Suara Warga

Lempar Jokowi dengan Singkong Rebus

Artikel terkait : Lempar Jokowi dengan Singkong Rebus

Kebijakan Presiden Jokowi kembali dikritisi Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah. Kali ini Wasekjen PKS ini menyoroti kewajiban menghidangkan ubi dan singkong rebus di setiap acara kementerian/lembaga, kewajiban minum jamu setiap hari Jumat bagi PNS dikementerian/lembaga, sampai pada wacana menjual Gedung Kementerian BUMN.

Fahri menganggap kebijakan itu tidak membawa manfaat untuk masyarakat. “Hanya soal singkong rebus, minum jamu, jual (gedung) BUMN, di mana manfaatnya untuk rakyat? Enggak ada,” kata Fahri, di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (19/12/2014). (kompas.com)

Dilihat sepintas, kebijakan itu memang hal yang remeh, tapi itu kebijakan yang sangat hebat. Sangat hebat? Berlebihankah dua kata itu untuk kebijakan remeh tersebut. Berikut ulasan ala kadar dengan didasarkan analisis ekonomi bisnis, peluang usaha dan penghematan anggaran negara yang juga ala kadarnya.

Untuk poin menjual gedung, kritik Fahri cukup beralasan karena itu menyangkut aset negara. Jadi tidak perlu dibahas disini. Tapi soal kewajiban menyajikan singkong rebus dan minum jamu, Fahri ketahuan tidak tahu kondisi rakyat. Ironis, sebagai wakil rakyat, Fahri mengatakan kebijakan itu tidak bermanfaat bagi rakyat.

Jika Bung Fahri membaca tulisan ini, awalnya coba hitung dulu berapa banyak PNS di kementrian/lembaga pemerintah? Dan juga cari data jumlah petani Indonesia. Baik petani singkong atau petani tanaman untuk bahan baku jamu. Jumlahnya tentu sangat banyak hingga puluhan juta orang. Itu rakyat Indonesia. Tentunya lebih ‘afdol’ menyebut jutaan orang sebagai rakyat dari pada hanya puluhan orang.

Dengan kebijakan Jokowi itu, tentunya permintaan akan singkong dan jamu meningkat drastis. Sesuai dengan hukum ekonomi meningkatnya permintaan seiring dengan kenaikan harga. Sudah pasti puluhan jutaan petani akan diuntungkan. Tidak hanya harga singkong yang sekarang murah meriah menjadi melonjak, tapi pasar untuk menjual hasil panen mereka juga tercipta.

Membaiknya prospek budidaya singkong dan tanaman jamu dengan sendirinya akan menggerakan petani. Baik dalam skala besar atau ‘hanya’ dengan untuk memanfaatkan lahan tidur atau pekarangan rumah. Budidaya singkong juga tidak serumit komoditas pertanian lainnya. Sama gampangnya dengan budidaya tanaman jamu seperti jahe, kunyit dan tanaman tetek bengek lainnya dalam campuran jamu.

Kemudian, dari sisi anggaran negara, kebijakan Jokowi ini juga tidak membutuhkan anggaran baru. Biaya makan-minum di kementrian sudah ada hanya tukar menu ke singkong rebus. Pemerintah juga tidak perlu subsidi petani untuk menanam singkong atau jamu. Peran pemerintah hanya mendongkrak harga singkong dan jamu dengan meningkatkan permintaan.

Jadi, sebaiknya Fahri mikir dulu. Jangan asal kritisi kebijakan yang kelihatan remeh tapi ternyata memberi manfaat besar bagi rakyat. Semestinya, Fahri mendesak presiden Jokowi dengan wewenangnya agar kepala daerah juga menerapkan kebijakan PNS di daerah makan singkong rebus. Atau juga mengkritisi Jokowi, jika kewajiban sajian singkong tidak dilakukan oleh kementrian/lembaga pemerintah.

Kalau ketahuan kebijakan singkong rebus tidak diterapkan, Bung Fahri boleh gelitik Jokowi sepuasnya. Saya yakin banyak juga rakyat yang akan bantu gelitik jika Jokowi ketahuan hanya main-main dengan singkong rebus. Bukan tidak mungkin, Chairul Tanjung ‘Si Anak Singkong’ juga kecewa.

Kalau itu terjadi, mari sama-sama kita ‘lempar’ Jokowi dengan singkong rebus..




Sumber : http://ift.tt/1wNBMKG

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz