Ketika Sila ke Empat Bersemangat Permusyawaratan/ Voting
Penulis teringat kembali pada pertanyaan yang pernah dilontarkan seorang guru penulis beberapa tahun yang lalu mengenai apa makna dan bacaan dari ‘garis miring’ yang tertulis di antara permusyawaratan/ perwakilan pada sila ke empat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan”. Pertanyaan yang menggelitik dan belum ketemu jawaban yang pasti sampai dengan saat sekarang.
Berkaitan dengan sila ke empat, para wakil rakyat ternyata juga belum mengamalkan sila ke empat dengan baik. Para wakil rakyat belum dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, tetapi mengutamakan semangat permusyawaratan/ voting yang menyebabkan kisruh parlemen dan menimbulkan dualisme kepemimpinanan.
Dengan semangat permusyawaratan/ perwakilan, keputusan mengatasnamakan rakyat diambil dengan mengutamakan cara musyawarah. Bila musyawarah tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan perwakilan atau proporsional suara. Jika cara perwakilan pun tidak dapat dilakukan dalam pengambilan keputusan, baru dilakukan dengan voting.
Kisruh di parlemen timbul karena adanya semangat permusyawaratan/ voting. Dengan semangat ini bila keputusan tidak dapat diambil dengan cara musyawarah, keputusan langsung diambil dengan melakukan voting. Semangat ini tidak terlepas dari adanya koalisi yang berambisi membabat habis posisi di AKD dan tidak memberi ruang bagi kelompok yang lain. Semangat permusyawaratan/ voting ternyata juga didukung oleh Ketua MK, Hamdan Zulva, seperti dalam kicauannya yang mengatakan bahwa “Apapun UUnya kalau kelompok mayoritas tak mau berbagi tetap saja mayoritas menguasai semuanya”.
Apakah semangat permusyawaratan/ perwakilan akan berganti menjadi semangat permusyawaratan/ voting?
-
Dapat dibaca juga ‘Kisruh Parlemen, Presiden Perlu Segera Campur Tangan?’
Sumber : http://ift.tt/1tKLlsD
Berkaitan dengan sila ke empat, para wakil rakyat ternyata juga belum mengamalkan sila ke empat dengan baik. Para wakil rakyat belum dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, tetapi mengutamakan semangat permusyawaratan/ voting yang menyebabkan kisruh parlemen dan menimbulkan dualisme kepemimpinanan.
Dengan semangat permusyawaratan/ perwakilan, keputusan mengatasnamakan rakyat diambil dengan mengutamakan cara musyawarah. Bila musyawarah tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan perwakilan atau proporsional suara. Jika cara perwakilan pun tidak dapat dilakukan dalam pengambilan keputusan, baru dilakukan dengan voting.
Kisruh di parlemen timbul karena adanya semangat permusyawaratan/ voting. Dengan semangat ini bila keputusan tidak dapat diambil dengan cara musyawarah, keputusan langsung diambil dengan melakukan voting. Semangat ini tidak terlepas dari adanya koalisi yang berambisi membabat habis posisi di AKD dan tidak memberi ruang bagi kelompok yang lain. Semangat permusyawaratan/ voting ternyata juga didukung oleh Ketua MK, Hamdan Zulva, seperti dalam kicauannya yang mengatakan bahwa “Apapun UUnya kalau kelompok mayoritas tak mau berbagi tetap saja mayoritas menguasai semuanya”.
Apakah semangat permusyawaratan/ perwakilan akan berganti menjadi semangat permusyawaratan/ voting?
-
Dapat dibaca juga ‘Kisruh Parlemen, Presiden Perlu Segera Campur Tangan?’
Sumber : http://ift.tt/1tKLlsD