Suara Warga

Bank Indonesia mencatat total utang luar negeri…

Artikel terkait : Bank Indonesia mencatat total utang luar negeri…

Bank Indonesia mencatat total utang luar negeri pemerintah Indonesia per Januari 2014 mencapai US$ 269,27 milyar (RimaNews, 13/8/2014). Jika di kurs dengan rupiah Rp 12.000/dollar Amerika Serikat, maka total utang pemerintah Indonesia pada awal tahun 2014 sebesar Rp 323.124 triliun.

Tahun ini pemerintah berencana menarik utang baru senilai Rp 215,4 triliun untuk menutupi defisit anggaran yang mencapai Rp 224,2 triliun. Jika rencana itu direalisasikan, maka jumlah utang pemerintah Indonesia yang diwariskan rezim SBY kepada Jokowi yang akan dilantik menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 2014 mencapai sekitar Rp. 323.339,2 triliun.

Jumlah utang tersebut merupakan akumulasi dari warisan utang pemerintah Indonesia sejak zaman Presiden Soekarno sampai zaman Presiden SBY. Rezim SBY yang berkuasa selama 10 tahun lamanya termasuk rezim yang rajin berutang, antara lain sebabnya karena defisit anggaran ditutup dengan utang baru.

Sejatinya defisit anggaran ditutup dengan hidup hemat, memberantas mafia migas dan mafia lainnya, meningkatkan penerimaan negara dari pajak, devisa non migas, migas dan mengurangi subsidi yang tidak tepat sasaran serta mencegah meluasnya korupsi.

Jumlah utang pemerintah bersifat fluktuatif, sangat ditentukan besar kecilnya kurs rupiah terhadap mata uang asing terutama dollar Amerika Serikat. Karena utang pemerintah pada umumnya dalam bentuk mata uang asing. Kalau kurs rupiah sedang melemah seperti sekarang, maka utang pemerintah Indonesia bisa melonjak secara drastis.

Beban Utang Sangat Berat

Cicilan utang pokok dan bunga dari tahun ke tahun terus bertambah besar, yang berarti menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena harus masuk sebagai pengeluaran negara.

Terus bertambahnya pengeluaran untuk membayar cicilan utang pokok dan bunga, memberi implikasi yang luas dalam berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pertama, anggaran pembangunan semakin berkurang karena tersedot untuk bayar utang dan bunga. Itu sebabnya selama 10 tahun SBY menjadi Presiden RI, pembangunan sarana dan prasarana seperti jalan, jembatan, pengairan, bendungan dan lain sebagainya sangat tidak memadai dibanding di masa Orde Baru.

Kedua, kesejahteraan umum tidak meningkat, bahkan ada yang mengatakan semakin merosot. Hal itu terjadi karena pembangunan tidak mengalami kemajuan. Kalau pembangunan tidak meningkat secara siginifikan, maka tidak mungkin meningkat kesejahteraan rakyat, karena melalui pembangunan, masyarakat mendapat menfaat ekonomi dan sosial.

Ketiga, kehidupan rakyat jelata bertambah susah. Penyebabnya antara lain, meningkatnya inflasi untuk 9 (sembilan) bahan pokok mencapai 60 persen dalam lima tahun terakhrr ini. Sementara APBN tidak mampu menjadi instrumen untuk memajukan kesejahteraan rakyat bawah, karena APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sudah tersedot untuk membayar cicilan utang pokok dan bunga, gaji aparatur negara dan pejabat negara serta biaya operasional berbagai kementerian dan lembaga negara lainnya, subsidi yang salah sasaran, biaya pemekaran daerah kabupaten dan kota, serta bantuan ke daerah, sehingga anggaran habis tanpa bisa memberi manfaat bagi peningkatan kesejahteraan umum sesuai amanat pembukaan UUD 1945.

Sebagai informasi besar pengeluaran negara untuk membayar cicilan utang pokok dan bunga:

Tahun 2010, total cicilan utang pokok dan bunga Rp 230,33 triliun

Tahun 2011, total cicilan utang pokok dan bunga Rp 247 triliun

Tahun 2012, total cicilan utang pokok dan bunga Rp 261,13 triliun

Tahun 2013, total cicilan utang pokok dan bunga Rp 272,219 triliUn

(sumber: Detik Finance,23/1/2014)

Bagaimana Mengatasinya

Tidak mudah mengatasi beban utang dan bunga yang sudah menggunung. Betapapun beratnya masalah yang dihadapi, harus ditumbuhkan dalam diri bangsa Indonesia bahwa setiap masalah dapat diatasi.

Pertama, harus hidup sederhana, jangan hidup mewah dari utang. Ini harus dicontohkan dari Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, pajabat negara di eksekutif (pemerintahan), yudikatif (peradilan) dan di legislatif (parlemen).

Kedua, berhenti korupsi. Semua pejabat di pemerintahan, legislatif dan yudikatif di pusat dan daerah, harus berhenti korupsi.

Ketiga, berhenti berutang. Utang lama dan bunga harus dilakukan negosiasi ulang untuk mendapatkan pengurangan dan penghapusan. Jangan menjadi good boy dalam membayar utang, karena utang di masa lalu tidak terlepas dari kongkalingkon antara pemberi utang dan pengutang serta banyak dikorupsi.

Keempat, bekerja keras, sesuai kedudukan dan profesi masing-masing.

Kelima, menumbuhkan semangat dan optimisme bahwa harapan itu masih ada.

Terakhir, untuk keluar dari belitan dan jebatan utang yang merupakan warisan, harus bersatu dan bersama, dengan mendukung pemimpin baru yang dipilih rakyat Indonesia secara demokratis, jangan cakar-cakaran seperti yang sedang dikembangkan sekarang.

Sejatinya sesudah pemilihan presiden, kita kembali bersatu, membangun Indonesia menjadi negara yang hebat, maju dan sejahtera.

Allahu a’lam bisshawab






Sumber : http://ift.tt/1DKbjQB

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz