Good Corporate Governance
Saya masih ingat dahulu semasa mendiang pak Soeharto memerintah (govern) segala sesuatunya tertata dengan baik.
Mulai dari sistem Pertahanan Rakyat Sipil sampai pada Sistem Pendidikan Nasional semuanya bergandeng tangan satu sama lain.
Saya ingat sewaktu saya direkomendasikan untuk mengikuti Pemilihan Bibit Unggul Daerah (PBUD), tiada perbedaan sama sekali antara saya dengan siswa lain. Semuanya dinilai sesuai dengan prestasi yang ada dan kemampuan siswa tersebut.
Begitu juga sewaktu saya mengambil beasiswa Epson Scholarship Program pada tahun 2002 saat menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada, para siswa diwajibkan menuangkan pemikiran dalam penulisan mengenai Good Governance dimana saya keluar sebagai pemenang sayembara karya tulis tersebut dan memenangkan Beasiswa Epson Scholarship Program dan pihak Epson mengumumkan pemenang sayembara tersebut lewat media Kompas.
Kembali merujuk pada tahun reformasi pada saat masa saya kembali dari Singapura saya sempat diperkenankan mengikuti ujian masuk Universitas Pertahanan Indonesia namun hanya lolos pada sesi test dan interview. Suatu kesedihan terbesar adalah pada saat saya mengikuti sesi test dan interview saya sempat berkenalan dengan seorang kandidat wanita yang berasal dari suku Jawa. Saya hendak mengupas hal ini sebagai pembelajaran untuk kita semua dan bukan bermaksud rasialis. Saya sedih sekali saat kandidat wanita tersebut mengungkapkan kepada saya bahwa ada dokumen yang sempat ia palsukan dan lebih sedih lagi saat pengumuman saya mengetahui kandidat tersebut lolos menjadi salah satu mahasiswa di Universitas Pertahanan tersebut.
Hal tersebut diatas adalah suatu contoh wabah penyakit yang kurang baik yang sedang menimpa Indonesia saat ini dimana Ketidakadilan dan Ketidaktanggung jawab sebagai perwujudan masyarakat Yang Tidak Adil dan Tidak Makmur. Saya kemudian bingung dan mencoba bertukar pikiran dengan beberapa kerabat kemudian ada yang mengatakan mungkin kamu ini China (yang saat ini disebut Tionghoa) jadi tidak lolos dalam seleksi Universitas Pertahanan tersebut dan saya hanya berkata yah mungkin Yang Kuasa belum mengijinkan saya untuk ikut serta berkontribusi dalam membela Negara.
Ibu saya pernah berkata bahwa didalam suatu organisasi apabila pemimpin tidak benar maka seluruh anak buahnya pun menjadi tidak benar, oleh karena itu bersamaan dengan penulisan ini saya ingin mengetuk setiap pintu hati kita untuk memilih pemimpin yang benar dan bukan pemimpin yang transaksional oleh karena hal tersebut merupakan suatu hierarki kemajuan bangsa dan negara ke depan.
Hari ini dimana saya melihat ada suatu beasiswa yang ditawarkan yang diberi nama “Presidential Scholarship” membuat saya “sedih namun tertawa” kok masih bisa ada dagelan seperti ini pada jaman yang edan ini sehingga saya pun teringat akan konvensi calon presiden yang telah di ikuti oleh beberapa rekan negarawan seperti bapak Moh. Mahfud MD dkk.
Hal-hal tersebut diatas telah menjadi pembelajaran yang amat dalam bagi kita semua terutama bagi para calon pemimpin, jika ingin kembali fitri haruslah kita melangkah kedepan dengan bijaksana dan bukan dengan permainan “yang mulia” dan untuk apa manusia mengambil keuntungan dari suatu penderitaan orang lain padahal Insya Allah itu hanya akan menjadi dosa dan kenajisan bagi dirinya.
Sebagai manusia saya menyadari saat ini kita memiliki keterbatasan dan saya mengakui hal itu, akan tetapi harga sebuah demokrasi harus dibayar dengan sebuah “dagelan politik” yang tidak semestinya akan mempengaruhi masa depan republik ini jauh ke depan nantinya sampai anak cucu kita.
Demikian karya penulisan ini saya buat untuk menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia ‘yang belum sepenuhnya merdeka’ yang akan jatuh pada tanggal 17 Agustus nanti.
Teriring Salam dan Doa.
*. Segala Pemikiran dan Penulisan diatas dilindungi oleh Pasal 26, 27 dan 28 UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber : http://ift.tt/1r8oxDv
Mulai dari sistem Pertahanan Rakyat Sipil sampai pada Sistem Pendidikan Nasional semuanya bergandeng tangan satu sama lain.
Saya ingat sewaktu saya direkomendasikan untuk mengikuti Pemilihan Bibit Unggul Daerah (PBUD), tiada perbedaan sama sekali antara saya dengan siswa lain. Semuanya dinilai sesuai dengan prestasi yang ada dan kemampuan siswa tersebut.
Begitu juga sewaktu saya mengambil beasiswa Epson Scholarship Program pada tahun 2002 saat menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada, para siswa diwajibkan menuangkan pemikiran dalam penulisan mengenai Good Governance dimana saya keluar sebagai pemenang sayembara karya tulis tersebut dan memenangkan Beasiswa Epson Scholarship Program dan pihak Epson mengumumkan pemenang sayembara tersebut lewat media Kompas.
Kembali merujuk pada tahun reformasi pada saat masa saya kembali dari Singapura saya sempat diperkenankan mengikuti ujian masuk Universitas Pertahanan Indonesia namun hanya lolos pada sesi test dan interview. Suatu kesedihan terbesar adalah pada saat saya mengikuti sesi test dan interview saya sempat berkenalan dengan seorang kandidat wanita yang berasal dari suku Jawa. Saya hendak mengupas hal ini sebagai pembelajaran untuk kita semua dan bukan bermaksud rasialis. Saya sedih sekali saat kandidat wanita tersebut mengungkapkan kepada saya bahwa ada dokumen yang sempat ia palsukan dan lebih sedih lagi saat pengumuman saya mengetahui kandidat tersebut lolos menjadi salah satu mahasiswa di Universitas Pertahanan tersebut.
Hal tersebut diatas adalah suatu contoh wabah penyakit yang kurang baik yang sedang menimpa Indonesia saat ini dimana Ketidakadilan dan Ketidaktanggung jawab sebagai perwujudan masyarakat Yang Tidak Adil dan Tidak Makmur. Saya kemudian bingung dan mencoba bertukar pikiran dengan beberapa kerabat kemudian ada yang mengatakan mungkin kamu ini China (yang saat ini disebut Tionghoa) jadi tidak lolos dalam seleksi Universitas Pertahanan tersebut dan saya hanya berkata yah mungkin Yang Kuasa belum mengijinkan saya untuk ikut serta berkontribusi dalam membela Negara.
Ibu saya pernah berkata bahwa didalam suatu organisasi apabila pemimpin tidak benar maka seluruh anak buahnya pun menjadi tidak benar, oleh karena itu bersamaan dengan penulisan ini saya ingin mengetuk setiap pintu hati kita untuk memilih pemimpin yang benar dan bukan pemimpin yang transaksional oleh karena hal tersebut merupakan suatu hierarki kemajuan bangsa dan negara ke depan.
Hari ini dimana saya melihat ada suatu beasiswa yang ditawarkan yang diberi nama “Presidential Scholarship” membuat saya “sedih namun tertawa” kok masih bisa ada dagelan seperti ini pada jaman yang edan ini sehingga saya pun teringat akan konvensi calon presiden yang telah di ikuti oleh beberapa rekan negarawan seperti bapak Moh. Mahfud MD dkk.
Hal-hal tersebut diatas telah menjadi pembelajaran yang amat dalam bagi kita semua terutama bagi para calon pemimpin, jika ingin kembali fitri haruslah kita melangkah kedepan dengan bijaksana dan bukan dengan permainan “yang mulia” dan untuk apa manusia mengambil keuntungan dari suatu penderitaan orang lain padahal Insya Allah itu hanya akan menjadi dosa dan kenajisan bagi dirinya.
Sebagai manusia saya menyadari saat ini kita memiliki keterbatasan dan saya mengakui hal itu, akan tetapi harga sebuah demokrasi harus dibayar dengan sebuah “dagelan politik” yang tidak semestinya akan mempengaruhi masa depan republik ini jauh ke depan nantinya sampai anak cucu kita.
Demikian karya penulisan ini saya buat untuk menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia ‘yang belum sepenuhnya merdeka’ yang akan jatuh pada tanggal 17 Agustus nanti.
Teriring Salam dan Doa.
*. Segala Pemikiran dan Penulisan diatas dilindungi oleh Pasal 26, 27 dan 28 UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber : http://ift.tt/1r8oxDv