Politik Debu (Esai orang pinggiran).
Politik Debu (Esai orang pinggiran).
Ketika cermin tak perlu lagi karena semua orang sudah diambil wajahnya. Aneh, undang-undang kebijaksanaan publik dapat menghilangkan wajah orang, publik tak lagi mengenali dirinya. Akibat pemaksaan aturan moral kepentingan politik partisan oportunis.
Politik partisan oportunis, sejenis jamur berganda berkembang biak mirip benalu di pohon besar. Rakyat tak lagi punya kesempatan bersuara ketika undang-undang kebijaksanaan publik di goreng jadi telor mata sapi di penggorengan tertutup di simpan di laci para pemuja demokrasi plutokrat.
Pembungkaman publik menjadi sejarah berputar dalam siklus kekuasaan birokrasi politik ingin menjadi mastodon kepentingan kelompok ajaran sektarian aklamasi, dalam undang-undang kebijaksanaan publik demi kekuasan kelompok pemuja dewa mabuk, birokrasi, politik, pertisan, oportunis.
Maka esensi rakyat pada hakikat kebenaran demos dan kratos, terpinggirkan setelah kepentingan kekuasaan bergaya dalam life style birokrasi politik kegenitan di antara dunia (be)-anonim lipstik dipoles menjadi alis mereka di tren mode kaum snobisme di ajang festival asal (om)-senang dengan syair lagu pop murahan.
Kepentingan rakyat tak lagi memiliki suara apapun ketika haknya direbut kekuasaan. Maka lembaga mahkamah keadilan seperti menunggu proyek publikasi popularitas gugatan, ini loh demokrasi, sedang bergulir cantik meski sesungguhnya menderita kanker kronis menjadi proyek lembaga alien.
Undang-undang pilkada, telah disahkan DPR, tidak menyakiti rakyat, tidak. Rasa sakit telah menjadi muak, oleh vaksin imunisasi kekuasaan pemaksaan kehendak, segelintir partisan tidak mewakili demos dan kratos, tapi, lebih kepada kepentingan kelompok-kelompok politik raja-raja kecil ingin menjadi kultus..
Politik debu menempel dimana saja, kekuasaan bisa berbuat apa saja, meniupnya kapan saja, sirna. Hebat. Maka rakyat tak punya wajah kekuasaan demokrasi berdasarkan ketentuan undang-undang dasar 1945. Totalitas putusan UU Pilkada, adalah bius, bisu, pasung dan pembungkaman, suara, hak asasi rakyat.
Gile bener…Orba bangun lagi.
Jakarta, Indonesia, September 2014.
Sumber : http://ift.tt/1nlRFFY