Rakyatlah Yang Terhormat
Melihat tingkahmu yang terekam beberapa saat lalu, jelaslah bahwa anda bukan yang terhormat. Langkah awalmu sudah mencoreng muka sendiri dengan berlaku seperti anak TK (kata alm. Gus Dur) walaupun anda dan anda bukanlah murid Taman Kanak-Kanak. Anda sendiri secara gamblang mendeklarasikan diri bahwa anda memang tidak terhormat dan tidak layak untuk dihormati. Anda sendiri yang melumuri wajah sendiri yang mungkin tidak jelek(?) atau yang sudah jelek(?) dengan lumpur busuk. Jelaslah kini bahwa anda memang jelek dan bertambah jelek, busuk dan tidak terhormat. Rakyat, si pemegang kedaulatan tertinggilah yang patut disebut sebagai Yang Terhormat.
Sebenarnya siapa pun anda bisa saja menyandang gelar Yang Terhormat (YTh) jika siapa pun anda itu sudah memperlihatkan rekam jejak yang baik dan positif. Ada proses panjang yang patut anda lewati sebagai ujian untuk memperoleh gelar Yang Terhormat tersebut. Fakta membuktikan bahwa sebagian besar dari anda yang sekalipun sudah diuji selama sepuluh tahun tidak juga menunjukkan hasil/nilai baik dan positif untuk layak mendapatkan gelar YTh. Bahkan nilai yang anda cetak hanyalah bernilai 1 dari skala 1-4 yang artinya tidak lulus, dan bahkan lagi tidak lulus dengan predikat tidak terpuji dan memalukan; sebuah rekor nilai ditambah predikat ketidaklulusan yang tidak pernah ada dan tidak pernah dimiliki oleh siapa pun di belahan dunia mana pun. Ya, sebuah rekor yang hanya milik anda.
Tradisi memberi gelar Yang Terhormat sejak awal menginjakkan kaki di gedung kura-kura ini sebaiknya ditinjau kembali. Layaknya dalam system pendidikan formal yang berlaku di negeri ini, gelar baru boleh diperoleh setelah melewati sebuah tahapan panjang yang tidak mudah. Gelar tersebut baru boleh disandang jika prilaku, pikiran dan perasaan anda semua berpihak kepada rakyat yang diwakili. Dalil memperjuangkan kepentingan rakyat harus betul-betul diterjemahkan ke dalam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat. Dalil memperjuangkan kepentingan rakyat jangan menjadi alasan untuk memperbesar pundi-pundi pribadi anda dan keluarga anda alias korupsi.
Rakyat juga sering disuguhi dengan adegan dan tontonan yang tidak lucu, tidak cerdas dan tidak mendidik dari sebagian dari anda yang sama sekali tidak mencerminkan martabat yang terhormat. Pemandangan yang bertolak belakang dengan kehendak rakyat justru sering datang dari dalam kura-kura senayan. Ruang persidangan dijadikan sebagai tempat untuk melepas lelah alias tidur-tiduran, arena bermain, dan bahkan dijadikan sebagai ruang yang aman dan bebas untuk menikmati adegan mesum yang mengumbar sayhwat dari gadget pribadi (dan mudah-mudahan tidak dijadikan sebagai tempat yang aman untuk bermesum ria).
Gudang yang mirip kura-kura ini seharusnya menjadi simbol negara untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, bukan sebagai simbol tarik ulur kepentingan dari pihak-pihak yang ingin unjuk kekuatan oleh karena ego dan ambisi pribadi/kelompok tertentu. Bibit-bibit kesejahteraan dan kemakmuran rakyat seharusnya disemai dan dirawat di dalam gedung yang terhormat ini dan selanjutnya bisa berdampak pada tumbuh kembang kehidupan rakyat yang lebih baik ke depannya. Gedung sebagai simbol negara yang terhormat seharusnya ditempati pula oleh pribadi-pribadi yang siap mati untuk rakyatnya.
Saya yakin anda yang membaca tulisan ini tidak sensi alias tidak akan tersinggung dan tidak sakit hati karena anda tidak termasuk dalam kelompok yang disebutkan di atas. Begitu pula dengan anda yang merasa yang terhormat tidak akan merasa dilecehkan dengan tulisan ini karena anda memang tidak pernah melakukan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, atau karena anda tidak sedikit pun berencana/berniat melakukan sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Jika demikian, maka pada saatnya nanti anda berhak dan layak menyandang gelar YTh. (Yang Terhormat) bersama-sama dengan Rakyat yang memang Terhormat. Jika tidak demikian, maka anda pun dengan sendirinya diwisudakan dengan gelar Ytth.B. (Yang Tidak Terhormat dan Bejat), dan Rakyat tetaplah Yang Terhormat.
Sumber : http://ift.tt/1Ceej4d