Mafia Ikan di Komitmen Jokowi
Pemberantasan pencurian ikan yang dilakukan Presiden Jokowi belum memuaskan. Instruksi penenggelaman kapal pencuri ikan belum sepenuhnya dipatuhi oleh aparat penegak hukum. Ada upaya menghambat instruksi Jokowi menjalankan amanat Undang-Undang 45 tahun 2009 tentang perikanan tersebut.
Sejak dicanangkan, perlahan terkuak ada kekuatan yang ‘bermain’ dibalik aktivitas pencurian ikan di perairan Indonesia. Belum sepenuhnya terbongkar, tapi diyakini banyak pihak yang terlibat dan menangguk keuntungan secara ilegal. Mereka mafia yang telah beraktivitas puluhan tahun. Mafia ikan! Jika negara dirugikan Rp 300 triliun/tahun, tentunya keuntungan disektor ini bisa ribuan triliun.
Seperti umumnya mafia lain, mafia ikan juga ada di berbagai sektor seperti birokrasi eksekutif, legislatif dan yudikatif hingga kompasianer. Siapakah mereka? Mari kita telusuri jejaknya yang sempat terekam publik.
Dalam acara Musrenbangnas 2014 di Jakarta, Kamis (18/12/2014), Jokowi menunjukan kekecewaannya terhadap kinerja aparat terkait yang dinilai lamban menjalankan instruksinya. Menurutnya, penangkapan dan penenggelaman kapal pencuri ikan baru dilakukan setelah tiga kali diperintahkan. “Harusnya satu kali sudah cukup, ya,” katanya dikutip dari kompas.com.
Presiden juga kecewa karena cuma tiga kapal yang ditenggelamkan. “Masa dari 5.000-7.000 hanya tiga? Ini bukan perintah loh karena perintahnya sudah dua bulan lalu. Dalam satu tahun, kita rugi Rp 300 triliun. Ini bukan jumlah yang kecil!” kata Jokowi. (kompas.com)
Siapa pihak yang disindir Jokowi? Jelas arahnya kepada TNI AL selaku pihak yang bertugas menjaga kedaulatan perairan Indonesia dan juga eksekutor dalam penenggelaman kapal. Walaupun pihak TNI AL mempunyai berbagai alibi soal hukum atau kendala patroli, terlihat ada beban psikologis untuk menjalankan perintah presiden.
Sehingga yang terjadi di lapangan, hanya kapal kecil dari kayu yang ditangkap dan ditenggelamkan. Kapal-kapal besar tidak tersentuh? Seperti ‘pepatah’ hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Bahkan penenggelaman tiga kapal vietnam di perairan Anambas beberapa waktu lalu diwarnai rumor kapal tersebut adalah kapal lama tangkapan tahun 2008.
Rumor itu muncul karena nomor kapal yang ditenggelamkan itu sama dengan nomor kapal yang ditangkap pada tahun 2008. Kadispenal Laksamana Pertama Mahanan Simorangkir telah membantah rumor tersebut dengan mengatakan tiga kapal Vietnam yang diledakkan di Anambas baru sebulan lalu ditangkap.(detik.com)
Siapakah pemain utama yang ‘menekan’ TNI AL? Tarik garis komando ke atas ada Panglima TNI, kemudian Kementrian Pertahanan, Kemenko Polhukam dan presiden sebagai panglima tertinggi. Siapakah mafia ikan di pihak eksekutif ini? Atau terjadi pembiaran kepada TNI AL untuk ‘menggarap’ sektor laut sebagai kaplingan karena sektor lain menjadi kaplingan aparat lain.
Eksekutif dan legislatif tentu berkaitan. Tidak mungkin DPR tidak mengetahui aktivitas tersebut dan DPR juga diam saat UU Perikanan tidak dijalankan. Apakah DPR takut? Atau ada oknum DPR yang juga bermain di sektor ini? Anggota DPR, Misbakhun, mantan politisi PKS yang loncat ke Partai Golkar sedikit memberi bocoran.
