Tertipu Berkali-kali Oleh SBY… #Menolak_Lupa
Kisruhnya soal BBM dalam seminggu terakhir ini membuat banyak orang termasuk saya berusaha mencari tahu akar-akar masalah BBM beserta latar belakangnya dari sisi perekonomian nasional beberapa tahun belakangan ini.
Sayangnya untuk yang berkaitan dengan masalah Pertamina dan isu Mafia Migas didalamnya terlalu sulit untuk diketahui oleh public akan tetapi bila dikaitkan dengan mundurnya Dirut Pertamina secara tiba-tiba dengan alasan yang terlalu sederhana semakin memperkuat dugaan tentang adanya ketidak-beresan di tubuh internal Pertamina dan keberadaan Mafia Migas.
Selanjutnya saya mencoba mencari data tentang BBM dan Perekonomian Negara selama 10 tahun masa pemerintahan SBY. Dan hasilnya ternyata membuat saya menjadi terkejut dan baru menyadari bahwa sebagai masyarakat saya ternyata telah Tertipu Berkali-kali oleh SBY.
Kisruh Kuota BBM dan Antrian BBM akhirnya berdampak pada semakin terbongkarnya dosa-dosa SBY pada rakyatnya.
APBN-P 2014 yang ditetapkan pada bulan Juni dimana didalamnya terkait perhitungan subsidi BBM yang seharunya cukup hingga Desember 2014 ternyata merupakan angka yang salah perhitungan. Angka Subsidi BBM sejumlah Rp.246,5 Trilyun yang diumumkan pada APBN-P bulan Juni 2014 ternyata begitu dipakai dan dihitung oleh Pertamina ternyata hanya cukup sampai akhir Oktober saja sehingga Pertamina mengurangi Distribusi BBM Bersubsidi mulai awal Agustus kemarin agar BBM bersubsidi cukup hingga Desember nanti.
Jelas itu adalah kesalahan Pemerintahan SBY dan DPR didalam membuat perhitungan untuk itu. Ini adalah kesalahan yang Fatal. Tetapi kalau memang ingin berpikir positif bisa dikatakan mungkin masalah ini “Hanya” suatu kesalahan perhitungan manusia semata.
Sebaliknya kalau berpikiran negative, ini malah bisa dianggap sebagai suatu kesalahan yang Terstruktur, Sistimatis dan Masif. Terstruktur karena bisa jadi ini memang direncanakan, Sistimatis bisa jadi ini dilakukan pemerintah dan bersama-sama DPR (mayoritas DPR adalah anggota Setgab SBY), dan massif karena berdampak besar terhadap ekonomi nasional.
Dengan asumsi bahwa SBY ingin melakukan pencitraan dan mencari selamat sendiri maka SBY membuat APBN-P hanya cukup sampai akhir Oktober 2014 sesuai dengan saatnya berakhir masa jabatan SBY. Hal inipun diAmini oleh DPR yang didukung koalisi SBY. Tetapi akhirnya berdampak ekonomi nasional morat-marit pada Pemerintahan berikutnya.
Kalau memang karakter SBY demikian, bisa jadi sebelum-sebelumnya SBY pun pernah melakukan hal yang sama. Mari kita telisik ke belakang soal perekonomian di masa pemerintahan SBY. Kalau memang ada kesalahan-kesalahan yang sengaja ditutupi maka benar SBY memang suka menipu rakyatnya.
A.TERBUKTI MEMANG SBY TIDAK PERDULI DENGAN KORUPSI
SBY sejak tahun 2004-2012 menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina partai Demokrat dan setelah itu merangkap sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Kita masih ingat beberapa tahun yang lalu di setiap kampanya Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden partai Demokrat selalu mengklaim dirinya sebagai Partai yang menolak Korupsi. Tiga tokoh A dari Demokrat menjadi bintang iklan kampanye yaitu : Anas Urbaningrum, Angelina Sondak dan Andi Malarangeng dalam kampanye mempopulerkan Slogan : Katakan Tidak Pada Korupsi.
Masyarakat mayoritas percaya sehingga pada tahun 2009 kembali memilih SBY menjadi Presiden. Tetapi yang terjadi kemudian berbeda dimana ketiga tokoh A tersebut menjadi Tersangka Korupsi berikut Bendahara Umum partai Demokrat, M. Nazarudin.
Bayangkan saja bahwa Partai yang menjadi pemenang Pemilu ternyata Ketua Umum, Bendahara Umum dan beberapa elite partainya menjadi Tersangka Korupsi. Ini sangat memalukan. Dan ini membuktikan bahwa SBY sebagai Icon ataupun sebagai Pemilik dari Partai Demokrat sama sekali tidak mengawasi ataupun sengaja membiarkan elit-elit partainya melakukan Korupsi.
B.SBY MENGGUNAKAN BBM SEBAGAI PENCITRAAN DIRINYA
Pada akhir tahun 2008 SBY melakukan langkah popular yang membuat masyarakat merasa sangat bahagia yaitu 3 kali menurunkan Harga BBM. Sekali lagi, belum pernah ada seorang Presiden Indonesia melakukan hal seperti ini yaitu 3 kali berturut-turut menurunkan harga BBM. Hal ini juga dianggap sebagai sejarah oleh para Elit Demokrat selalu dan selalu isu ini dipakai untuk membangga-banggakan partai mereka.
Saya pribadi sebagai masyarakat pada saat itu juga ikut merasa senang dan bangga dengan langkah SBY tersebut dan akhirnya langsung menetapkan pilihan pada Pileg 2009 untuk Demokrat dan Pilpres 2009 untuk SBY.
Tetapi rupanya saya dan banyak masyarakat tertipu habis-habisan oleh SBY. Pemerintahan SBY pertama pada periode 2004-2009 adalah pemerintahan yang tidak berhasil. Ekonomi tidak membaik sama sekali. Tingkat Inflasi memuncak jauh diatas normal terjadi sebanyak 2 kali pada periode pemerintahan pertama SBY.
Inflasi adalah keadaan dimana Harga-harga barang mengalami kenaikan terus menerus. Tingkat Inflasi yang normal menurut Bank Indonesia adalah dibawah 0,4% per bulan atau sekitar 5% per tahun. Lihat table dibawah dimana pada masa pemerintahan pertama SBY terjadi 2 kali Tingkat Inflasi yang sangat jauh diatas batas normal yaitu pada tahun 2005 sebesar 17,11% dan pada tahun 2008 sebesar 11,6%. Ini sangat buruk. Dan jauh lebih buruk bila dibandingkan dengan 2 tahun terakhir pemerintahan Megawati, Inflasi mengalami penurunan yaitu, Inflasi pada 2002 sebesar 10,03% dan pada tahun 2003 sebesar 5,06%.
Dengan memburuknya ekonomi pada tahun 2008 dengan tingkat Inflasi rata-rata 11,6% ternyata SBY malah mampu menutupi kekurangan tersebut dengan cara menurunkan harga BBM sebanyak 3 kali pada akhir Desember 2008 – Januari 2009.
SBY menurunkan harga BBM pada 1 Desember 2008 dari Rp.6.000 ke Rp.5.500, tanggal 15 Desember Rp. 5.500 ke Rp. 5.000 dan tanggal 15 Januari dari Rp.5.000 ke Rp.4.500.
Tetapi fakta sebenarnya, penurunan Harga BBM tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan Keberhasilan Pemerintahan SBY, melainkan berkaitan dengan Harga Minyak Mentah Dunia yang mengalami anjlok harga.
Harga minyak Mentah Dunia Periode 2008-2009 mengalami anjlok harga sebesar 36,55% dari harga USD 97,02 per Barel menjadi seharga USD 61,56 per Barel diakibatkan krisis Timur Tengah dan krisis di Amerika.
Jadi penurunan harga BBM pada akhir Desember 2008 hingga Januari 2009 sebenarnya disebabkan karena harga Minyak Mentah Dunia mengalami penurunan Drastis. Tetapi oleh para elit Demokrat menggunakan hal ini sebagai Klaim keberhasilan pemerintahan SBY dan membuat nama SBY menjulang tinggi sebelum pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden tahun 2009.
Tidak heran kemudian pada Pilpres 2009, SBY mendapat dukungan dari 60% penduduk Indonesia karena mereka berpikir pemerintahan SBY 2004-2009 berhasil dan berjalan baik.
C.TIM EKONOMI SBY-BOEDIONO SANGAT BURUK
Supaya mudah dipahami pembaca maka saya hanya menggunakan 3 Indikator Ekonomi untuk menilai Perekonomian SBY selama 10 tahun terakhir ini yaitu : Tingkat Inflasi, Kurs Rupiah dan Neraca Perdagangan. Saya mencoba mengurainya secara sederhana saja.
1)Tingkat Inflasi, Seperti yang dijelaskan diatas Inflasi adalah kondisi dimana harga barang mengalami kenaikan terus-menerus. Sebagai contoh adalah harga Beras. Bila pada tahun 2012 harga beras Rp.7.000 per Kg, bila inflasi normal sebesar 5% per tahun maka harga beras pada tahun 2013 adalah sebesar Rp.7.350. Tetapi bila tingkat inflasi tidak normal hingga 12% per tahun maka harga beras tadi pada tahun 2013 menjadi sebesar Rp.7.840.
Dan seperti pada table dibawah bahwa pada 2 periode pemerintahan SBY terjadi berkali-kali Inflasi diatas normal yaitu pertama pada tahun 2005 sebesar 17,11%. Ini adalah setahun pertama Pemerintahan SBY sedangkan pada pemerintahan Megawati angka inflasi tertinggi pada tahun 2001 sebesar 12,55% dan menurun pada tahun 2003 sebesar 5,06%.
Inflasi berikutnya terjadi pada tahun 2008 sebesar 11,06% menjelang Pemilu berikutnya pemilu 2009 akan tetapi buruknya kondisi tersebut tertutupi oleh aksi penurunan harga BBM sebanyak 3 kali pada desember 2008-Januari 2009.
Setelah itu pada tahun 2009 SBY mengangkat Boediono sang Begawan Ekonomi menjadi Wakil Presiden untuk mengendalikan gejolak ekonomi nasional. Dan ini cukup berhasil dalam sisi ini pada tahun pertama dimana angka inflasi turun jauh menjadi 2,78 %.
Sayangnya setelah itu angka Inflasi bergerak naik turun dan hingga akhirnya pada tahun 2013 angka Inflasi tercatat pada angka 8,38%. Rupanya Boediono pun tidak berdaya melawan gejolak Ekonomi sehingga tahun terakhir Boediono lebih buruk dari angka tahun terakhir pemerintahan Megawati pada tahun 2003 yaitu sebesar 5,6%.
2)Kurs Rupiah terhadap Dollar. Sebagai Negara pengimpor banyak komoditi ekonomi kita sangat-sangat terpengaruh oleh nilai tukar rupiah kita. Bahkan kita sebagai Negara pemilik BBM pun harus mengimpor BBM dari Negara lain. Inilah kesalahan SBY selama 10 tahun memimpin yang tidak perduli dan tidak serius untuk membangun Infrastruktur Gas.
Secara mudah masyarakat paham bahwa kalau Dollar naik maka harga emas juga naik, begitu juga harga barang-barang impor mengalami kenaikan termasuk yang sedang heboh saat ini yaitu BBM dimana Jutaan Kilo Liter harus kita impor dari Negara lain.
Rumus sederhana yang berlaku adalah bila kita mampu menaikan Kurs Rupiah maka harga BBM akan turun. Begitu juga dengan semua harga barang-barang Impor akan turun bila Rupiah kita menguat.
Sayangnya selama 10 tahun memimpin Indonesia, SBY yang didukung ekonom-ekonom tangguh tidak pernah berhasil sama sekali mengangkat Nilai Tukar Rupiah. Bahkan tahun terakhir pemerintahan SBY Rupiah makin jatuh nilainya.
Bila dibandingkan dengan Pemerintahan sebelumnya, Megawati mengawali pemerintahan tahun 2000 dengan Kurs Dollar Rp. 9.595 dan mengakhirinya tahun 2003 dengan Kurs Dollar Rp.8.465, sedangkan SBY mengawali pada tahun 2004 dengan kurs Dollar Rp.9.290 dan mengakhiri pada periode pemerintahan pertama tahun 2008 dengan kurs Dollar Rp.10.950.
Periode kedua cabinet SBY dimulai tahun 2009 dengan kurs Dollar Rp.9.400 dan mengakhirinya di tahun 2013 dengan Kurs Dollar Rp. 12.189.
Inilah fakta yang terjadi selama 10 tahun pemerintahan SBY bahwa SBY bersama Tim Ekonominya yang pro Kapitalis tidak mampu mengangkat sama sekali Nilai Tukar Rupiah. Dan ini juga memang berkaitan dengan Neraca Perdagangan kita.
3)Neraca Perdagangan. Dalam bahasa sederhana Neraca Perdagangan atau Expor-Impor kita ibaratkan sebagai Jual-Beli yang dilakukan Negara ini. Kalau barang yang kita jual (atau kita export) lebih banyak dari yang kita beli (kita impor) itu artinya kita mengalami keuntungan. Kalau keuntungannya banyak tentu hasilnya bisa kita gunakan untuk segala keperluan termasuk memperbesar modal dagang kita.
Tetapi yang terjadi di Negara ini adalah : Semakin lama semakin kecil nilai Neraca Perdagangan kita. Jumlah barang yang kita ekspor semakin tidak berarti dari jumlah barang yang kita impor. Tidak ada lagi keuntungan dari Jual-beli/ Ekpor-impor Negara ini selama tahun-tahun terakhir.
Pada tahun 2000 Expor kita dalam Jutaan USD sebesar 62.124 dan impor kita 33.514 Juta Dollar. Itu berarti keuntungan kita 28.600 Juta Dollar atau 85,36%. Kemudian tahun 2001 hingga tahun 2003 keuntungan kita tetap stabil dengan angka 81,90%, 82,68% dan 87,58%.
Akan tetapi mulai pemerintahan SBY tahun 2004, Expor kita menjadi 71.584 Juta USD dan Impor kita menjadi 46.524 Juta USD. Itu artinya untung kita 25.060 juta usd atau hanya sebesar 53,86%. Turun jauh dari pemerintahan Megawati.
Selanjutnya tahun 2008 (akhir cabinet pertama SBY), Expor kita 137.020 Juta Dollar sedangkan Impor kita 129.197 Juta Dollar. Keuntungan hanya 6,5%. Bayangkan dengan keuntungan hanya sejumlah itu bagaimana kita bisa menambah modal perdagangan kita?
Kemudian pada tahun 2009 sempat naik keuntungan neraca perdagangan menjadi sebesar 20,29% tetapi akhirnya turun lagi di tahun 2010 dan 2011.
Dan puncak parahnya alias kegagalan ekonomi Negara kita terjadi pada tahun 2012 dimana ekspor kita hanya 190.031 Juta USD sementara Impor kita sebesar 191.691 Juta USD. Itu artinya kita mengalami kerugian sebesar 0,87%.Hal ini tidak pernah terjadi pada Presiden-Presiden sebelumnya.
Tahun 2013 Expor kita 182.567 Juta Dollar sementara Impor kita 171.631 Juta Dollar, berarti keuntungan hanya sebesar 6,37%. Sangat buruk bila dibandingkan dengan keuntungan pada tahun 2000 hingga 2004.
JOKOWI MENERIMA WARISAN NEGARA YANG HAMPIR AMBRUK
Dan akhirnya bisa kita simpulkan bahwa Pemerintahan yang baru yang akan dipimpin oleh Presiden Terpilih Jokowi memang akan menerima warisan yang sangat buruk dari Pemerintah SBY yang ada sekarang ini. Dan inilah daftarnya :
Yang pertama adalah BBM bersubsidi yang ternyata hanya cukup sampai Bulan Oktober 2014 sesuai dengan masa berakhirnya pemerintahan SBY,
Yang kedua adalah Tingkat Inflasi yang tinggi, Kurs Dolar yang tidak pernah turun dan Neraca Perdagangan yang sangat buruk.
yang ketiga adalah masalah-masalah social dan hukum bangsa ini meliputi rendahnya kesejahteraan rakyat, kejahatan korupsi, dan masalah berat lainnya.
Dan yang keempat adalah adanya ancaman ketidak-stabilitasan politik yang akan dilakukan oleh Koalisi Merah Putih menyusul kekalahan mereka dalam Pilpres 2014.
Semoga bangsa ini kuat dari segala cobaan dan rintangan.
Salam Kompasiana.
Catatan : mohon maaf bila table-table belum terupload semuanya.
Sumber : http://ift.tt/XY8nzI