SBY Kembali Gagal Buktikan Omongannya!
Pengesahan RUU Pilkada yang menetapkan Pilkada melalui DPRD, di DPR Rabu (25/9) malam makin membuktikan bahwa Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), lagi-lagi gagal membuktikan omongannya. Memang bukan SBY yang terlibat langsung dalam proses pembahasan hingga voting dilakukan di DPR, melaikan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat (FPD) tetapi sikap yang ditunjukkan Partai Demokrat (PD) dengan melakukan walk-out (WO), jelas tidak bisa dilepaskan dengan sikap politik SBY.
Siapa yang bisa menyangkal peran SBY sebagai Ketua Umum PD dan wibawanya di mata anggota partai. Merah kata SBY, merah pula kata anggota PD. Bahkan Ruhut Sitompul yang terkenal ngeyel, pasrah bongkokan terhadap SBY. Dalam berbagai kesempatan Ruhut selalu menyebut SBY “The founding father”, “Bapak yang saya cintai dan banggakan”, dan sebagainya puja-puji yang terkesan mengkultuskan sosok SBY.
Begitu hebatnya sosok SBY di mata anggota PD – kecuali di mata Anas yang sudah disingkirkan – sehingga tidak mungkin anggota PD ada yang berani berbeda sikap dengan bossnya yang tinggal di Cikeas itu. Hal itu sangat beralasan, mengingat SBY adalah pendiri PD sekaligus Presiden RI. Keberhasilan PD sebagai partai atas di usianya yang masih muda, tak lepas dari ketokohan SBY. Dan berkat PD pula banyak anggota partai yang kemudian menjadi orang kaya baru dan terpandang, karena memiliki jabatan di eksekutif dan legislatif.
Meski pun dalam pernyataannya dari Washington SBY mengatakan kecewa dengan sikap yang diambil Fraksi PD dalam voting RUU Pilkada, dan berjanji akan melakukan pengusutan untuk mencari dalang aksi itu, semuanya tak lebih dari pada sandiwara belaka. Tidak mungkin anggota PR di DPR berani berbeda sikap dengan SBY, kendati SBY saat ini sedang berada di tempat jauh, dan sebentar lagi lengser dari kedudukannya sebagai presiden. Dalam pesannya yang disampaikan lewat youtube, SBY memang menyatakan menolak Pilkada oleh DPRD, dan tetap ingin Pilkada langsung.
Lalu apa yang bisa dibaca dari aksi WO FPD di DPR dalam voting RUU Pilkada? Aksi itu jelas sepengetahuan dan seijin SBY. Sebab bagaimana mungkin FPD melakukan insisiatif sendiri tanpa sinyal dari SBY. Bahwa lewat youtube SBY menyatakan tidak setuju Pilkada oleh DPRD, dan kemudian kecewa dengan apa yang dilakukan FPD di DPR, itu tidak lebih dari pada sikap SBY yang tidak ingin disalahkan rakyat.
Kalau SBY serius, mengapa tidak menyatakan secara tegas memerintahkan agar FPD menolak UU Pilkada oleh DPRD. Dan bila ada anggota FPD yang mbalelo, berbeda dengan sikapnya, akan ditindak tegas melalui pemecatan!
Tetapi itu tidak dilakukan sebelum SBY berangkat ke Washington DC. Yang dilakukan FPD – pasti sepengetahuan SBY – adalah mencari-cari alasan yang tidak masuk akal, mengajukan 10 point untuk dimasukan dalam RUU Pilkada yang kemudian ditolak. Pengajuan 10 poin permintaan pada saat-saat krusial jelas akan ditolak. FPD juga pasti sudah tahu itu. Kalau kemudian melakukan WO dan RUU Pilkada oleh DPRD disahkan menjadi UU, FPD juga pasti menyadari sepenuhnya. Jadi yang dilakukan adalah, seolah menolak, tetapi dibalik itu sebenarnya menyetujui. Aksi WO adalah sandiwara yang tidak lucu!