“Kenapa yang ditenggelamkan kapal kayu bukan kapal besar-besar yang punya beking kuat? Pasti anggota DPR tahu siapa yang bekingi dan ini belum pernah terjawab,” katanya dalam diskusi soal kinerja Jokowi-JK di The Twety8 Bar & Bistro di Jl Tulodong Atas, Jaksel, Minggu (21/12/2014). “Anggota DPR pasti tahu karena komisi IV tahu izin-izin itu untuk siapa saja. Saya dapat info itu, apakah berani (dibongkar -red)?” tantang Misbakhun.(detik.com)
Sekedar informasi, salah satu anggota fraksi Demokrat bernama Zulfikar Achmad di DPR cukup lama menjalankan usaha kapal dan penangkapan ikan. Usaha itu dijalankannya ketika masih tinggal di Thailand beberapa puluh tahun lalu. Setelah itu, Zulfikar menjadi bupati selama dua periode dan setelah masa baktinya berakhir, pemilu 2014 dia lolos ke senayan.
Kembali ke penelusuran jejak mafia ikan. Pernyataan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Laksamana Madya (Purn) Freddy Numberi juga menarik ditelaah. Saat menjabat menteri pada periode 2004-2009, ia mengeluarkan keputusan membakar kapal asing ilegal asal Vietnam. Namun pembakaran tersebut ditegur oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Dulu saya pernah ditegur Pak SBY karena membakar kapal asing ilegal,” katanya di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat, 5 Desember 2014. Freddy menuturkan, saat itu, SBY tengah akrab dengan Perdana Menteri Vietnam. “Takut keakraban itu terganggu, mungkin,” kata Freddy. (tempo.co)
Kenapa presiden mengintervensi menterinya menjalankan amanat UU perikanan itu? Padahal presiden disumpah untuk taat dan menjalankan UU. Dan ketika pemerintahan Jokowi menerapkan penenggelaman kapal, negara lain dapat memaklumi serta mewanti-wanti nelayan dari negara mereka.
Kata ‘keakraban’ SBY dan PM Vietnam yang disebut Freddy itu patut digarisbawahi sehingga memunculkan pertanyaan apakah SBY diintervensi mafia ikan? Atau SBY juga bagian dari mafia ikan lintas negara? Tentu sulit dibongkar dan dibuktikan secara ‘terang benderang’. Selaku rakyat kita hanya bisa menduga dan menganalisa. Tentunya juga merasa ‘prihatin’ atas kejadian yang menimpa Freddy Numberi.
Merujuk kepada Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982, masuknya kapal ikan asing secara ilegal di laut teritorial Indonesia dapat dikategorikan membahayakan kedamaian, ketertiban, atau keamanan nasional (Pasal 19). UU No 31/2004 yang diperbarui dengan UU No 45/2009 tentang Perikanan menyebutkan, aksi pencurian ikan tergolong tindak pidana. Hukumannya tak hanya berlaku bagi operator di atas kapal, tetapi juga dapat menjerat pemilik kapal dan pemilik perusahaan (Pasal 8). Kapal asing pencuri ikan juga boleh dibakar dan ditenggelamkan (Pasal 69), bahkan membayar denda hingga Rp 20 miliar (Pasal 93). (M Riza Damanik, kompas.com 12 Desember 2014)
Melihat dasar hukum diatas, tidak hanya kapal pencuri ikan yang harus ditenggelamkan. Pihak-pihak terkait seperti pemilik kapal atau perusahaan bisa dijerat dengan UU perikanan tersebut. Membandingkan UU dan fakta dilapangan, tidak berlebihan jika menilai pemberantasan pencurian ikan yang digembar-gemborkan pemerintahan Jokowi belum berjalan maksimal.
Terakhir, indikasi kompasianer telah dirasuki mafia ikan dilihat dari beberapa artikel yang mengecam penenggelaman kapal. Tidak terlalu ‘gegabah’ menduga kompasianer terlibat, karena di era keterbukaan informasi saat ini setiap pihak sudah biasa memiliki tim media (pasukan nasi bungkus-istilah netizen-) untuk menggalang opini publik. Walau tidak menutup kemungkinan, artikel itu muncul karena ketidaktahuan si kompasiner.
Sumber : http://ift.tt/13uLndS
Sejak dicanangkan, perlahan terkuak ada kekuatan yang ‘bermain’ dibalik aktivitas pencurian ikan di perairan Indonesia. Belum sepenuhnya terbongkar, tapi diyakini banyak pihak yang terlibat dan menangguk keuntungan secara ilegal. Mereka mafia yang telah beraktivitas puluhan tahun. Mafia ikan! Jika negara dirugikan Rp 300 triliun/tahun, tentunya keuntungan disektor ini bisa ribuan triliun.
Seperti umumnya mafia lain, mafia ikan juga ada di berbagai sektor seperti birokrasi eksekutif, legislatif dan yudikatif hingga kompasianer. Siapakah mereka? Mari kita telusuri jejaknya yang sempat terekam publik.
Dalam acara Musrenbangnas 2014 di Jakarta, Kamis (18/12/2014), Jokowi menunjukan kekecewaannya terhadap kinerja aparat terkait yang dinilai lamban menjalankan instruksinya. Menurutnya, penangkapan dan penenggelaman kapal pencuri ikan baru dilakukan setelah tiga kali diperintahkan. “Harusnya satu kali sudah cukup, ya,” katanya dikutip dari kompas.com.
Presiden juga kecewa karena cuma tiga kapal yang ditenggelamkan. “Masa dari 5.000-7.000 hanya tiga? Ini bukan perintah loh karena perintahnya sudah dua bulan lalu. Dalam satu tahun, kita rugi Rp 300 triliun. Ini bukan jumlah yang kecil!” kata Jokowi. (kompas.com)
Siapa pihak yang disindir Jokowi? Jelas arahnya kepada TNI AL selaku pihak yang bertugas menjaga kedaulatan perairan Indonesia dan juga eksekutor dalam penenggelaman kapal. Walaupun pihak TNI AL mempunyai berbagai alibi soal hukum atau kendala patroli, terlihat ada beban psikologis untuk menjalankan perintah presiden.
Sehingga yang terjadi di lapangan, hanya kapal kecil dari kayu yang ditangkap dan ditenggelamkan. Kapal-kapal besar tidak tersentuh? Seperti ‘pepatah’ hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Bahkan penenggelaman tiga kapal vietnam di perairan Anambas beberapa waktu lalu diwarnai rumor kapal tersebut adalah kapal lama tangkapan tahun 2008.
Rumor itu muncul karena nomor kapal yang ditenggelamkan itu sama dengan nomor kapal yang ditangkap pada tahun 2008. Kadispenal Laksamana Pertama Mahanan Simorangkir telah membantah rumor tersebut dengan mengatakan tiga kapal Vietnam yang diledakkan di Anambas baru sebulan lalu ditangkap.(detik.com)
Siapakah pemain utama yang ‘menekan’ TNI AL? Tarik garis komando ke atas ada Panglima TNI, kemudian Kementrian Pertahanan, Kemenko Polhukam dan presiden sebagai panglima tertinggi. Siapakah mafia ikan di pihak eksekutif ini? Atau terjadi pembiaran kepada TNI AL untuk ‘menggarap’ sektor laut sebagai kaplingan karena sektor lain menjadi kaplingan aparat lain.
Eksekutif dan legislatif tentu berkaitan. Tidak mungkin DPR tidak mengetahui aktivitas tersebut dan DPR juga diam saat UU Perikanan tidak dijalankan. Apakah DPR takut? Atau ada oknum DPR yang juga bermain di sektor ini? Anggota DPR, Misbakhun, mantan politisi PKS yang loncat ke Partai Golkar sedikit memberi bocoran.
“Kenapa yang ditenggelamkan kapal kayu bukan kapal besar-besar yang punya beking kuat? Pasti anggota DPR tahu siapa yang bekingi dan ini belum pernah terjawab,” katanya dalam diskusi soal kinerja Jokowi-JK di The Twety8 Bar & Bistro di Jl Tulodong Atas, Jaksel, Minggu (21/12/2014). “Anggota DPR pasti tahu karena komisi IV tahu izin-izin itu untuk siapa saja. Saya dapat info itu, apakah berani (dibongkar -red)?” tantang Misbakhun.(detik.com)
Sekedar informasi, salah satu anggota fraksi Demokrat bernama Zulfikar Achmad di DPR cukup lama menjalankan usaha kapal dan penangkapan ikan. Usaha itu dijalankannya ketika masih tinggal di Thailand beberapa puluh tahun lalu. Setelah itu, Zulfikar menjadi bupati selama dua periode dan setelah masa baktinya berakhir, pemilu 2014 dia lolos ke senayan.
Kembali ke penelusuran jejak mafia ikan. Pernyataan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Laksamana Madya (Purn) Freddy Numberi juga menarik ditelaah. Saat menjabat menteri pada periode 2004-2009, ia mengeluarkan keputusan membakar kapal asing ilegal asal Vietnam. Namun pembakaran tersebut ditegur oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Dulu saya pernah ditegur Pak SBY karena membakar kapal asing ilegal,” katanya di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat, 5 Desember 2014. Freddy menuturkan, saat itu, SBY tengah akrab dengan Perdana Menteri Vietnam. “Takut keakraban itu terganggu, mungkin,” kata Freddy. (tempo.co)
Kenapa presiden mengintervensi menterinya menjalankan amanat UU perikanan itu? Padahal presiden disumpah untuk taat dan menjalankan UU. Dan ketika pemerintahan Jokowi menerapkan penenggelaman kapal, negara lain dapat memaklumi serta mewanti-wanti nelayan dari negara mereka.
Kata ‘keakraban’ SBY dan PM Vietnam yang disebut Freddy itu patut digarisbawahi sehingga memunculkan pertanyaan apakah SBY diintervensi mafia ikan? Atau SBY juga bagian dari mafia ikan lintas negara? Tentu sulit dibongkar dan dibuktikan secara ‘terang benderang’. Selaku rakyat kita hanya bisa menduga dan menganalisa. Tentunya juga merasa ‘prihatin’ atas kejadian yang menimpa Freddy Numberi.
Merujuk kepada Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982, masuknya kapal ikan asing secara ilegal di laut teritorial Indonesia dapat dikategorikan membahayakan kedamaian, ketertiban, atau keamanan nasional (Pasal 19). UU No 31/2004 yang diperbarui dengan UU No 45/2009 tentang Perikanan menyebutkan, aksi pencurian ikan tergolong tindak pidana. Hukumannya tak hanya berlaku bagi operator di atas kapal, tetapi juga dapat menjerat pemilik kapal dan pemilik perusahaan (Pasal 8). Kapal asing pencuri ikan juga boleh dibakar dan ditenggelamkan (Pasal 69), bahkan membayar denda hingga Rp 20 miliar (Pasal 93). (M Riza Damanik, kompas.com 12 Desember 2014)
Melihat dasar hukum diatas, tidak hanya kapal pencuri ikan yang harus ditenggelamkan. Pihak-pihak terkait seperti pemilik kapal atau perusahaan bisa dijerat dengan UU perikanan tersebut. Membandingkan UU dan fakta dilapangan, tidak berlebihan jika menilai pemberantasan pencurian ikan yang digembar-gemborkan pemerintahan Jokowi belum berjalan maksimal.
Terakhir, indikasi kompasianer telah dirasuki mafia ikan dilihat dari beberapa artikel yang mengecam penenggelaman kapal. Tidak terlalu ‘gegabah’ menduga kompasianer terlibat, karena di era keterbukaan informasi saat ini setiap pihak sudah biasa memiliki tim media (pasukan nasi bungkus-istilah netizen-) untuk menggalang opini publik. Walau tidak menutup kemungkinan, artikel itu muncul karena ketidaktahuan si kompasiner.
Sumber : http://ift.tt/13uLndS