Tidak Heran Terhadap Sikap Pak SBY
Rakyat Indonesia itu sangat mudah terpesona, sama mudahnya untuk menjadi benci setengah mampus. Saat terpesona maka semua hal terlihat baik dan hebat, keterpesonaan yang tidak realistis. Begitu juga saat membenci sesuatu maka kebencian itu di luar rasio. Segala hal menjadi terlihat buruk.
Banyak dari kita terpesona selama sepuluh tahun pemerintahan SBY. Ekonomi bertumbuh, penjualan mobil di dalam negeri meningkat mengalahkan Thailand (meski semua mobil merek impor, tetap saja itu dibanggakan), menjadi pasar pengguna media sosial terbesar ketiga (meski semua perangkatnya diimpor), tetapi itu cirri-ciri rakyat makin makmur, katanye.
Bahwa kerusakan lingkungan makin parah (lumpur lapindo sebagai contoh), kemacetan makin parah, infrastruktur makin parah, kemandirian ekonomi makin terkikis, defisit makin besar, subsidi mendekati angka yang mematikan, semua itu menjadi tidak bermakna. Bisa membeli mobil dan BBM murah meriah adalah alasan untuk mengabaikan semua kerusakan ini. Terutama mengabaikan mutu pendidikan yang sudah sangat terpuruk ini.
Keterpesonaan yang tidak rasional yang menyebabkan hilangnya daya kritis.
Saking terpesonanya oleh ucapan pak SBY : “saya mendukung pilkada langsung oleh rakyat ”, mendadak banyak yang langsung menobatkan pak SBY sebagai pahlawan demokrasi. Semua langsung lupa bahwa usul agar pilkada oleh DPRD justru berasal dari pemerintah yang dipimpin SBY, itu tiga tahun yang lalu. Tetapi melihat arah tiupan angin dan demi pencitraan, beliau memilih untuk berpura-pura mendukung pilkada langsung oleh rakyat.
Antara bibir, tenggorokan, dan hati ternyata tidaklah seirama. Apa yang terucap di bibir berbeda terhadap apa yang mengalir dari tenggorokan, dan apa yang ada di hati hanya Tuhan yang tahu.
Tetapi yang jelas, hasil dari voting di DPR adalah kemenangan bagi kelompok yang menghendaki pilkada melalui DPRD. Sontak semua menuduh hal itu disebabkan oleh walk-out-nya Demokrat dari siding. Shameon You SBY menjadi trending topic di media sosial.
Sesungguhnya sikap pak SBY itu tidaklah mengherankan, itu kalau dicermati selam sepulu tahun. Tentu anda pasti ingat perseteruan cicak-buaya yang dibiarkan menggantung begitu lama menguras energi, karena sedang menunggu ke arah manakah angin bertiup?. Ketika sudah jelas angin bertiup mendukung KPK, sontak bapak SBY maju sebagai pahlawan penyelamat KPK, dan untuk itu kita semua memberikan standing applaus yang sangat meriah. Segala gelar kepahlawanan yang dapat dituliskan dan diucapkan langsung disematkan ke pundak SBY.
Begitu juga saat harga BBM dinaikkan dan itu mengundang amarah rakyat, pak SBY maju menjadi pahlawan orang miskin dengan menurunkan harga BBM yang dinaikkannya sendiri itu. Kembali pak SBY menjadi pahlawan. Sangat mudah memang menjadi pahlawan, sangat mudah juga menperoleh bintang medali mahaputera, seperti Jero Wacik yang langsung menjadi tersangka korupsi hanya beberapa bulan setelah dianugerahi bintang medali tersebut.
Kemenangan KMP mengegolkan UU pilkada oleh DPRD membuat pak SBY menjadi titik fokus hujatan, nggak apa-apalah. Sebab hanya dengan satu jurus di depan hari status itu bisa sontak berubah menjadi pahlawan demokrasi dan pemimpin yang arif bijaksana. Misalnya, jika pak SBY mengajukan peninjauan ulang ke MK.
Ahaaa …. Pahlawanku ……
Bagiku pahlawan itu adalah pejuang yang sudah mati, ya begitulah.
Sumber : http://ift.tt/1piYrHA
Banyak dari kita terpesona selama sepuluh tahun pemerintahan SBY. Ekonomi bertumbuh, penjualan mobil di dalam negeri meningkat mengalahkan Thailand (meski semua mobil merek impor, tetap saja itu dibanggakan), menjadi pasar pengguna media sosial terbesar ketiga (meski semua perangkatnya diimpor), tetapi itu cirri-ciri rakyat makin makmur, katanye.
Bahwa kerusakan lingkungan makin parah (lumpur lapindo sebagai contoh), kemacetan makin parah, infrastruktur makin parah, kemandirian ekonomi makin terkikis, defisit makin besar, subsidi mendekati angka yang mematikan, semua itu menjadi tidak bermakna. Bisa membeli mobil dan BBM murah meriah adalah alasan untuk mengabaikan semua kerusakan ini. Terutama mengabaikan mutu pendidikan yang sudah sangat terpuruk ini.
Keterpesonaan yang tidak rasional yang menyebabkan hilangnya daya kritis.
Saking terpesonanya oleh ucapan pak SBY : “saya mendukung pilkada langsung oleh rakyat ”, mendadak banyak yang langsung menobatkan pak SBY sebagai pahlawan demokrasi. Semua langsung lupa bahwa usul agar pilkada oleh DPRD justru berasal dari pemerintah yang dipimpin SBY, itu tiga tahun yang lalu. Tetapi melihat arah tiupan angin dan demi pencitraan, beliau memilih untuk berpura-pura mendukung pilkada langsung oleh rakyat.
Antara bibir, tenggorokan, dan hati ternyata tidaklah seirama. Apa yang terucap di bibir berbeda terhadap apa yang mengalir dari tenggorokan, dan apa yang ada di hati hanya Tuhan yang tahu.
Tetapi yang jelas, hasil dari voting di DPR adalah kemenangan bagi kelompok yang menghendaki pilkada melalui DPRD. Sontak semua menuduh hal itu disebabkan oleh walk-out-nya Demokrat dari siding. Shameon You SBY menjadi trending topic di media sosial.
Sesungguhnya sikap pak SBY itu tidaklah mengherankan, itu kalau dicermati selam sepulu tahun. Tentu anda pasti ingat perseteruan cicak-buaya yang dibiarkan menggantung begitu lama menguras energi, karena sedang menunggu ke arah manakah angin bertiup?. Ketika sudah jelas angin bertiup mendukung KPK, sontak bapak SBY maju sebagai pahlawan penyelamat KPK, dan untuk itu kita semua memberikan standing applaus yang sangat meriah. Segala gelar kepahlawanan yang dapat dituliskan dan diucapkan langsung disematkan ke pundak SBY.
Begitu juga saat harga BBM dinaikkan dan itu mengundang amarah rakyat, pak SBY maju menjadi pahlawan orang miskin dengan menurunkan harga BBM yang dinaikkannya sendiri itu. Kembali pak SBY menjadi pahlawan. Sangat mudah memang menjadi pahlawan, sangat mudah juga menperoleh bintang medali mahaputera, seperti Jero Wacik yang langsung menjadi tersangka korupsi hanya beberapa bulan setelah dianugerahi bintang medali tersebut.
Kemenangan KMP mengegolkan UU pilkada oleh DPRD membuat pak SBY menjadi titik fokus hujatan, nggak apa-apalah. Sebab hanya dengan satu jurus di depan hari status itu bisa sontak berubah menjadi pahlawan demokrasi dan pemimpin yang arif bijaksana. Misalnya, jika pak SBY mengajukan peninjauan ulang ke MK.
Ahaaa …. Pahlawanku ……
Bagiku pahlawan itu adalah pejuang yang sudah mati, ya begitulah.
Sumber : http://ift.tt/1piYrHA