Kompasianer Dalam Kunjungan Khusus ke Light Rail Museum Albion Park
Kompasianer Diundang Khusus Kunjungi Museum Albion Park di Australia
Hari ini merupakan hari yang istimewa bagi saya, karena sebagai salah seorang dari 200 ribu Kompasianers yang tersebar diseluruh dunia, saya mendapatkan kesempatan khusus mengunjungi Light Rail Museum di Albion Park –Australia. Padahal Museum sedang ditutup untuk umum. Setahu saya ,orang Australia sangat ketat menjaga aturan dan tidak ada kata “dispensasi”. Namun hari ini merupakan sesuatu yang lain dan special, karena kami adalah satu satunya grup yang diterima secara khusus di Museum ini.
Sebenarnya sudah sejak lama saya berencana untuk menelusuri sejarah Museum Kereta Api di Albion Park , yang berjarak tempuh sekitar 45 menit dari kediaman putri kami di Mount Saint Thomas. Ternyata sejak minggu lalu Museum ini ditutup untuk umum dan baru akan dibuka rencananya pada awal September yang akan datang. Saya mencoba untuk minta dispensasi ,mengingat adik ipar saya dan suaminya, minggu depan sudah akan meninggalkan Australia dan melanjutkan perjalanan ke Padang. Untuk menemui keluarga dan teman temannya, karena sudah lebih dari 40 tahun domisili di Padova –Italia.
Richard yang merupakan manager operasional di sana, bertanya pada saya:” Why do you very interest to visit the Museum?” Saya katakan, bahwa saya seorang Penulis dan ingin menulis sesuatu tentang Museum di Australia, untuk dibaca masyarakat Indonesia melalui media Kompasiana. “ Ooo I know Kompas” kata Richard dan saya merasa tidak perlu menjelaskan panjang lebar,bahwa Kompasiana itu tidak sama dengan Kompas.
Saya berpikir, pertanyaan tersebut hanyalah basa basi saja, ternyata ,jawaban yang saya peroleh sungguh sebuah surprise bagi saya. “Hmm okay, kalau anda mau menulis sesuatu tentang kami, tentu saya juga harus menghargai hal itu. Silakan anda datang. Khusus untuk hari ini, hanya anda satu grup yang diijinkan masuk berkunjung”
Perjalanan 45 Menit
Perjalanan menuju ke Museum Kereta Api ini, memakan waktu sekitar 45 menit. Dari kejauhan sudah terlihat sebuah Kereta Api Mini dipajang ,sebagai lambing dari keberadaan Museum ini. Setibanya di lokasi, kami segera parkir kendaraan dan masuk kelokasi. Kelihatan belasan orang sedang sibuk bekerja dan tidak ada rombongan lain yang datang, selain dari pada kami.
Kami ditemui seseorang dan saya minta bicara dengan Richard. Selang dua atau tiga menit, Richard yang bertubuh tegap keluar dan menyalami kami, sambil berucap :” Selamat datang .Maaf, saya hanya bisa melayani anda ,selama satu jam, karena banyak pekerjaan yang harus saya lakukan”
“ It’s okay Richard, 1 hour is more than enough” Tidak masalah Richard, satu jam sudah lebih dari cukup. Kami tidak membuang waktu lagi untuk berbasa basi, melainkan langsung masuk ke ruang dimana Kereta Api terpajang. Sambil berjalan, Richard menerangkan bahwa Museum ini dikelola oleh council .Mereka tidak dibiayai oleh pemerintah Australia. Makanya perlu mengadakan atraksi seperti Kereta Api Mini yang di operasikan untuk mengantarkan para tamu keliling lokasi Museum. Uang masuk dari penjualan tiket ini yang akan digunakan untuk biaya perawatan dan biaya operasional lainnya. Mengingat untuk masuk ke museum tidak dipungut biaya ,begitu juga disediakan tempat parkir gratis bagi para pengunjung.
Lokomotif di datangkan dari England tahun 1940
Lokomotif pertama didatangkan dari England pada tahun 1940. Sedangkan gerbong gerbongnya di rakit di Queensland. Kereta api ini dulunya di manfaatkan untuk mengangkut tebu dari perkebunan , untuk dibawa ke pabrik pengolahan dan dijadikan gula pasir.Belakangan setelah industry perkereta apian semakin maju, maka lokomotif yang didatangkan dari England ini, dikirim ke New South Wales dan di masukkan ke Museum Light Rail Museum.
Kendati sudah berusia 70 tahun lebih, namun lokomotif ini masih bekerja, karena sudah diperbaiki dan selalu dijaga. Kata Richard menerangkan. Museum ini bukan hanya sekedar tempat dimana pengunjung bisa menyaksikan Kereta Api kuno dari dekat, tapi sekaligus merupakan pelajaran sejarah awal dari Kereta Api yang hingga sekarang , masih tetap merupakan sarana transportasi yang paling murah, efektif dan sangat minim menjadi penyebab polusi dibanding dengan kendaraan bermotor .
Museum Merupakan Bukti Nyata Sebuah Sejarah
Menyaksikan dengan mata kepala sendiri ,serta membaca tahun pembuatannya, serta tempat asalnya,sungguh merupakan sebuah bukti sejarah secara nyata , yang tidak mungkin dimanipulasi. Salah satunya adalah bahwa ,semaju apapun kelak system Kereta Api di Australia, namun sejarah membuktikan bahwa asal muasal kereta api Australia , bermula dari United Kingdom.
Lebih jauh Richard yang senang berbicara, menjelaskan sering sekolah membawa rombongan murid murid kesini, agar mereka belajar dari sejarah . Sekaligus memahami bahwa adanya kereta api yang sekarang mereka gunakan sebagai sarana transportsasi di Australia, sudah melalui perjalanan yang panjang. Agar dengan adanya pemahaman tentang seluk beluk Kereta api ini, maka diharapkan akan meminimalkan tingkah laku beberapa anak anak sekolah yang mencoret coret dinding kereta api ,terutama di saat jam jam sepi penumpang.
Tidak ada Kursi Empuk di Kereta Api Tempo Doeloe
Saya dipersilakan untuk mencoba duduk di belakang :”kemudi: kereta api tempo doeloe yang dipajang didalam ruangan tertutup, karena masih dalam tahap di rapikan. Saya mencoba duduk dan melirik ke bangku bangku yang ada, semuanya terbuat dari besi beton. Tidak ada alas lainnya. Seperti halnya bangku kereta api dijaman ini.
Motor Kereta Api dijaman dulu, kalau mau dinyalakan harus ditarik :”cok” nya sekuat kuatnya . Bila sudah hidup, maka baru gerbong gerbong disambungkan dengan Lokomotifnya. Kecepatan kereta api kuno ini, adalah sekitar 50 km per jam.Yang bila dibandingkan dengan kereta api ekspress yang ada sekarang ,berkecepatan 500 km perjam,bisa dibayangkan proses peningkatan kapasitas yang telah dikerjakan ,untuk mencapai kecepatan maksimum seperti saat ini.
Kereta Api Bukti Sejarah Yang Abadi
Masih menurut Richard. Kereta Api merupakan bukti sejarah yang abadi. Karena terbuat dari baja dan bisa tetap digunakan walaupun sudah berusiah hampir satu abad. Benda benda lainnya. Kalau sudah di “museum”kan, berarti hanya sebagai sebuah pajangan, bahkan disentuh juga tidak boleh, karena sudah rapuh.
Nah, kalau anda masih ada waktu, bulan depan datanglah lagi kesini.. Anda bisa membuktikan bahwa apa yang saya katakan ,bisa anda buktikan , kata Richard kepada saya. Lokomotif yang sudah berusia hampir seabad ini, akan dioperasikan dan anda sekeluarga boleh menikmatinya.
Tanpa terasa,satu jam sudah berlalu dan sebelum Richard mengisyaratkan, saya terlebih dulu menyalaminya dan mengucapkan terima kasih ,untuk waktu yang khusus diberikannya kepada saya, sebagai seorang Kompasianer. Saya katakan, bila tulisan ini sudah diposting, akan saya forwardkan kealamat emailnya. Kami pulang dengan gembira, karena mendapatkan kesempatan istimewa hari ini.
Catatan:
(Agar pembaca jangan sampai jenuh membaca artikel yang terlalu panjang, maka pertanyaan pertanyaan saya, tidak saya tulis disini. Yang saya tuliskan hanyalah penjelasan dari Richard,Manager Operasionil Light Rail Museum )
Setidaknya melalui kunjungan singkat ini, saya mendapatkan tambahan proses pembelajaran bahwa mengujungi sebuah museum, bukan hanya sekedar menambah pengetahuan,tetapi juga memahami bahwa sejarah yang tak terbantahkan itu ,justru hanya dapat dipelajari melalui bukti abadi yang ada dimuseum museum. Orang bisa bercerita tentang Dinausarus yang hidup pada jaman dulu,namun cerita ini baru menjadi sejarah, bila di museum ada bukti bukti, keberadaan dinausarus ini. Tanpa bukti, maka dinausarus hanya menjadi dongeng untuk menidurkan anak anak.
Bahwa sebuah sejarah bisa diplintir plintir, menurut siapa yang berkuasa,tetapi bukti bukti sejarah yang ada dimuseum, menjadi saksi tentang suatu kisah adalah sesungguhnya sebuah sejarah atau hanya sebuah dongeng .Contoh :Museum Bung Karno yang ada di Bengkulu adalah bukti sejarah yang tak terbantahkan, bahwa memang Bung Karno ,pernah ditahan di sana
Semoga hasil wawancara singkat ini, bermanfaat untuk dibaca .
Mount Saint Thomas, 26 Juli , 2014
Tjiptadinata Effendi