Ahok Vs M.Taufik, Siapa yang Ngawur?
Partai Gerindra benar benar sangat bernafsu, ingin mendudukan M.Taufik, yang sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, untuk menggantikan Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI.
Seperti sudah kita diketahui, setelah Jokowi memenangkan pilpres 2014, otomatis kursi Gubernur DKI Jakarta yang ditinggalkan, akan diisi oleh Ahok, sang Wakil Gubernur DKI Jakarta saat ini. Polemik dan berbagai aksi penolakan terhadap Ahok menjadi Gubernur DKI, telah dilakukan oleh ormas yang memakai label agama dengan melakukan demo anarkis.
Tidak kalah serunya, polemik tentang siapa nanti, yang akan duduk menggantikan Ahok, sebagai Wakil Gubernur DKI, setelah nanti menjadi Gubernur. Kali ini, aksi penolakan terhadap calon Wakil Gubernur yang diajukan oleh Partai Gerindra, bukan dari ormas, tapi penolakan justru dari Ahok, sang calon Gubernur penganti.
Rekam jejak M.Taufik memang sangat “bervariasi”.
M.Taufik pernah menjabat sebagai, Ketua KPU DKI Jakarta, pada masa periode 2003-2008. Karena jabatan sebagai Ketua KPU itulah, M.Taufik lalu terjerat kasus korupsi.
Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilihan Umum, pada tahun 2004 lalu, M.Taufik, terbukti pernah merugikan Negara sebesar 448 Juta, dan telah dinyatakan bersalah serta dijatuhkan hukuman pidana selama 18 bulan.
Dengan kata lain, M.Taufik, adalah seorang mantan koruptor!!!
Entah karena bangsa kita mempunyai ingatan yang sangat pendek, atau karena bangsa kita yang pemaaf, apabila seorang mantan koruptor, masih bisa mendapat kepercayaan menjadi jabatan publik, dan anehnya lagi jabatan itu atas nama wakil rakyat.
Padahal sudah jelas, korupsi yang sudah dilakukan M.Taufik merugikan Negara atau uang yang sudah diambil adalah uang rakyat!!!
Apakah, memang pada saat pileg 2014, masyarakat tidak melihat lagi profil calon yang akan dipilihnya? Karena, disaat arus deras informasi seperti sekarang ini, dimana profil seorang akan mudah didapat, namun sebagai seorang mantan koruptor, M.Taufik tetap masih bisa terpilih sebagai anggota DPRD!!!
Memaafkan seseorang yang pernah bersalah, adalah suatu sikap yang sangat terpuji, apalagi orang itu juga sudah mendapat hukuman. Memberi kesempatan lagi kepada mantan napi, untuk tetap bisa berkarya, juga suatu sikap yang sangat baik dan terpuji.
Namun disamping itu, kita juga harus melihat dan tetap memperhatikan tingkah laku orang itu, apakah setelah mendapat hukuman, orang itu berperilaku baik atau malah semakin parah.
Seperti kita tahu, pada 8 Agustus 2014 lalu, dalam aksi demo ke KPU, sewaktu berorasi M.Taufik pernah mengajak pendukung Prabowo-Hatta untuk menculik Ketua KPU, Husni Kamil Manik!!!
Diberitakan Kompas.com Senin 13 Oktober 2014.
“Taufik mengatakan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur mengenai mekanisme pengangkatan wakil gubernur saat wakil gubernur petahana naik jabatan menjadi gubernur.
“Jadi, suruh Ahok (Basuki) baca undang-undang. Ahok itu ngawur,” ujar politisi Partai Gerindra itu, Senin (13/10/2014).
Sebelumnya, Ahok menyatakan tidak mau meneken usulan calon wagub yang bakal mendampinginya jika pilihannya hanya Taufik dari Gerindra dan Boy Sadikin dari PDI-P. “Gue enggak mau tanda tangan, boleh dong. Sebelum dipilih anggota DPRD, usulannya kan mesti dari saya dulu, ya sudah mending tidak usah tanda tangan,” ujar mantan anggota komisi II DPR RI tersebut.
Dalam tulisan ini, saya tidak ingin membahas masalah Undang Undang ataupun segala macam aturan partai, tapi saya hanya ingin melihat dari sisi efektivitas kerja dan kelayakan seorang calon pemimpin saja.
Dalam beberapa kesempatan, Ahok yang nantinya akan menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sudah dengan tegas menolak M.Taufik, sebagai calon Wakil Gubernur, yang akan diajukan oleh Partai Gerindra.
Pertanyaannya…
Mengapa Partai Gerindra begitu ngotot mengajukan M.Taufik untuk mendampingi Ahok?
Apakah, segala tindakan yang sudah dilakukan M.Taufik, dianggap sebagai sebuah tindakan pahlawan, sehingga M.Taufik layak diberikan hadiah oleh Partai Gerindra?
Apakah, Partai Gerindra tidak mempunyai calon lain yang lebih baik selain M.Taufik, untuk diajukan sebagai Wakil Gubernur untuk mendampingi Ahok?
Apakah karena di kantornya, M.Taufik masih memajang photo Prabowo Subianto, sebagai Presiden Republik Indonesia?
Perselisihan antara M.Taufik dan Ahok, bukan hanya terjadi dalam kasus Wakil Gubernur ini saja, tapi sudah sejak beberapa waktu lalu.
Dalam kasus RUU Pilkada, Ahok terang terangan mendukung pilkada dilakukan secara langsung, berseberangan dengan sikap Partai Gerindra, yang mendukung pilkada dilakukan lewat DPRD. Sikap Ahok yang dianggap nyeleneh itu, membuat para elite Partai Gerindra meradang. Tak urung M.Taufik ikut ikutan ngoceh, merengek kepada Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo supaya memecat Ahok sebagai kader partai.
Karena ucapan M.Taufik itulah, yang alasan Ahok mengundurkan diri sebagai kader Partai Gerindra.
M.Taufik juga pernah “merendahkan” Ahok, ketika mengatakan Ahok tidak punya prestasi apa apa.
“Prestasi apa Ahok? Ahok tuh ngomong doang. Mau pecat A, pecat B, enggak dilakukan. Prestasinya apa? Enggak ada hebatnya Ahok itu. Ngomong mau pecat Kepala Dinas PU dari dua bulan lalu, Kepala Dinas perumahan juga, sekarang masih tuh,” kata dia, di Gedung DPRD DKI, Rabu (http://ift.tt/WRHBb2.)
Melihat perseteruan panjang kedua tokoh ini, timbul beberapa pertanyaan….
Bagaimana mungkin, kedua orang ini bisa disatukan untuk memimpin DKI? Bukankah, jika nanti dipaksakan, Ahok dan M.Taufk untuk memimpin DKI, tidak akan bisa membuat kebijakan yang baik juga? Mengingat, diantara keduanya tidak mempunyai hubungan yang baik, apakah bisa semua program dan kebijakan, akan berjalan dengan baik dan semestinya???
Bagaimana mungkin keduanya, bisa menyelesaikan semua masalah DKI, yang sangat banyak dan komplek itu, secara bersama sama???
Apa jadinya daerah yang dipimpin nanti, jika sudah sedari awal hubungan Gubernur dan Wakilnya tidak harmonis dan sering terlibat perang kata kata? Bukankah, posisi mereka berdua seharusnya, saling mengisi kekurangan satu dengan yang lainnya? Namun, jika sebelumnya sudah terjadi perselisihan dan percekcokan seperti itu, semua rencana kerja akan bisa jadi berantakan, kan?
Bahkan bisa dibilang, keduanya nanti bisa saling jegal dan menjatuhkan satu sama lainnya, kan?
Apakah itu yang diinginkan oleh Gerindra? Apakah memang dengan memilih cara berpolitik seperti itu, Partai Gerindra bisa disebut demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat?
Seperti judul tulisan ini, siapa yang ngawur dalam perselisihan antara Ahok dan M.Taufik?
Sangat wajar, bila Ahok menolak M.Taufik calon yang diajukan oleh Partai Gerindra, untuk mendampinginya, karena Ahok sudah melihat sepak terjang M.Taufik yang seperti itu. Karena, Ahok tidak ingin nanti, kerja keras dan suksesnya, yang sudah dibangun bersama Jokowi, akan jadi berantakan.
Mengingat pentingnya, hubungan yang harmonis, keselarasan dalam berpikir dan bertindak, adalah hal yang wajar, bila Ahok ingin mendapat pengganti yang cocok, untuk bisa bekerja sama dengannya. Setelah perseteruan keduanya, adalah hal yang akan sangat sulit, jika kerjasama itu dilakukan bersama
Begitu juga dengan M.Taufik, sangat wajar jika ia terlihat begitu nafsu untuk mendapat jabatan Wakil Gubernur, mengingat “jasa” yang sudah dibuatnya, apalagi Partai Gerindra sepertinya sudah memberi angin.
Jika, M.Taufik tidak antusias untuk meraih kedudukan itu, justru ia bisa dianggap sebagai pembangkang, dan akan berakibat dipecat dari Partai Gerindra, oleh Prabowo.
Kalau memang, niat memimpin adalah untuk mensejahterakan rakyat, dan demi kemajuan negeri ini, sebaiknya kepentingan rakyatlah yang paling pertama dipikirkan…
Sebuah tindakan yang bijak, jika elite Partai Gerindra, memikirkan kembali dan tidak perlu sungkan mengajak Ahok berunding, mengenai sosok yang cocok, sebagai calon Wakil Gubernur yang akan mendampinginya…
Partai Gerindra, jangan terus menerus menaruh dendam terhadap Ahok…
Bukan hanya, karena M.Taufik sangat bisa mengambil hati Prabowo, lalu ia dianggap layak menjadi pemimpin DKI…
Karena, dengan cara memaksakan kehendak seperti itu, nanti hanya berakibat sangat buruk bagi semuanya, terutama rakyat DKI Jakarta…
Catatan : Sungguh ironis, manakala semua lapisan masyarakat berteriak menentang aksi korupsi, tetapi mantan koruptor malah masih bisa duduk dengan nyaman di parlemen, dan sebentar lagi akan menjadi orang nomor 2 di DKI!!!
Salam Damai…
Sumber : http://ift.tt/1qkGx7W