Publik memang tidak perlu mempercayai sertus persen apa yang dikatakan SBY. Karena apa yang disampaikan, belum tentu sama dengan yang dilakukan. Dalam Pilpres lalu misalnya, SBY mengesankan netral, tapi Partai Demokrat bergabung di Koalisi Merah Putih. Sebagai pimpinan partai, SBY tidak menunjukan sikap tegas. Bersikap netral tapi membiarkan mayoritas anak buahnya mendukung KMP. Bahwa ada Ruhut Sitompul, Hayono Isman dan Dahlan Iskan merapat ke kubu Jokowi, itu merupakan strategi untuk menunjukkan ketidakberpihakan itu.
Bila menengok ke belakang, memang banyak pernyataan atau janji-janji SBY yang berbeda dengan kenytaan. Ketika kampanye menuju kursi presiden pertama kali, SBY berjanji akan berdiri paling depan dalam pemberantasan korupi. Ternyata saat ini satu demi satu elite Partai Demokrat terjerat kasus korupsi.
Selama dua periode menjabat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah 4 kali dalam pidato resminya menyampaikan janji pelaksanaan pembaruan agraria dalam bentuk redistribusi lahan, yakni pada tahun 2006, 2007, 2008 dan 2010. Tetapi yang kita lihat, bukannya pembagian tanah untuk petani, melainkan banyak petani-petani yang kehilangan lahan.
SBY pernah berjanji akan melindungi minoritas, tetapi kenyataannya kekerasan terhadap minoritas di Indonesia marak terjadi. SBY bahkan menutup mata pada jemaat gereja Yasmin dan Gereja Filadelpia Bekasi yang kerap beribadah di depan Istana Negara karena gereja mereka disegel Ormas. Warga Shyiah Sampang bahkan harus terusir dari kampung halaman mereka dan mengungsi ke Sidoardjo.
Banyak masalah di tanah air yang tidak bisa diselesaikan selama pemerintahan SBY. Yang dilakukan SBY hanya sebatas mengeluarkan pernyataan tanpa langkah kongkret. Jelasnya, SBY berulangkali gagal membuktikan pernyataan (omongan-omongannya). (herman wijaya/hw16661@yahoo.com)
Sumber : http://ift.tt/1rizJNa
Siapa yang bisa menyangkal peran SBY sebagai Ketua Umum PD dan wibawanya di mata anggota partai. Merah kata SBY, merah pula kata anggota PD. Bahkan Ruhut Sitompul yang terkenal ngeyel, pasrah bongkokan terhadap SBY. Dalam berbagai kesempatan Ruhut selalu menyebut SBY “The founding father”, “Bapak yang saya cintai dan banggakan”, dan sebagainya puja-puji yang terkesan mengkultuskan sosok SBY.
Begitu hebatnya sosok SBY di mata anggota PD – kecuali di mata Anas yang sudah disingkirkan – sehingga tidak mungkin anggota PD ada yang berani berbeda sikap dengan bossnya yang tinggal di Cikeas itu. Hal itu sangat beralasan, mengingat SBY adalah pendiri PD sekaligus Presiden RI. Keberhasilan PD sebagai partai atas di usianya yang masih muda, tak lepas dari ketokohan SBY. Dan berkat PD pula banyak anggota partai yang kemudian menjadi orang kaya baru dan terpandang, karena memiliki jabatan di eksekutif dan legislatif.
Meski pun dalam pernyataannya dari Washington SBY mengatakan kecewa dengan sikap yang diambil Fraksi PD dalam voting RUU Pilkada, dan berjanji akan melakukan pengusutan untuk mencari dalang aksi itu, semuanya tak lebih dari pada sandiwara belaka. Tidak mungkin anggota PR di DPR berani berbeda sikap dengan SBY, kendati SBY saat ini sedang berada di tempat jauh, dan sebentar lagi lengser dari kedudukannya sebagai presiden. Dalam pesannya yang disampaikan lewat youtube, SBY memang menyatakan menolak Pilkada oleh DPRD, dan tetap ingin Pilkada langsung.
Lalu apa yang bisa dibaca dari aksi WO FPD di DPR dalam voting RUU Pilkada? Aksi itu jelas sepengetahuan dan seijin SBY. Sebab bagaimana mungkin FPD melakukan insisiatif sendiri tanpa sinyal dari SBY. Bahwa lewat youtube SBY menyatakan tidak setuju Pilkada oleh DPRD, dan kemudian kecewa dengan apa yang dilakukan FPD di DPR, itu tidak lebih dari pada sikap SBY yang tidak ingin disalahkan rakyat.
Kalau SBY serius, mengapa tidak menyatakan secara tegas memerintahkan agar FPD menolak UU Pilkada oleh DPRD. Dan bila ada anggota FPD yang mbalelo, berbeda dengan sikapnya, akan ditindak tegas melalui pemecatan!
Tetapi itu tidak dilakukan sebelum SBY berangkat ke Washington DC. Yang dilakukan FPD – pasti sepengetahuan SBY – adalah mencari-cari alasan yang tidak masuk akal, mengajukan 10 point untuk dimasukan dalam RUU Pilkada yang kemudian ditolak. Pengajuan 10 poin permintaan pada saat-saat krusial jelas akan ditolak. FPD juga pasti sudah tahu itu. Kalau kemudian melakukan WO dan RUU Pilkada oleh DPRD disahkan menjadi UU, FPD juga pasti menyadari sepenuhnya. Jadi yang dilakukan adalah, seolah menolak, tetapi dibalik itu sebenarnya menyetujui. Aksi WO adalah sandiwara yang tidak lucu!
Publik memang tidak perlu mempercayai sertus persen apa yang dikatakan SBY. Karena apa yang disampaikan, belum tentu sama dengan yang dilakukan. Dalam Pilpres lalu misalnya, SBY mengesankan netral, tapi Partai Demokrat bergabung di Koalisi Merah Putih. Sebagai pimpinan partai, SBY tidak menunjukan sikap tegas. Bersikap netral tapi membiarkan mayoritas anak buahnya mendukung KMP. Bahwa ada Ruhut Sitompul, Hayono Isman dan Dahlan Iskan merapat ke kubu Jokowi, itu merupakan strategi untuk menunjukkan ketidakberpihakan itu.
Bila menengok ke belakang, memang banyak pernyataan atau janji-janji SBY yang berbeda dengan kenytaan. Ketika kampanye menuju kursi presiden pertama kali, SBY berjanji akan berdiri paling depan dalam pemberantasan korupi. Ternyata saat ini satu demi satu elite Partai Demokrat terjerat kasus korupsi.
Selama dua periode menjabat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah 4 kali dalam pidato resminya menyampaikan janji pelaksanaan pembaruan agraria dalam bentuk redistribusi lahan, yakni pada tahun 2006, 2007, 2008 dan 2010. Tetapi yang kita lihat, bukannya pembagian tanah untuk petani, melainkan banyak petani-petani yang kehilangan lahan.
SBY pernah berjanji akan melindungi minoritas, tetapi kenyataannya kekerasan terhadap minoritas di Indonesia marak terjadi. SBY bahkan menutup mata pada jemaat gereja Yasmin dan Gereja Filadelpia Bekasi yang kerap beribadah di depan Istana Negara karena gereja mereka disegel Ormas. Warga Shyiah Sampang bahkan harus terusir dari kampung halaman mereka dan mengungsi ke Sidoardjo.
Banyak masalah di tanah air yang tidak bisa diselesaikan selama pemerintahan SBY. Yang dilakukan SBY hanya sebatas mengeluarkan pernyataan tanpa langkah kongkret. Jelasnya, SBY berulangkali gagal membuktikan pernyataan (omongan-omongannya). (herman wijaya/hw16661@yahoo.com)
Sumber : http://ift.tt/1rizJNa