Suara Warga

Nggak Mudah Ya Jadi Polisi Brimob…

Artikel terkait : Nggak Mudah Ya Jadi Polisi Brimob…

1411226079314831146 Ilustrasi : Pasukan Brigade Mobil (Brimob) sumber: arrahmah.com



Banyak orang menganggap miring aparat kepolisian kita, termasuk saya sendiri pernah juga menulis kekecewaan dalam artikel saya Kejahatan Di Jalan Raya, Picu Trauma Psikologis. Tentu saja tulisan tersebut saya maksudkan bukan bermaksud secara tendensius menghina institusi Polri yang saya hormati. Tapi sebagai bagian rasa kecewa karena di daerah kami benar-benar rawan. Bahkan kami sering bersyuudzon apakah polisi kita benar-benar ingin hidup enak dan ingin cari aman saja. Jadi ketika melihat beragam kejahatan di jalan raya mereka bersembunyi di belakang meja. Meskipun boleh jadi ada yang berkarakter demikian, tapi tak semuanya memiliki karakter yang sama.

Di antara anggota Polri tentu tetap ada saja aparat keamanan ini yang benar-benar memegang teguh tanggung jawab kesatuan. Mereka bekerja keras tak mengenal waktu. Jangankan ingin hidup nyaman menginap semalam dua malam demi menemani sang buah hati, mereka tetap saja melangkah pergi demi sebuah tugas yang tak bisa ditinggalkan. Tugas demi menjaga keamanan dan kenyamanan warga dari tindakan anarkisme.

******

Sebagaimana yang saya sampaikan di atas, meskipun ada yang beranggapan bahwa hanya Kopral Jono dan Polisi tidur yang jujur, tapi ternyata saya merasakan sendiri betapa tugas seorang aparat kepolisian benar-benar berat. Tak hanya tenaga yang dikorbankan, anak istri di rumah acapkali ditinggalkan dalam kurun waktu beberapa hari. Bahkan anak yang masih orok pun rela tak mendengar suara sang ayah demi sebuah pengabdian, tugas demi negara. Bahkan saking disiplinnya, tatkala bertugas kadang harus dihadang sekelompok rampok di jalanan. Tapi itulah suka duka seorang aparat kepolisian. Tentu saja polisi yang benar-benar jujur, disiplin dan berdedikasi tinggi.

Seperti apa yang saya pahami dari beberapa kisah polisi jujur, sebut saja Agus, beliau adalah kakak ipar saya, karena kakak istri. Jadi saya memanggilnya kakak. Tapi karena saya terbiasa memanggil yang lebih tua dengan mas, maka saya pun memanggil beliau dengan Mas Agus.

Seorang Polisi Brimob (Brigade Mobil) entah pangkatnya apa sekarang karena saya nggak enak hati jika mau bertanya macam-macam, yang pasti beliau saat ini bertugas di kesatuan Brimob Lampung Timur. Menikahi seorang wanita mualaf. Dan alhamdulillah saat ini sang istri tetap istiqomah dalam agamanya yang baru. Menjadi muslimah sejati. Wanita lulusan kebidanan seperti yang menjadi cita-citanya sewaktu mencari jodoh.

Beliau adalah seorang anggota kepolisian dalam satuan Brimob. Mendaftar kepolisian dengan lulusan SMA, jadilah beliau seorang Tamtama Brimob. Maksud hati ingin menjadi Polantas, tapi karena tak lulus Pantohir, beliau berbelok arah untuk memilih Brimob. Karena sama-sama anggota kepolisian.

Meskipun korpsnya sama, tapi lingkup tugasnya amat jauh berbeda. Kalau polantas tentu ikut menjaga ketertiban lalu lintas yang tugasnya di jalan raya, tapi kalau Brimob biasanya sebagai pengendali massa (Dalmas) pasukan anti huru-hara. Seperti contoh ketika demonstrasi besar-besaran sewaktu sidang MK, terkait gugatan Pilpres 2014, beliau pun ditugaskan di sana. Dengan risiko berhari-hari beliau tidak bisa melihat wajah istri dan anak-anaknya. Kadang saya pun merasakan kesedihan, seperti yang saya rasakan ketika lama tak berjumpa dengan keluarga, tentu saja kerinduan yang amat dalam harus dipendam.

Bahkan karena memang tugasnya bagian Dalmas, beliau pun acapkali ditugaskan atasannya tak mengenal waktu, kadang baru bangun tidur ditelepon karena ada huru-hara dan bentrok massa. Entah sempat mandi atau tidak yang penting jika dipanggi harus berangkat. Kadang pukul 01.00 pagi, di saat masih hangat-hangatnya sang anak memeluk sang ayah, tiba-tiba sang komandan menghubunginya demi tugas tersebut. Dan itu tidak hanya sekali dua kali, karena hampir setiap hari jika kondisinya dibutuhkan beliau harus siap. Bagaimanapun kondisinya tidak ada kata tidak. Sebuah janji suci dan dedikasi yang baik dari anggota Brimob.

Dan beberapa waktu yang lalu, beliau harus menjaga bentrokan warga di Mesuji terkait tanah sengketa. Dan lain-lain. Semua dijalani dengan amanah dan kejujuran. Menjaga nama baik korps kepolisian Brimob sebagai kesatuan yang menjadi tempat mencari penghidupan.

Ada kisah suka dukanya juga jadi Brimob, karena beliau juga sering menceritakan kisahnya dalam bertugas, misalnya tatkala harus menjaga (nge-Pam) di salah satu SPBU, beliau pun sering mendapatkan uang tips, plus bensin full di motor, waktu itu bebek bodong, alias surat khusus dari kepolisian. Kadang juga mendapatkan bonus rokok, meskipun tidak merokok beliau tetap menerimanya dengan senang hati. Sesampainya di rumah, beliau menjual kembali rokok tersebut di warung dekat tempat tinggalnya.

Itu sukanya, dukanya ketika istri lagi kangen-kangennya, dan anaknya juga baru saja lahir, beliau harus meninggalkan mereka. Ada wajah sedih dari sang istri karena setiap malam ditinggal sang suami. Sang anak amat jarang mendapatkan perhatian lantaran tugas yang teramat berat.

Belum lagi sewaktu pulang dari nge-pam (berjaga) beliau pernah dirampok dijalan, meskipun badan babak belur karena dikeroyok, untung saja tidak sampai menjadi korban, karena beliau melawan. Untung saja perampok tidak membawa senjata api, dan beliaupun sudah mengembalikan senjatanya ke markas. Meskipun untung, tapi sekujur tubuh penuh lebam karena dikeroyok. Dan masih untungnya beliau masih selamat. Sebuah pengalaman pahit menjadi seorang Brimob. Polisi yang biasanya berpenampilan garang tapi tugasnya pun segarang apa yang mereka hadapi.

Itulah beberapa sulitnya bertugas sebagai Polisi Brimob, kesatuan yang dibentuk untuk mengendalikan massa dan huru-hara, mereka berdinas dalam rangka menjaga stabilitas keamanan, melindungi masyarakat dari aksi anarkisme. Meskipun adapula dari teman-temannya yang jadi korban hingga tewas, tapi janji pengabdian sebagai garda depan kepolisian ini selalu dijunjung dengan semangat dan dedikasi yang tinggi.

Kalau berbicara gaji, gaji seorang Tamtama Brimob tentu sangat kecil sekitaran 2 sampai 3 juta. Beliau dapat menabung berdasarkan bonus dan uang tips kalau mendapatkan tugas jaga. Dan alhamdulillah meskipun istri dan anak-anaknya selalu ditinggal, ternyata Tuhan memberikan kesehatan dan keselamatan keluarganya.

Jika kita bandingkan antara Brimob dan Polantas, tentu penampilannya akan jauh berbeda. Dan secara umum masyarakat lebih menghargai Brimob dari pada Polantas lantaran Polisi di jalan raya ini seringkali terkesan sebagai pemeras (uang tilang) di jalan raya. Walaupun tak sedikit pula yang jujur. Sedangkan Brimob, mereka benar-benar bertugas menjaga keamanan masyarakat meskipun nyawa menjadi taruhannya.

Demikianlah suka duka menjadi Polisi Brimob, meskipun belum semuanya tertulis disini, yang pasti apapun tugas kita hendaklah kita mengerjakannya dengan kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab dan tentu saja dedikasi yang tinggi demi nama baik korps.

Semoga saja, kepolisian kita selalu memegang tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelingung dan pengayom masyarakat, sehingga imej negatif pada korps ini menjadi sirna seiring prestasi yang diraih mereka.

Salam




Sumber : http://ift.tt/1raqoFS

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz