Catatan seorang dokter gigi menyikapi UU Pilkada
Berawal dari proses yang cukup menegangkan dengan disahkannya RUU Pilkada menjadi UU PILKADA oleh DPR RI dimana proses pemilihan kepala daerah dikembalikan lagi kepada mekanisme pemilihan oleh DPRD baik di tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota diseluruh Indonesia. Saya sendiri awalnya pesimis RUU PILKADA yang akan dikembalikan ke DPRD ini bisa diterima dikarenakan konflik kepentingan koalisi yang berkembang saat ini sangat dinamis akan tetapi kenyataan yang luar biasa terjadi yang tidak pernah terbayangkan oleh sebagian orang termasuk Saya sendiri ternyata RUU malah diterima dan disahkan menjadi UU.
Begitu banyak PRO dan KONTRA yang terjadi dengan disahkannya UU ini ada yang mengatakan ini merupakan langkah mundur dari sebuah demokrasi atau yang paling ekstrim malah menyalahkan Pak SBY karena aksi walk out partai yang pimpinnya yang membuat kemenangan dari koalisi merah putih untuk menggolkan RUU ini. Saya sendiri tidak melihat dan ikut ambil bagian menjadi kelompok pro atau kontra dalam menyikapi UU pilkada ini. Ada sebuah hikmah tersendiri buat Saya dalam menyikapinya, berangkat dari sebuah pengalaman panjang sebagai seorang birokrat. Saya berprofesi sebagai dokter gigi PNS yang selama 8 tahun 6 bulan memegang jabatan struktural disalah satu kabupaten di timur indonesia. Tidak sedikit suka maupun duka yang saya alami selama menjadi PNS dengan model demokrasi langsung seperti sekarang ini dimana para Bupati dan Walikota dipilih langsung oleh rakyat. Aparat yang secara notabene status kepegawaiannya dibawah pemerintah daerah tidak sedikit justru berperan langsung menjadi tim sukses para calon kepala daerah yang akan maju dalam pilkada meskipun dalam undang undang kepegawaian jelas dinyatakan seorang PNS dilarang berpolitik praktis. Namun kenyataannya tidak demikian seorang PNS dikarenakan takut kehilangan jabatan rela menjadi tim sukses pemenangan secara terselubung untuk memenangkan pasangan calon terutama pasangan calon Incumbent. Tidak jarang dari beberapa kawan saya menjadi korban akibat tuduhan tidak loyal kepada atasan karena tidak menjalankan perintah yang telah di titahkan sang penguasa. Beberapa contoh seperti pejabat yang harus di nonjob atau tenaga kesehatan yang dimutasi tanpa alasan yang jelas sehingga dijauhkan dari domisili keluarganya bahkan tidak sedikit yang tertangkap tangan oleh aparat penegak hukum dan diproses karena kedapatan membagi-bagi uang atau sembako kepada wajib pilih pada malam hari sebelum pemilihan dilakukan. Saya sendiri tidak heran melihat gugatan di mahkamah konstitusi begitu banyak gugatan oleh pemohon yang kalah karena pilkada di curangi secara terstruktur, sistematis dan masif. Kembali pada soal PILKADA secara langsung, yang terjadi selama ini adalah begitu banyak program yang dijalankan sifatnya hanya untuk menarik simpati masyarakat seperti bantuan sosial, pengadaan hewan ternak oleh kelompok-kelompok tani dan masih banyak lagi program-program pengentasan kemiskinan yang merupakan kedok untuk meraih simpati masyarakat tertentu. Saya sendiri tidak alergi dengan program ini karena kenyataannya masih banyak rakyat kita yang masih hidup dibawah garis kemiskinan. Akan tetapi sungguh ironis melihat rakyat tidak produktif alias tidak bekerja dan masih bisa hidup layak karena begitu banyak program pemerintah melalui pengentasan kemiskinan yang disalurkan seperti Jaminan kesehatan daerah, program keluarga harapan , bantuan langsung tunai, rehabilitasi rumah kumuh melalui program P2WKSS oleh tim penggerak PKK serta masih banyak lagi. Masyarakat menjadi terlena dengan kondisi ini, disisi lain kemampuan keuangan daerah melalui APBD sangat sedikit bisa digunakan untuk membangun infrastruktur daerah seperti pembangunan jalan, jembatan, perbaikan pengairan atau pengadaan sarana prasarana penunjang kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit. Disisi lain terbentuk kelompok masyarakat tertentu seakan terdidik menjadi kelompok yang oportunis memamfaatkan situasi dan kondisi menjelang pemilihan kepala daerah untuk saling mendukung calon yang diusung melalui PILKADA melalui berbagai macam proposal-propasal kegiatan olahraga, pembangunan rumah ibadah, pengadaan tiang listrik untuk pemukiman terpencil serta banyak lagi kegiatan-kegiatan lainnya yang cukup menguras kantong si bakal calon serta tim suksesnya termasuk aparat PNS didalamnya. Para pejabat di pemda menjadi dilema dengan kondisi masyarakat yang cenderung oportunis memamfaatkan situasi seperti ini, kondisi takut kehilangan jabatan sangat menghantui beberapa teman – teman di lingkungan saya bekerja karena ancaman-ancaman kalau kelompok ini tidak dibantu akan dilapor ke calon incumbent sehingga resiko kelompok ini menarik dukungan atau tidak memilih calon incumbent saat pemilihan. Tidak sedikit yang dimutasi atau diparkir dari jabatannya karena dianggap tidak membantu atasan. Begitu banyak PNS yang mempunyai pendidikan yang bagus, syarat pengalaman dengan jenjang pendidikan dan latihan kepemimpinan yang tinggi harus diparkir karena dianggap tidak mampu bekerja sesuai yang di perintahkankan yang tentunya arti perintah ini jelas sudah diluar TUPOKSI atau tugas pokok dan fungsi sebagai pejabat di dinas dinas yang diembannya. Saya sendiri melihat fenomena seperti ini menjadi sadar bahwa dengan model seperti ini seseorang bisa berhenti mendadak karirnya karena adanya faktor like and dislike, tidak ada aturan yang jelas mengenai perjalanan karir seorang pegawai negeri sipil semua hanya didasarkan faktor kedekatan serta loyalitas semu pada atasan tidak peduli dia bisa bekerja dengan baik di dinas atau instansi yang dipimpinnya atau pendidikan yang mumpuni seperti lulusan magister atau doktor sekalipun selama tidak bisa bekerja sama atau loyal jangan harap bisa mendapatkan karir yang baik, Dalam perjalanan karir, saya sendiri sudah memutuskan untuk keluar dari jabatan struktural dan pindah ke fungsional sebagai seorang dokter gigi dan saat ini melanjutkan studi untuk meraih gelar spesialisasi saya di bidang kedoktearan gigi.
Mengakhiri tulisan saya ingin menyampaikan selamat kepada para anggota DPRD terpilih yang nantinya akan memilih para pemimpin pemimpin daerah, pilihlah pemimpin yang benar, istiqomah serta amanah bagi rakyat dalam memajukan daerahnya masing-masing. Buat para pegawai negeri sipil daerah bekerjalah dengan baik sesuai TUPOKSI masing masing tanpa rasa takut kehilangan pekerjaannya lagi dan buat para penegak hukum serta seluruh rakyat indonesia dimanapun berada marilah sama sama kita awasi semua wakil rakyat yang telah kita pilih ini untuk dapat menjalankan amanah sesuai konstitusi serta menghindari politik transaksional sehingga rakyat adil dan makmur akan dapat kita wujudkan di bumi persada Indonesia yang sama kita cintai ini.. Amin ya rabbal alamin…. MERDEKA…
Sumber : http://ift.tt/1qFFaPY
Begitu banyak PRO dan KONTRA yang terjadi dengan disahkannya UU ini ada yang mengatakan ini merupakan langkah mundur dari sebuah demokrasi atau yang paling ekstrim malah menyalahkan Pak SBY karena aksi walk out partai yang pimpinnya yang membuat kemenangan dari koalisi merah putih untuk menggolkan RUU ini. Saya sendiri tidak melihat dan ikut ambil bagian menjadi kelompok pro atau kontra dalam menyikapi UU pilkada ini. Ada sebuah hikmah tersendiri buat Saya dalam menyikapinya, berangkat dari sebuah pengalaman panjang sebagai seorang birokrat. Saya berprofesi sebagai dokter gigi PNS yang selama 8 tahun 6 bulan memegang jabatan struktural disalah satu kabupaten di timur indonesia. Tidak sedikit suka maupun duka yang saya alami selama menjadi PNS dengan model demokrasi langsung seperti sekarang ini dimana para Bupati dan Walikota dipilih langsung oleh rakyat. Aparat yang secara notabene status kepegawaiannya dibawah pemerintah daerah tidak sedikit justru berperan langsung menjadi tim sukses para calon kepala daerah yang akan maju dalam pilkada meskipun dalam undang undang kepegawaian jelas dinyatakan seorang PNS dilarang berpolitik praktis. Namun kenyataannya tidak demikian seorang PNS dikarenakan takut kehilangan jabatan rela menjadi tim sukses pemenangan secara terselubung untuk memenangkan pasangan calon terutama pasangan calon Incumbent. Tidak jarang dari beberapa kawan saya menjadi korban akibat tuduhan tidak loyal kepada atasan karena tidak menjalankan perintah yang telah di titahkan sang penguasa. Beberapa contoh seperti pejabat yang harus di nonjob atau tenaga kesehatan yang dimutasi tanpa alasan yang jelas sehingga dijauhkan dari domisili keluarganya bahkan tidak sedikit yang tertangkap tangan oleh aparat penegak hukum dan diproses karena kedapatan membagi-bagi uang atau sembako kepada wajib pilih pada malam hari sebelum pemilihan dilakukan. Saya sendiri tidak heran melihat gugatan di mahkamah konstitusi begitu banyak gugatan oleh pemohon yang kalah karena pilkada di curangi secara terstruktur, sistematis dan masif. Kembali pada soal PILKADA secara langsung, yang terjadi selama ini adalah begitu banyak program yang dijalankan sifatnya hanya untuk menarik simpati masyarakat seperti bantuan sosial, pengadaan hewan ternak oleh kelompok-kelompok tani dan masih banyak lagi program-program pengentasan kemiskinan yang merupakan kedok untuk meraih simpati masyarakat tertentu. Saya sendiri tidak alergi dengan program ini karena kenyataannya masih banyak rakyat kita yang masih hidup dibawah garis kemiskinan. Akan tetapi sungguh ironis melihat rakyat tidak produktif alias tidak bekerja dan masih bisa hidup layak karena begitu banyak program pemerintah melalui pengentasan kemiskinan yang disalurkan seperti Jaminan kesehatan daerah, program keluarga harapan , bantuan langsung tunai, rehabilitasi rumah kumuh melalui program P2WKSS oleh tim penggerak PKK serta masih banyak lagi. Masyarakat menjadi terlena dengan kondisi ini, disisi lain kemampuan keuangan daerah melalui APBD sangat sedikit bisa digunakan untuk membangun infrastruktur daerah seperti pembangunan jalan, jembatan, perbaikan pengairan atau pengadaan sarana prasarana penunjang kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit. Disisi lain terbentuk kelompok masyarakat tertentu seakan terdidik menjadi kelompok yang oportunis memamfaatkan situasi dan kondisi menjelang pemilihan kepala daerah untuk saling mendukung calon yang diusung melalui PILKADA melalui berbagai macam proposal-propasal kegiatan olahraga, pembangunan rumah ibadah, pengadaan tiang listrik untuk pemukiman terpencil serta banyak lagi kegiatan-kegiatan lainnya yang cukup menguras kantong si bakal calon serta tim suksesnya termasuk aparat PNS didalamnya. Para pejabat di pemda menjadi dilema dengan kondisi masyarakat yang cenderung oportunis memamfaatkan situasi seperti ini, kondisi takut kehilangan jabatan sangat menghantui beberapa teman – teman di lingkungan saya bekerja karena ancaman-ancaman kalau kelompok ini tidak dibantu akan dilapor ke calon incumbent sehingga resiko kelompok ini menarik dukungan atau tidak memilih calon incumbent saat pemilihan. Tidak sedikit yang dimutasi atau diparkir dari jabatannya karena dianggap tidak membantu atasan. Begitu banyak PNS yang mempunyai pendidikan yang bagus, syarat pengalaman dengan jenjang pendidikan dan latihan kepemimpinan yang tinggi harus diparkir karena dianggap tidak mampu bekerja sesuai yang di perintahkankan yang tentunya arti perintah ini jelas sudah diluar TUPOKSI atau tugas pokok dan fungsi sebagai pejabat di dinas dinas yang diembannya. Saya sendiri melihat fenomena seperti ini menjadi sadar bahwa dengan model seperti ini seseorang bisa berhenti mendadak karirnya karena adanya faktor like and dislike, tidak ada aturan yang jelas mengenai perjalanan karir seorang pegawai negeri sipil semua hanya didasarkan faktor kedekatan serta loyalitas semu pada atasan tidak peduli dia bisa bekerja dengan baik di dinas atau instansi yang dipimpinnya atau pendidikan yang mumpuni seperti lulusan magister atau doktor sekalipun selama tidak bisa bekerja sama atau loyal jangan harap bisa mendapatkan karir yang baik, Dalam perjalanan karir, saya sendiri sudah memutuskan untuk keluar dari jabatan struktural dan pindah ke fungsional sebagai seorang dokter gigi dan saat ini melanjutkan studi untuk meraih gelar spesialisasi saya di bidang kedoktearan gigi.
Mengakhiri tulisan saya ingin menyampaikan selamat kepada para anggota DPRD terpilih yang nantinya akan memilih para pemimpin pemimpin daerah, pilihlah pemimpin yang benar, istiqomah serta amanah bagi rakyat dalam memajukan daerahnya masing-masing. Buat para pegawai negeri sipil daerah bekerjalah dengan baik sesuai TUPOKSI masing masing tanpa rasa takut kehilangan pekerjaannya lagi dan buat para penegak hukum serta seluruh rakyat indonesia dimanapun berada marilah sama sama kita awasi semua wakil rakyat yang telah kita pilih ini untuk dapat menjalankan amanah sesuai konstitusi serta menghindari politik transaksional sehingga rakyat adil dan makmur akan dapat kita wujudkan di bumi persada Indonesia yang sama kita cintai ini.. Amin ya rabbal alamin…. MERDEKA…
Sumber : http://ift.tt/1qFFaPY