Suara Warga

Apa Masalahnya Pilkada Dipilih Wakil Rakyat?

Artikel terkait : Apa Masalahnya Pilkada Dipilih Wakil Rakyat?






Rame-rame soal sidang RUU Pilkada kemarin membuat ibu rumah tangga buta politik seperti saya ikutan melek dan gemes nungguin. Untung nggak sampai kayak Pak Pebri yang katanya Anu-nya sampai kesemutan menunggu keputusan sidang DPR. Hahha, dasar penulis. Saya berani taruhan anunya nggak beneran kesemutan.

Semalam menjelang tidur belum ada keputusan apa-apa. Masih lobi-lobi politik katanya..(maklum saya tidur sebelum bulan naik pelaminan). Tadi pagi dengar berita di radio, baca tulisan-tulisan mumpuni teman kompasianer, akhirnya saya ter-update bahwa keputusannya Pilkada akan dipilih langsung, oleh Wakil Rakyat di DPRD..hmmh.

Segala sesuatu memang pasti ada positif-negatif nya, sehingga pasti akan muncul pro-kontra. Namun, sudahkah proses keputusan DPR kemarin mempertimbangkan detail setiap sudut keuntungan dan kerugian di setiap pilihan? Ataukah hanya soal balas dendam, unjuk jumlah suara, banyak-banyakan temen, pakai acara ancaman dipecat dari partai kalau membelot tidak mendukung keputusan ketua partai. Wah robot parpol dong mereka semua.

Soal anggaran yang cukup besar dalam Pemilukada langsung, memang benar. Gubernur SumBar pernah mengeluh di acara ILC TVone tentang besarnya biaya pemilukada yang harus disediakan oleh APBD. Harusnya biaya yang besar itu ditabung secara tahunan oleh Pemprov (maaf lupa nominalnya, denger angka banyak saya suka nge-hang). Tapi hasilnya nihil, penghasilan selalu sama dengan pengeluaran. Pemilukada dan biayanya pun menjadi ancaman bom waktu.

Lagipula katanya biaya sebesar itu, kalau dialokasikan untuk rakyat, bisa menggratiskan biaya sekolah SD di provinsi Sumbar. Setelah panjang lebar mengeluh nggak ada dana itu, Pak Karni Ilyas geregetan; ‘Jadi Bapak setuju mana, pilih langsung atau DPRD?’

‘Kalau mau langsung biayanya harus dari pusat (APBN). Tapi kalau tidak, lebih baik lewat DPRD’ katanya terkesan bijak tapi bimbang, sambil deredeg di sebelahnya ada Fadli Zon melototin. Wkwk..

Lalu, apa nggak memungkinkan ada jalan tengah antara Hak Demokrasi dan Soal Anggaran ini? Mungkin ada benarnya juga option 3 dari PD. Pilihan langsung oleh rakyat tapi dengan syarat. Toh syarat ini juga untuk perbaikan sistem demokrasi dan mengurangi transaksi politik.

Cuma karena PD dan PDIP nggak ce-es an, sistem perbaikan ini pun nggak begitu diperjuangkan lagi. Yang ada hanya yes or no, saya atau dia. Padahal matematika aja masih bisa diutak-atik antara 4×6 dan 6×4 yang penting ujungnya sama.

Lalu kalau menurut kubu KMP (Koalisi Merah Putih) mereka juga ujung-ujungnya untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat hanya diwakilkan ke DPRD lalu apa masalahnya. Tau gak masalahnya? Masalahnya rakyat nggak kenal wakilnya. Lebih gampangnya; Nggak percaya. Titik.

Barusan kata salah satu penelepon di radio; Anggota DPR kini tersenyum karena menemukan kembali mesin ATM nya, hahha sadiss… Sampai begini ya opini masyarakat ke wakil rakyat. Segitunya amat, padahal Pak Bambang KPK bilang CUMA ada 3600-an orang DPRD yang terkait korupsi selama dia menjabat. Nggak dikit kok, loh? yahahha, gitu dehhh..

Banyak lagi bahasan tentang betapa kronisnya ketidakpercayaan rakyat kepada wakilnya yang duduk-duduk manis di parlemen. Walaupun pastinya ada yang baik, jujur dan benar memperjuangkan rakyat. Hanya aja bagaikan buah apel di tong sampah. Udah nggak keliatan kebenarannya bahwa apel itu enak.


Yasudahlah, sementara ini, ketokan palunya memutuskan DPRD akan kembali memilihkan Pemimpin Daerah untuk rakyatnya. Walaupun masih ada kesempatan banding ke MK seperti yang akan dilakukan Pak Ridwan Kamil, tapi minimal sekarang beginilah hasilnya. Tim KMP sorak sorai. Tim PDIP kalah. Tim PD galau diomelin Pak SBY dari Washington yang udah menyatakan kecewa terhadap proses sidang semalam. Yah telat Pak telaat.. Itu pasukannya memberi tontonan drama yang mengecewakan rakyat dengan sangat sukses.






Sumber : http://ift.tt/1Bexaf7

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz