Suara Warga

Hamdan Zoelva Ketua MK, Apa Perlu Ikut Fit and Proper Test lagi?

Artikel terkait : Hamdan Zoelva Ketua MK, Apa Perlu Ikut Fit and Proper Test lagi?

Saya bersykur pernah menjadi Tim Seleksi calon Hakim Mahkamah Konstitusi Komisi III DPR RI, sehingga bisa menghayati sikap Ketua MK Hamdan Zoelva yang tidak mau mengikuti fit and proper test lagi yang dilakukan panitia seleksi yang dibentuk Presiden Jokowi.

Selain itu, saya juga bisa memberi apresiasi yang tinggi kepada Hamdan Zoelva karena mempunyai prinsip dan berani memegang prinsip. Apresiasi tersebut patut diberikan, karena saat ini sangat langka pemimpin yang mempunyai prinsip dan berani menerima resiko apapun dengan prinsipnya itu.

Mengapa Tidak Mau Ikut Fit and Proper Test

Setidaknya ada 3 (tiga) alasan yang mendasari, yang saya tangkap mengapa Hamdan Zoelva tidak mau mengikuti Fit and Proper Test.

Pertama, sudah pernah mengikuti fit and proper test tahun 2009 ketika menjadi calon hakim MK. Tim seleksi pada saat itu, meloloskan Hamdan Zoelva sebagai hakim MK karena dinilai memiliki kapabilitas, integritas dan independensi. Karena sudah pernah ikut fit and proper test, yang disebut uji kelayakan, maka panitia seleksi calon hakim MK, cukup melihat rekam jejak (track record) selama dia menjadi hakim MK dan Ketua MK, apakah memiliki kapabiltas, integritas dan independensi dalam memutus perkara di MK.

Kedua, Hamdan Zoelva sedang menjabat hakim MK dan Ketua MK. Tidak bisa diperlakukan sama dengan calon hakim MK. Diperlakukan sama, jika dalam level yang sama, yaitu sama-sama calon hakim MK.

Ketiga, hakim MK dan Ketua MK harus dijaga maruahny. Menurut Harun Kamil, Ketua Forum Konstitusi yang juga mantan Ketua Fraksi Utusan Golongan di MPR yang terlibat langsung dalam perumusan perubahan UUD 1945 bahwa posisi hakim sangat tinggi, sehingga dipanggil “yang mulia”. Maka dapat dipahami kalau Hamdan Zoelva, Ketua MK tidak bersedia di Fit and Proper Test, karena masih menjabat hakim MK dan Ketua MK.

Pengalaman Menyeleksi Calon Hakim MK

Berdasarkan pengalaman saya sebagai tim seleksi calon hakim MK, mereka yang mengikuti seleksi calon hakim MK berpotensi, pertama, dipermalukan di depan umum karena tim seleksi mencari sisi kelemahan si calon hakim dari aspek kapabilitas, integritas, kapabilitas dan sebagainya. Kalau calon hakim MK tidak masalah, tetapi hakim MK dan Ketua MK menjadi masalah besar. Sekedar mengingatkan, tidak ada manusia yang tidak mempunyai kelemahan, sehingga Hamdan Zoelva berpotensi dipermalukan untuk menjatuhkan kredibilitasnya.

Kedua, meruntuhkan kewibawaan seorang hakim MK dan Ketua MK, karena seleksi dilakukan dengan transparan, akuntabel dan demokratis, sehingga media bisa meliput apa yang terjadi dalam arena seleksi hakim.

Ketiga, kepercayaan publik terhadap Hamdan Zoelva sebagai hakim MK dan Ketua MK berpotensi terdegradasi karena melalui pertanyaan tajam yang disiapkan tim seleksi, bisa menjebak dan menjatuhkan.

Sebaiknya Bagaimana?

Menurut saya, hakim MK dan Ketua MK, cukup satu kali mengikuti “Fit and Proper Test”. Untuk selanjutnya, jika sudah habis masa jabatannya sesuai ketentuan undang-undang, maka tim seleksi cukup melihat track record (rekam jejak) yang bersangkutan dari berbagai putusan selama menjadi hakim MK dan Ketua MK.

Selain itu, tim seleksi bisa menjaring pendapat publik tentang Hamdan Zoelva, apakah masih layak dipertahankan dijabatannya atau dianggap cukup.

Juga, dapat meminta bantuan PPATK dan KPK untuk melacak transaksi keuangan Hamdan Zoelva selama menjabat hakim MK dan Ketua MK.

Dengan demikian, seleksi bisa obyektif dan publik dipartisipasikan dalam memilih hakim MK.

Terakhr, terlepas setuju atau tidak setuju, sikap yang diambil Hamdan Zoelva sebagai hakim MK dan Ketua MK harus diapresiasi karena memiliki prinsip dan keyakinan yang teguh untuk menjaga kehormatan dan kewibawaan hakim MK dan Ketua MK, yang sejatinya kita harus jaga, pelihara, pertahankan dan tingkatkan.

Allahu a’lam bisshawab




Sumber : http://ift.tt/1B3Geom

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz