Dewan Perwakilan Monyet
Komunitas monyet ternyata memiliki perwakilan seperti Dewan Perwakilan Rakyat pada setiap Negara yang mendaku diri sebagai Negara demokratis. Mereka (monyet itu) menamakan lembaganya DPM, Dewan Perwakilan Monyet. Seperti DPR, seperti DPR maka DPM juga adalah hasil pemilu yang TPS-nya di dahan pohon-pohon.
Tentu saja saat sidang, terdapat perbedaan signifikan antara DPR dan DPM. Perbedaan itu seperti bahasa yang berbeda, pakaian yang berbeda, dan ruang sidang yang berbeda. Kalau DPR bersidang pastilah di ruang sejuk ber-AC, tetapi sidang DPM dilakukan di pohon beringin yang sangat besar yang sekaligus menjadi kantor pusat DPM. Bahasa, pakaian, ruang sidang, kenderaan tunggangan, dan alat komunikasi, semua itu menjadi pembeda utama antara DPR dan DPM.
Kalau karakter dan moral saat sidang, bisa berbeda bisa juga sama. Sidang DPR yang benar itu adalah kalau semua peserta sidang tertib mengikuti aturan sidang, dan sidang melulu membahas kepentingan rakyat. Bagaimana agar rakyat terlindungi dari narkoba, bagaimana agar rakyat terlindungi dari kelaparan, bagaimana agar rakyat mendapatkan jaminan hari tua, dan lain-lain dan lain-lain.
Kalau sidang, DPM mengutamakan pembahasan tentang bagaimana cara mencuri mentimun dari kebun di utara, memanen jambu air dari ladang di selatan, cara mengambil nangka dari kebun di sebelah timur, mencuri kacang dari ladang di barat, dan mencuri yang lain-lainnya. Semua yang hendak diambil itu bukan hasil jerih payah sendiri. Itulah DPM yang benar.
Entah karena apa dan oleh siapa, belakangan ini terlihat gejala pertukaran karakter antara DPR dan DPM. Mungkin karena anggota DPR sering studi banding ke DPM, sebaliknya DPM juga studi banding ke DPR. Jadi masing-masing saling belajar dari masing-masing. Meski mungkin studi banding lebih menguntungkan DPM dari pada menguntungkan DPR.
Kini orang-orang berjas dan berdasi dengan parfum Perancis naik Ferari atau Fortuner berkumpul di ruang sejuk ber-AC, rapat DPM.
Sementara di sana di atas pohon telanjang tanpa pakaian apalagi kolor, tidak membawa ponsel atau notes, rapat DPR.
Dunia sedang jungkir balik ……. Selamat bersidang.
Sumber : http://ift.tt/1DTIDaH
Tentu saja saat sidang, terdapat perbedaan signifikan antara DPR dan DPM. Perbedaan itu seperti bahasa yang berbeda, pakaian yang berbeda, dan ruang sidang yang berbeda. Kalau DPR bersidang pastilah di ruang sejuk ber-AC, tetapi sidang DPM dilakukan di pohon beringin yang sangat besar yang sekaligus menjadi kantor pusat DPM. Bahasa, pakaian, ruang sidang, kenderaan tunggangan, dan alat komunikasi, semua itu menjadi pembeda utama antara DPR dan DPM.
Kalau karakter dan moral saat sidang, bisa berbeda bisa juga sama. Sidang DPR yang benar itu adalah kalau semua peserta sidang tertib mengikuti aturan sidang, dan sidang melulu membahas kepentingan rakyat. Bagaimana agar rakyat terlindungi dari narkoba, bagaimana agar rakyat terlindungi dari kelaparan, bagaimana agar rakyat mendapatkan jaminan hari tua, dan lain-lain dan lain-lain.
Kalau sidang, DPM mengutamakan pembahasan tentang bagaimana cara mencuri mentimun dari kebun di utara, memanen jambu air dari ladang di selatan, cara mengambil nangka dari kebun di sebelah timur, mencuri kacang dari ladang di barat, dan mencuri yang lain-lainnya. Semua yang hendak diambil itu bukan hasil jerih payah sendiri. Itulah DPM yang benar.
Entah karena apa dan oleh siapa, belakangan ini terlihat gejala pertukaran karakter antara DPR dan DPM. Mungkin karena anggota DPR sering studi banding ke DPM, sebaliknya DPM juga studi banding ke DPR. Jadi masing-masing saling belajar dari masing-masing. Meski mungkin studi banding lebih menguntungkan DPM dari pada menguntungkan DPR.
Kini orang-orang berjas dan berdasi dengan parfum Perancis naik Ferari atau Fortuner berkumpul di ruang sejuk ber-AC, rapat DPM.
Sementara di sana di atas pohon telanjang tanpa pakaian apalagi kolor, tidak membawa ponsel atau notes, rapat DPR.
Dunia sedang jungkir balik ……. Selamat bersidang.
Sumber : http://ift.tt/1DTIDaH