Suara Warga

Ditolak MK ?? Sakitnya tuh disini..

Artikel terkait : Ditolak MK ?? Sakitnya tuh disini..

Bagaimanapun, Mahkamah Konstitusi adalah satu-satunya lembaga negara yang mengadili persoalan pilpres. Tim Prabowo-Hatta siap beroposisi, dalam arti mereka terima putusan MK, meskipun mereka tidak merasakan sisi adil dari putusan MK karena MK dianggap telah mengabaikan bukti kecurangan yang banyak dan otentik. Sedangkan Pak JK mengapresiasi putusan MK. Alasan apresiasi kepada MK salah satunya karena (hakim) MK sudah bersikap sebagai negarawan. Artinya MK sudah membuat keputusan yang mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan lain. Sepenuhnya saya tidak tahu apakah putusan MK adil atau tidak. Tapi seandainya putusan MK itu tidak adil seperti yang dirasakan Tim Prabowo-Hatta, apakah sikap negarawan boleh abaikan keadilan demi kepentingan negara?

Soekarno dalam bukunya pernah berkisah tentang pengalamannya yang ia tulis di buku apa ya, saya lupa lagi. haha. Tapi isinya saya masih ingat. Ketika tentara Jepang datang ke Indonesia dengan propaganda ingin bebaskan Indonesia dari penjajahan, Soekarno pernah sediakan banyak pelacur Indonesia untuk tentara Jepang. Keputusan Soekarno menyediakan wanita Indonesia yang melacurkan dirinya untuk tentara Jepang secara etika dan kebenaran tentu bertentangan. Tapi kemudian dipahami sebagai tindakan negarawan yang inginkan keuntungan buat Indonesia.

Seandainya tindakan Soekarno yang abaikan etika dan kemanusiaan untuk kepentingan negara itu memang sikap negarawan, maka putusan MK seandainya tidak adilpun adalah sikap negarawan, selama untuk kebaikan negara. Tapi itupun jika memahami negarawan sebagai sikap yang utamakan kepentingan negara di atas apapun, termasuk di atas nilai keadilan dan kebenaran.

Soekarno pada saat itu bertindak sebagai politisi. Jika abaikan hukum agama dan gunakan kacamata duniawi, tentu mengorbankan puluhan perempuan Indonesia demi mendapat kemerdekaan seluruh Indonesia harus dapat diterima. Tapi seandainya pengambil keputusan adalah MK yang bertindak sebagai lembaga yudikatif, apakah putusannya berjiwa negarawan seandainya mengabaikan keadilan?

Jika menghitung konsekuensi politik seandainya permohonan diterima dan harus adakan pilpres ulang di TPS bermasalah, akan terjadi kekosongan kekuasaan di Indonesia. Hal itu pasti terjadi karena selenggarakan pilihan ulang butuh banyak waktu mulai persiapan logistik hingga rekapitulasi hasil suara. Sementara negara yang mengalami kekosongan kekuasaan masuk dalam posisi sangat bahaya. Menghindari situasi negara yang bahaya dengan cara abaikan keadilan dan tolak seluruh permohonan pemohon amat sangat dapat dipahami secara politik. Tapi mengingat MK adalah lembaga peradilan, putusan yang abaikan keadilan tentu akan lukai banyak pihak.

Uraian di atas seandainya kita berandai putusan MK itu memang tidak adil seperti yang disebutkan tim Prabowo-Hatta. Saya sangat berempati pada hakim-hakim MK, karena Presiden dan politisi senayan tidak pernah membuat aturan main yang bisa digunakan untuk mengisi kekuasaan jika pelantikan presiden baru jauh melewati jadwal. Maka mengutamakan pertimbangan politik di atas hukum untuk selamatkan negara yang dilakukan MK itu saya maklumi. Selebihnya Allah ketahui dengan sempurna apakah putusan hakim MK itu tepat atau tidak. Bahkan tentang kejujuran MK yang hingga kini kita tidak pernah tahu pun Allah ketahui sepenuhnya.

Jadi, apakah hakim MK itu sudah menunjukan keputusan seorang negarawan seperti yang disebutkan Pak JK? Secara politik duniawi, -seandainya hakim MK tidak punya kepentingan lain-, saya kira putusannya malam ini memang tidak ada pilihan lain selain merugikan satu pihak untuk menghindari situasi yang lebih bahaya untuk negara. Situasi politik ini mestinya jadi PR untuk pemerintah dan parlemen yang akan datang untuk membangun sistem politik dan tata aturan yang lebih siap untuk menghadapi situasi serupa.

Saya tidak mengikuti perkembangan sidang MK kemarin-kemarin itu. Jika bukti kecurangan yang muncul jumlahnya banyak, sebaiknya ketua KPU pusat dan KPU daerah yang bermasalah kompak mundur dari jabatannya. Karena yang paling bajingan dalam sebuah pertandingan adalah wasit yang tidak pimpin pertandingan dengan benar. Dan yang paling utama, sebaiknya Prabowo-Hatta terima putusan MK dan siapkan pasukannya untuk berjuang dalam koalisi oposisi. Saya tidak suka dengan pikiran-pikiran sekuler PDIP dan pak JK terkait penolakan mereka terhadap syariat Islam di bumi Indonesia. Seandainya pikiran-pikiran itu berkembang nyata menuju sebuah kebijakan legislasi, koalisi oposisi bisa menghajarnya. Karenanya koalisi merah-putih harus tetap solid sebagai oposisi selama pemerintahan Jokowi-JK. Kecuali kalau Pak SBY takut anaknya terseret kasus Hambalang, sebaiknya jangan jadi oposisi. hehe

Selamat buat Jokowi-JK yang akan dilantik. Selamat buat Ahok yang akhirnya jadi gubernur Jakarta. Saya tak sabar menanti kabinet Jokowi yang ia janjikan tidak memakai bagi-bagi kursi dengan partai koalisinya. Saya juga sangat menantikan apakah para cendikiawan dan aktivis yang rela jadi cheerleaders nya Jokowi-JK sejak masa kampanye akan berhasil jadi mentri atau tidak. Dan sayapun menantikan apakah Jokowi JK akan berani adili semua kasus pelanggaran HAM, termasuk yang dalam beberapa kasus diduga melibatkan Wiranto dan Hendropriyono yang tidak lain adalah pendukungnya sendiri. Semua janji sudah terekam. Janji Jokowi, bukan Janji Joni




Sumber : http://ift.tt/1qwtZJU

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz