Suara Warga

Gubernur Pilihan Rakyat, Presiden Tak Layak Memecat?

Artikel terkait : Gubernur Pilihan Rakyat, Presiden Tak Layak Memecat?

Polemik tentang RUU Pilkada seperti terus menggelinding meskipun keberadaan mendapatkan sorotan dari beberapa kalangan. Bagi rakyat yang pro KMP tentu mereka tetap memilih opsi bahwa Gubernur haruslah dipilih oleh dewan, lantaran mereka beranggapan jika pemilihan kepala daerah tersebut dilakukan oleh rakyat secara mutlak, ada kekhawatiran konflik horizontal dan gesekan-gesekan yang berujung kekerasan bisa saja terjadi. Boleh saja beranggapan demikian karena secara latar belakang, rakyat Indonesia belum siap menerima perbedaan pandangan dan belum mau menerima kekalahan. Meskipun arus konflik sebenarnya bukan murni dari arus bawah secara mutlak, karena boleh jadi sengaja diciptakan oleh tokoh-tokoh yang sengaja menciptakan konflik di daerah lantaran tidak puas atas hasil Pilkada di daerahnya.

Selain alasan di atas, ternyata KMP dan pendukungnya juga menghitung-hitung biaya hajat demokrasi ternyata sangat tinggi padahal sebelum-sebelumnya para anggota parlemen tersebut cuek-cuek saja tatkala partainya menenangkan kompetisi, plus Gubernur yang diusung ternyata juga memenangi hajat demokrasi tersebut. Jadi banyak yang beranggapan bahwa setengah mereka menelan ludah sendiri. Tempo dulu mereka mendukung pilkada langsung agar rakyat memilih sendiri siapa pemimpin daerahnya, tapi tatkala terjadi kekalahan pasca pilpres mereka berbalik arah tiba-tiba ingin kepala daerah dipilih oleh parlamen (DPRD). Ada apa ini?

Terlepas kedua polemik tersebut, yang masih menjadi pertanyaan adalah tatkala saat ini Presiden berharap bisa memecat Gubernur. Padahal semestinya sesuai dengan kedudukan tertinggi di negara ini Presiden berhak memberhentikan seorang Gubernur lantaran tidak mampu memimpin dan mengelola daerahnya dengan baik ditambah lagi jika diketahui melanggar undang-undang yang berlaku. Sebagaimana dirilis oleh Kompas.com baru-baru ini. disini

Tapi lagi-lagi, kepentingan tertinggi kepala negara harus terganjal oleh hak rakyat yang menginginkan kepala daerahnya tetap memimpin. Plus keputusan Presiden sendiri bahwa Presiden sama sekali tidak berhak memecat Gubernur. Sesuai dengan UU No. 1 / IX tahun 2012.

Jadi dengan beberapa sikap Presiden SBY yang meminta beliau bisa memecat gubernurnya dapat dikabulkan, meskipun pada akhirnya akan berbenturan dengan kepentingan oleh sikap partai yang mengusung PILKADA secara tidak langsung dalam barisan Koalisi Merah Putih. Sebagai lembaga yang paling berwenang memberhentikan Gubernur jika dianggap tidak layak dengan aspirasi dewan. Lalu bagaimana dengan presiden? Sepertinya saat ini Presiden bisa mengambil sikap untuk mendukung ditolaknya RUU Pilkada dan dikembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah oleh rakyat secara langsung. Meskipun sepertinya hal ini urung dilakukan mengingat sikap Presiden yang sepertinya cenderung menyetujui pembahasan RUU Pilkada tersebut.

Semuanya memang menjadi blunder, namun demikian, jika ternyata RUU tersebut benar-benar disahkan dan mutlak anggota legislatif daerah bisa memilih dan mengangkat Gubernur maka secara otomatis hak-hak memilih rakyat menjadi tersandera. Padahal ketika seorang gubernur mutlak terpilih pun, maka presidenlah yang melantik. Tapi apabila presiden berhalangan hadir maka dapat dilantik oleh wakil presiden atau mendagri. Tentu saja atas persetujan dari presiden selaku aparatur negara yang memiliki kewenangan melantik gubernur. Sesuai dengan undang-undang nomor 13 tahun 2012. Akan tetapi hal tersebut karena status keistimewaan yang diberikan kepada DIY. disini Tentu saja akan berbeda dengan daerah lain.

Sehingga, jika presiden hendak melakukan pemberhentian seorang gubernur sepatutnya Presiden membuat undang-undang baru agar kewenangannya benar-benar legitimate.Tentu saja agar tidak bertentangan dengan Undang-undang No I / IX tahun 2012. Bahwa Gubernur dilantik dan diberhentikan oleh Badan Kehormatan Negara Republik Indonesia (BKHnRI).

Yang berhak dan yang berwenang Menunjuk, Melantik dan Memberhentikan, Mengawasi, Memeriksa dan Mengevaluasi Menteri, Ketua Komisi, Kepala Badan, Gubernur Bank Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Gubernur, Bupati dan Walikota adalah Ketua Badan Kehormatan Kementerian, Komisi, Badan, Bank Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Provinsi, Kabupaten dan Kota dengan persetujuan Ketua Badan Kehormatan Negara Republik Indonesia (Ketua BKhN-RI).

Jika presiden bisa melantik gubernur atas dasar undang-undang yang baru, maka secara otomatis Presiden pun bisa memberhentikan Gubernur jika melakukan tindakan yang dianggap bertentangan dengan undang-undang.

Nah, jika ternyata gubernur tetap dipilih oleh Rakyat maka yang berhak melengserkan para gubernur yang membelot adalah rakyat pula bukan para anggota parlemen atau Badan Kehormatan RI.

Literatur disini




Sumber : http://ift.tt/1mdQLKR

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz