Wakil Menteri (Wamen), Perlu Gak Sih ?
Wakil Menteri (Wamen) Perlu Gak Sih ?
Media menginformasikan bahwa Jokowi telah mengumumkan arsitektur kabinet Jokowi-JK. Opsi yang dipilih dalam kabinet Jokowi-JK yakni terdiri dari 34 kementerian. Dalam kabinet Jokowi-JK tidak ada jabatan Wakil Menteri (Wamen) kecuali untuk Kementerian Luar Negeri yang memerlukan jabatan wamen dengan pertimbangan kegiatan sangat padat dan ada tugas-tugas dan kegiatan yang spesifik.
Apakah jabatan wamen diperlukan dalam suatu kementerian? Jawabannya sangat tergantung pada kebutuhan dan hal tersebut merupakan hak prerogatif Presiden. Tanpa keberadaan wamen sebenarnya suatu kementerian tetap dapat berjalan dengan baik asalkan ‘road map’ kementerian arah dan tujuannya jelas. Struktur unit eselon satu harus di regrouping sehingga tidak terjadi tumpang tindih tugas fungsi antar kementerian. Jika perlu dilebur dan dipisahkan dengan kementerian yang memiliki tugas dan fungsi yang hampir sama.
Tanpa ada wamen maka anggaran negara dapat lebih efisien dan dapat dipergunakan untuk sektor kesejahteraan rakyat daripada untuk menggaji seorang wakil menteri yang efektifitasnya tidak terlalu mendesak. Kalaupun ada wamen, seharusnya tidak terlalu terlibat dalam urusan teknis, yang justru malah memperpanjang birokrasi. Tanpa jabatan wamen, pemerintah dapat menghemat anggaran negara karena fasilitas wamen sebagai pejabat negara dapat dihilangkan.
Untuk kementerian yang langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat pemerintah harus lebih inovatif dan banyak mendengar usulan dan keluhan yang selama ini sering dihadapi publik. Untuk itu pejabat eselon dibawahnya harus dapat menunjang kinerja kementerian, seperti eselon 3 atau 4 maupun jabatan fungsional yang menjadi ujung tombak pelayanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Dalam sejarah ketatanegaraan, jabatan wamen telah ada sejak awal kemerdekaan. Ketika pembentukan kabinet presidensial pemerintahan pertama oleh Presiden Sukarno, jabatan wakil menteri ada di kementerian dalam negeri dijabat oleh Harmani, dan kementerian penerangan saat itu dijabat Ali Sastroamidjojo.
Dalam era orde baru di pemerintah Presiden Suharto dikenal jabatan “menteri muda”. Saat itu di departemen pemerintahannya terdapat menteri muda yang kiprahnya banyak melakukan inspeksi ke kantor-kantor / unit vertikal di bawahnya. Dalam kepemimpinan Presiden SBY jumlah jabatan wakil menteri semakin banyak yaitu 17 wamen, dengan pertimbangan adanya beban tugas yang lebih berat.
Keberadaan wamen ada atau tidak ada tergantung kepada Presiden karena merupakan hak prerogatif Presiden. Esensi menteri atau wakil menteri adalah sebagai pembantu presiden untuk menyukseskan pembangun. Terpenting adalah pemerintah dapat menjalankan tugas pemerintahan dan pembangunan dengan baik sedangkan rakyat dapat memperoleh kesejahteraan yang layak sebagaimana haknya sebagai warga negara.
Saya sendiri berpandangan, untuk saat ini di berbagai kementerian belum diperlukan jabatan wamen. Optimalkan saja Dirjen, staf ahli maupun eselon I di kementerian agar bekerja lebih baik dan mengubah kultur birokrasi yang saat ini dianggap belum efisien dan efektif. Kita dapat melihat, di era Presiden SBY, jabatan wamen -sebagai contoh Wamenkumham Denny Indrayana- bahkan sempat menimbulkan ‘kegaduhan’ karena kiprahnya justru menimbulkan polemik di masyarakat. Wamen bukannya membantu memperlancar tugas pemerintahan tetapi justru membuat Presiden tambah ‘mumet’. Pemerintah harus dapat merubah perilaku birokrasi. Wamen tidak diperlukan jika menteri dapat memberdayakan struktur organisasi yang ada di kementeriannya.
Jokowi sendiri telah berkomitmen kementerian yang dibentuknya bertujuan untuk memastikan pemerintahannya berjalan efektif sesuai sistem presidensial, dan pemerintah bekerja dan hadir di tengah rakyat.
Selamat kepada Pak Jokowi semoga kabinetnya dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagaimana dicita-citakan dan tidak ada (lagi) korupsi yang terjadi di masa pemerintahannya.
Salam Kompasianer!!
Sumber foto: kompas.web.id
Sumber : http://ift.tt/1uQ4uac
Media menginformasikan bahwa Jokowi telah mengumumkan arsitektur kabinet Jokowi-JK. Opsi yang dipilih dalam kabinet Jokowi-JK yakni terdiri dari 34 kementerian. Dalam kabinet Jokowi-JK tidak ada jabatan Wakil Menteri (Wamen) kecuali untuk Kementerian Luar Negeri yang memerlukan jabatan wamen dengan pertimbangan kegiatan sangat padat dan ada tugas-tugas dan kegiatan yang spesifik.
Apakah jabatan wamen diperlukan dalam suatu kementerian? Jawabannya sangat tergantung pada kebutuhan dan hal tersebut merupakan hak prerogatif Presiden. Tanpa keberadaan wamen sebenarnya suatu kementerian tetap dapat berjalan dengan baik asalkan ‘road map’ kementerian arah dan tujuannya jelas. Struktur unit eselon satu harus di regrouping sehingga tidak terjadi tumpang tindih tugas fungsi antar kementerian. Jika perlu dilebur dan dipisahkan dengan kementerian yang memiliki tugas dan fungsi yang hampir sama.
Tanpa ada wamen maka anggaran negara dapat lebih efisien dan dapat dipergunakan untuk sektor kesejahteraan rakyat daripada untuk menggaji seorang wakil menteri yang efektifitasnya tidak terlalu mendesak. Kalaupun ada wamen, seharusnya tidak terlalu terlibat dalam urusan teknis, yang justru malah memperpanjang birokrasi. Tanpa jabatan wamen, pemerintah dapat menghemat anggaran negara karena fasilitas wamen sebagai pejabat negara dapat dihilangkan.
Untuk kementerian yang langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat pemerintah harus lebih inovatif dan banyak mendengar usulan dan keluhan yang selama ini sering dihadapi publik. Untuk itu pejabat eselon dibawahnya harus dapat menunjang kinerja kementerian, seperti eselon 3 atau 4 maupun jabatan fungsional yang menjadi ujung tombak pelayanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Dalam sejarah ketatanegaraan, jabatan wamen telah ada sejak awal kemerdekaan. Ketika pembentukan kabinet presidensial pemerintahan pertama oleh Presiden Sukarno, jabatan wakil menteri ada di kementerian dalam negeri dijabat oleh Harmani, dan kementerian penerangan saat itu dijabat Ali Sastroamidjojo.
Dalam era orde baru di pemerintah Presiden Suharto dikenal jabatan “menteri muda”. Saat itu di departemen pemerintahannya terdapat menteri muda yang kiprahnya banyak melakukan inspeksi ke kantor-kantor / unit vertikal di bawahnya. Dalam kepemimpinan Presiden SBY jumlah jabatan wakil menteri semakin banyak yaitu 17 wamen, dengan pertimbangan adanya beban tugas yang lebih berat.
Keberadaan wamen ada atau tidak ada tergantung kepada Presiden karena merupakan hak prerogatif Presiden. Esensi menteri atau wakil menteri adalah sebagai pembantu presiden untuk menyukseskan pembangun. Terpenting adalah pemerintah dapat menjalankan tugas pemerintahan dan pembangunan dengan baik sedangkan rakyat dapat memperoleh kesejahteraan yang layak sebagaimana haknya sebagai warga negara.
Saya sendiri berpandangan, untuk saat ini di berbagai kementerian belum diperlukan jabatan wamen. Optimalkan saja Dirjen, staf ahli maupun eselon I di kementerian agar bekerja lebih baik dan mengubah kultur birokrasi yang saat ini dianggap belum efisien dan efektif. Kita dapat melihat, di era Presiden SBY, jabatan wamen -sebagai contoh Wamenkumham Denny Indrayana- bahkan sempat menimbulkan ‘kegaduhan’ karena kiprahnya justru menimbulkan polemik di masyarakat. Wamen bukannya membantu memperlancar tugas pemerintahan tetapi justru membuat Presiden tambah ‘mumet’. Pemerintah harus dapat merubah perilaku birokrasi. Wamen tidak diperlukan jika menteri dapat memberdayakan struktur organisasi yang ada di kementeriannya.
Jokowi sendiri telah berkomitmen kementerian yang dibentuknya bertujuan untuk memastikan pemerintahannya berjalan efektif sesuai sistem presidensial, dan pemerintah bekerja dan hadir di tengah rakyat.
Selamat kepada Pak Jokowi semoga kabinetnya dapat memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagaimana dicita-citakan dan tidak ada (lagi) korupsi yang terjadi di masa pemerintahannya.
Salam Kompasianer!!
Sumber foto: kompas.web.id
Sumber : http://ift.tt/1uQ4uac