus menyebut kelompok militan tersebut.
Keberadaan ISIS dianggap lebih berbahaya ketimbang Al-Qaidah, karena mempunyai ribuan personel pasukan perang, yang siap mendeklarasikan perang terhadap mereka yang dianggap bertentangan atau menentang berdirinya negara Islam. Mereka menjadi kekuatan politik baru yang siap melancarkan serangan yang jauh lebih brutal daripada Al-Qaidah. ISIS menjadi sebuah kekuatan baru yang siap melancarkan perlawanan sengit terhadap rezim yang berkuasa yang dianggap tidak mampu mengemban misi terbentuknya negara Islam. Ironisnya, mereka mengabsahkan kekerasan untuk menindas kaum minoritas dan menyerang rezim yang tidak sejalan dengan paradigma negara Islam. ISIS menjadi kekuatan politik riil dengan ideologi yang jelas dan wilayah yang diduduki dengan cara-cara kekerasan.
Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal, Musthofa Ali Yakub, menilai kelompok radikal ISIS terlahir bukan dari rahim umat Islam, kendati kelompok ini mendengungkan label Islam dalam perkembangannya. Hal ini disampaikan saat konferensi pers Koalisi Umat Islam Indonesia untuk menolak ISIS di negara Indonesia. Selain itu, Musthofa Ali juga memaparkan, ada dua alasan yang mendasari bahwa ISIS bukan terlahir dari rahim Islam. Pertama, ajaran atau cara-cara kelompok ini berlawanan dengan ajaran Islam. Misalnya, dalam penggunaan stempel Rasulullah dalam bendera ISIS, dimana ada tulisan berbentuk bulatan dibagian atasnya ada tulisan Allah dan dibawahnya Muhammad, maka bila dibaca dari bawah itu Muhamad Rasulullah. Karena itu, tidak ada satupun umat Islam yang berani memakai stempel tersebut untuk apapun, tetapi kenyataannya ISIS menggunakan itu untuk stempel mereka. Kedua menyangkut dilakukannya pembunuhan baik itu kepada muslim dan non muslim, terutama terhadap orang yang bukan kelompoknya itu sangat jelas bukanlah ajaran Islam. Contohnya, ISIS kabarnya membunuh orang non muslim di Armenia.
Di Indonesia sendiri yang mayoritas sebagian penduduknya merupakan beragama Islam menjadi lahan subur berkembanganya ISIS, terutama wilayah bekas konflik bernuansa SARA seperti di Maluku. Konflik bernuansa SARA tahun 1999 di Maluku sampai saat ini masih menyisakan trauma konflik bagi masyarakat dan menjadikan masyarakat menjadi terkotak-kotak antara Muslim dan Kristen. Konflik tahun 1999 juga meninggalkan pengaruh negative akibat fanatisme agama yang berlebihan yang dibungkus dengan semangat jihad yang salah melalui kelompok Islam garis keras (Igaras) yang sampai saat ini masih ada meskipun aktivitas mereka tidak mencolok. Dalam perkembangannya, kelompok Igaras masih terus berusaha untuk mempengaruhi masyarakat untuk ikut berpatisapsi mendukung berdirinya Negara Islam di Indonesia, karena mereka meyakini bahwa hanya dengan membentuk Negara Islam, Indonesia akan merdeka dari penjajahan kaum kafir (thogut).
Salah satu usaha yang mereka lakukan adalah dengan memanfaatkan isu ISIS untuk dijadikan media bagi kelompok Igaras di Maluku untuk mengeksistensi keberadaan mereka dan terus berjuang mendirikan Negara Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Contohnya apa yang dikatakan pejabat pemerintahan di kabupaten Maluku Tengah yang tidak mau disebutkan identitasnya mengatakan bahwa tanggal 10/8/2014 (Minggu), beberapa pegawai kelurahan di Desa Haya melaporkan mengenai penyebaran brosur dan selebaran mengenai pergerakan ISIS. Brosur dan selebaran disebarkan di Desa Haya, Desa Tehoru dan Desa Yaputih, yang isinya mengajak pemuda di Maluku untuk berpartisipasi dalam penegakan Negara Islam. Sampai saat ini penyebar selebaran dan brosur masih dalam penyelidikan aparat keamanan. Selain itu, pejabat tersebut juga memperoleh informasi bahwa buku terakhir dari Abu Bakar Ba’asyir telah menyebar di Desa Haya. Akibat dari buku itu, beberapa warga dengan paham radikal telah mulai membicarakan profil ISIS yang dinilai lebih efektif untuk menegakkan Islam. Beberapa waktu lalu, pihaknya menerima laporan bahwa, warga Haya yang terkenal memiliki paham radikal berinisial TK, telah melakukan pemukulan terhadap LU (orang tua TK), sambil menyatakan bahwa darah seluruh keluarganya halal baginya, karena mereka tidak mematuhi ajaran Islam.
Akibat ISIS pula aparat keamanan menangkap dua orang yang diindikasikan sebagai pengikut ISIS tanggal 9/8/2014 (Sabtu), pukul 21.00 WIT, di depan Mesjid Al - Muttaqim Jl. Kesatrian Batu Merah Dalam Kec. Sirimau Ambon. Kedua orang tersebut adalah Abu alias Zul yang berumur 19 tahun. Pemuda lulusan SMU di kecamatan Tehoru, kabupateng Maluku Tengah yang juga berprofesi sebagai buruh angkat batu kubik dan guru mengaji ini ditangkap aparat keamanan sambil membawa tas yang berisi satu buah tafsir Al - Quran, satu buah Zus Amma, buku tulis yang berisi gambar ISIS, gambar senjata dan gambar manusia memakai sorban tutup kepala. Selanjutnya adalah Wahyu Sigit Soulissa. Pemuda berusia 15 tahun yang masih sekolah di SMU 11 Kota Ambon ini ditangkap aparat keamanan dengan memakai kaos ISIS. Saat dimintai keterangan di Polres P.Ambon dan PP Leasse, Wahyu Sigit Soulissa mengatakan bahwa Ustad Abu alias Zul adalah guru ngaji dan setelah mengajar ngaji biasanya Ustad Abu memberikan ceramah tentang ajaran jihad kepada anak didiknya di rumah kosnya.
Menurut keterangan aparat keamanan di Maluku, jejak kelompok Igaras paska konflik bernuansa SARA tahun 1999 di Maluku sampai saat ini masih terindikasi aktif, melalui diadakannya pengajian dirumah-rumah simpatisan atau pengikut secara bergiliran agar tidak terendus aparat keamanan. Dalam pengajian tersebut, para ustad sering memberikan pemahaman mengenai jihad dengan versi mereka yang tentunya bertolak belakang dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Pemanfaatan isu ISIS akhir-akhir ini oleh tokoh maupun simpatisan Igaras merupakan bukti nyata bahwa keberadaan kelompok Igaras ini belum habis dan berpotensi membesar bila tidak dicegah bersama-sama baik oleh pemerintah, tokoh agama dan masyarakat luas, karena tidak ada satu agamapun yang membenarkan tindak kekerasan apalagi Islam. Bahkan Rasulullah saw dengan tegas selalu menekankan bahwa “Tidaklah beriman seseorang diantara kamu sampai dia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”. Seseorang yang menghalalkan segala cara demi terwujudnya cita-citanya seperti halnya teroris dipastikan memiliki kedangkalan pemahaman terhadap agama, karena seorang yang shaleh tentu memiliki kelembutan perangai dalam memahami ajaran agamanya. Seorang yang shaleh adalah pejuang-pejuang agama, dan seorang teroris adalah pengkhianat agama.
Peranan para tokoh agama sangatlah menentukan kedamaian, karena para tokoh agamalah yang mampu membawa pesan-pesan ilahi yang penuh dengan keberkahan dan kedamaian untuk kemaslahatan hidup manusia dan untuk kemanusiaan. Tokoh agamalah yang dapat menjelaskan pesan moral tentang cinta kasih dan kedamaian ini melalui pintu dan bahasa agama. Jika ISIS atau teroris memakai agama sebagai pembenaran untuk melegalisasi aksi terror mereka, maka tokoh agamalah yang diharapkan untuk melakukan pendekatan melalui pemahaman agama yang religious dan humanis.
Kepada masyarakat seluruh Indonesia juga diminta untuk memantau kegiatan-kegitan yang berkaitan dengan kelompok Igaras tersebut, sehingga dapat bertindak dan memberikan informasi kepada pemerintah, agar kegiatan dari organisasi tersebut jangan sampai berkembang di NKRI yang kita cintai ini. Selain itu aparat pemerintah secepatnya bertindak tegas, karena ISIS ini merupakan ancaman bagi keberagaman di negara ini. Semoga langkah-langkah yang diambil dapat menghadang berkembangnya ISIS di Republik ini.
Sumber : http://ift.tt/1t2QZp5
Keberadaan ISIS dianggap lebih berbahaya ketimbang Al-Qaidah, karena mempunyai ribuan personel pasukan perang, yang siap mendeklarasikan perang terhadap mereka yang dianggap bertentangan atau menentang berdirinya negara Islam. Mereka menjadi kekuatan politik baru yang siap melancarkan serangan yang jauh lebih brutal daripada Al-Qaidah. ISIS menjadi sebuah kekuatan baru yang siap melancarkan perlawanan sengit terhadap rezim yang berkuasa yang dianggap tidak mampu mengemban misi terbentuknya negara Islam. Ironisnya, mereka mengabsahkan kekerasan untuk menindas kaum minoritas dan menyerang rezim yang tidak sejalan dengan paradigma negara Islam. ISIS menjadi kekuatan politik riil dengan ideologi yang jelas dan wilayah yang diduduki dengan cara-cara kekerasan.
Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal, Musthofa Ali Yakub, menilai kelompok radikal ISIS terlahir bukan dari rahim umat Islam, kendati kelompok ini mendengungkan label Islam dalam perkembangannya. Hal ini disampaikan saat konferensi pers Koalisi Umat Islam Indonesia untuk menolak ISIS di negara Indonesia. Selain itu, Musthofa Ali juga memaparkan, ada dua alasan yang mendasari bahwa ISIS bukan terlahir dari rahim Islam. Pertama, ajaran atau cara-cara kelompok ini berlawanan dengan ajaran Islam. Misalnya, dalam penggunaan stempel Rasulullah dalam bendera ISIS, dimana ada tulisan berbentuk bulatan dibagian atasnya ada tulisan Allah dan dibawahnya Muhammad, maka bila dibaca dari bawah itu Muhamad Rasulullah. Karena itu, tidak ada satupun umat Islam yang berani memakai stempel tersebut untuk apapun, tetapi kenyataannya ISIS menggunakan itu untuk stempel mereka. Kedua menyangkut dilakukannya pembunuhan baik itu kepada muslim dan non muslim, terutama terhadap orang yang bukan kelompoknya itu sangat jelas bukanlah ajaran Islam. Contohnya, ISIS kabarnya membunuh orang non muslim di Armenia.
Di Indonesia sendiri yang mayoritas sebagian penduduknya merupakan beragama Islam menjadi lahan subur berkembanganya ISIS, terutama wilayah bekas konflik bernuansa SARA seperti di Maluku. Konflik bernuansa SARA tahun 1999 di Maluku sampai saat ini masih menyisakan trauma konflik bagi masyarakat dan menjadikan masyarakat menjadi terkotak-kotak antara Muslim dan Kristen. Konflik tahun 1999 juga meninggalkan pengaruh negative akibat fanatisme agama yang berlebihan yang dibungkus dengan semangat jihad yang salah melalui kelompok Islam garis keras (Igaras) yang sampai saat ini masih ada meskipun aktivitas mereka tidak mencolok. Dalam perkembangannya, kelompok Igaras masih terus berusaha untuk mempengaruhi masyarakat untuk ikut berpatisapsi mendukung berdirinya Negara Islam di Indonesia, karena mereka meyakini bahwa hanya dengan membentuk Negara Islam, Indonesia akan merdeka dari penjajahan kaum kafir (thogut).
Salah satu usaha yang mereka lakukan adalah dengan memanfaatkan isu ISIS untuk dijadikan media bagi kelompok Igaras di Maluku untuk mengeksistensi keberadaan mereka dan terus berjuang mendirikan Negara Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Contohnya apa yang dikatakan pejabat pemerintahan di kabupaten Maluku Tengah yang tidak mau disebutkan identitasnya mengatakan bahwa tanggal 10/8/2014 (Minggu), beberapa pegawai kelurahan di Desa Haya melaporkan mengenai penyebaran brosur dan selebaran mengenai pergerakan ISIS. Brosur dan selebaran disebarkan di Desa Haya, Desa Tehoru dan Desa Yaputih, yang isinya mengajak pemuda di Maluku untuk berpartisipasi dalam penegakan Negara Islam. Sampai saat ini penyebar selebaran dan brosur masih dalam penyelidikan aparat keamanan. Selain itu, pejabat tersebut juga memperoleh informasi bahwa buku terakhir dari Abu Bakar Ba’asyir telah menyebar di Desa Haya. Akibat dari buku itu, beberapa warga dengan paham radikal telah mulai membicarakan profil ISIS yang dinilai lebih efektif untuk menegakkan Islam. Beberapa waktu lalu, pihaknya menerima laporan bahwa, warga Haya yang terkenal memiliki paham radikal berinisial TK, telah melakukan pemukulan terhadap LU (orang tua TK), sambil menyatakan bahwa darah seluruh keluarganya halal baginya, karena mereka tidak mematuhi ajaran Islam.
Akibat ISIS pula aparat keamanan menangkap dua orang yang diindikasikan sebagai pengikut ISIS tanggal 9/8/2014 (Sabtu), pukul 21.00 WIT, di depan Mesjid Al - Muttaqim Jl. Kesatrian Batu Merah Dalam Kec. Sirimau Ambon. Kedua orang tersebut adalah Abu alias Zul yang berumur 19 tahun. Pemuda lulusan SMU di kecamatan Tehoru, kabupateng Maluku Tengah yang juga berprofesi sebagai buruh angkat batu kubik dan guru mengaji ini ditangkap aparat keamanan sambil membawa tas yang berisi satu buah tafsir Al - Quran, satu buah Zus Amma, buku tulis yang berisi gambar ISIS, gambar senjata dan gambar manusia memakai sorban tutup kepala. Selanjutnya adalah Wahyu Sigit Soulissa. Pemuda berusia 15 tahun yang masih sekolah di SMU 11 Kota Ambon ini ditangkap aparat keamanan dengan memakai kaos ISIS. Saat dimintai keterangan di Polres P.Ambon dan PP Leasse, Wahyu Sigit Soulissa mengatakan bahwa Ustad Abu alias Zul adalah guru ngaji dan setelah mengajar ngaji biasanya Ustad Abu memberikan ceramah tentang ajaran jihad kepada anak didiknya di rumah kosnya.
Menurut keterangan aparat keamanan di Maluku, jejak kelompok Igaras paska konflik bernuansa SARA tahun 1999 di Maluku sampai saat ini masih terindikasi aktif, melalui diadakannya pengajian dirumah-rumah simpatisan atau pengikut secara bergiliran agar tidak terendus aparat keamanan. Dalam pengajian tersebut, para ustad sering memberikan pemahaman mengenai jihad dengan versi mereka yang tentunya bertolak belakang dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Pemanfaatan isu ISIS akhir-akhir ini oleh tokoh maupun simpatisan Igaras merupakan bukti nyata bahwa keberadaan kelompok Igaras ini belum habis dan berpotensi membesar bila tidak dicegah bersama-sama baik oleh pemerintah, tokoh agama dan masyarakat luas, karena tidak ada satu agamapun yang membenarkan tindak kekerasan apalagi Islam. Bahkan Rasulullah saw dengan tegas selalu menekankan bahwa “Tidaklah beriman seseorang diantara kamu sampai dia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.”. Seseorang yang menghalalkan segala cara demi terwujudnya cita-citanya seperti halnya teroris dipastikan memiliki kedangkalan pemahaman terhadap agama, karena seorang yang shaleh tentu memiliki kelembutan perangai dalam memahami ajaran agamanya. Seorang yang shaleh adalah pejuang-pejuang agama, dan seorang teroris adalah pengkhianat agama.
Peranan para tokoh agama sangatlah menentukan kedamaian, karena para tokoh agamalah yang mampu membawa pesan-pesan ilahi yang penuh dengan keberkahan dan kedamaian untuk kemaslahatan hidup manusia dan untuk kemanusiaan. Tokoh agamalah yang dapat menjelaskan pesan moral tentang cinta kasih dan kedamaian ini melalui pintu dan bahasa agama. Jika ISIS atau teroris memakai agama sebagai pembenaran untuk melegalisasi aksi terror mereka, maka tokoh agamalah yang diharapkan untuk melakukan pendekatan melalui pemahaman agama yang religious dan humanis.
Kepada masyarakat seluruh Indonesia juga diminta untuk memantau kegiatan-kegitan yang berkaitan dengan kelompok Igaras tersebut, sehingga dapat bertindak dan memberikan informasi kepada pemerintah, agar kegiatan dari organisasi tersebut jangan sampai berkembang di NKRI yang kita cintai ini. Selain itu aparat pemerintah secepatnya bertindak tegas, karena ISIS ini merupakan ancaman bagi keberagaman di negara ini. Semoga langkah-langkah yang diambil dapat menghadang berkembangnya ISIS di Republik ini.
Sumber : http://ift.tt/1t2QZp5