Suara Warga

(57) SOLUSI KETIGA, MENUJU INDONESIA SEJAHTERA 2045; REPUBLIKASI HUKUM (1/5)

Artikel terkait : (57) SOLUSI KETIGA, MENUJU INDONESIA SEJAHTERA 2045; REPUBLIKASI HUKUM (1/5)


MEMULIHKAN INDONESIA, MEMULIHKAN HUKUM


Memulihkan Indonesia kepada kesejahteraan yang sejati haruslah ditopang oleh ketaatan kepada hukum dan didukung oleh kehormatan hukum. Hukum yang hidup akan menuntun pergerakan semua kedaulatan menuju kesejahteraan negara. Dan menghidupkan hukum dimulai dari menghormati kehidupan kemanusiaan itu sendiri.



Proses mentaati hukum akan mengikuti membaiknya moral si pelaku hukum. itu sebabnya perubahan pola pikir dari keangkuhan diri kepada pola pikir yang berdasarkan hukum hanya bisa didapatkan bila pelaku hukum itu memiliki kecerdasan moral.



Mencerdaskan orang untuk berpola moral dilakukan melalui masa pendidikan, dan juga melalui contoh kehidupan.



Sementara pendidikan memperbarui diri kepada sistem yang seimbang antara ilmu dan moral;



http://ift.tt/12OgTD1



http://ift.tt/1Dd5IVg





http://ift.tt/1xcRBIi




contoh-contoh yang diaplikasikan dalam kehidupan juga turut membina moral manusia untuk menghargai hukum oleh ketegasan hukum itu sendiri.



Ketegasan hukum bukan dengan misi “membuat jera”, sebab cara membuat jera akan membuat hukum itu melemah kembali, namun ketegasan hukum atas prinsip-prinsip hukum tidak akan membuat hukum melemah oleh karena perubahan moral orang, tetapi hukum itu akan stabil dalam ketegasan karena berdiri diatas prinsip-prinsip hukum itu sendiri.



Konsep ini akan abadi, dan kesinambungan ketaatan hukum akan berjalan karena hukum itu hidup didalam diri manusia atas moral yang searah.



Indonesia harus masuk kepada tahap-tahap pemulihan hukum dengan segera, sebab jika terus dibiarkan berjalan seadanya ini, maka Indonesia semakin terjerumus dan tidak mampu lagi keluar dari jurang kerusakan hukum yang akan merugikan hubungan sosial dan kenegaraan antara rakyat Indonesia sendiri.



KEJAHATAN KEMANUSIAAN, PELANGGARAN PRINSIP MANUSIA INDONESIA



Pelanggaran atas kehidupan kemanusiaan itu adalah kejahatan kemanusiaan yang menjadi pelanggaran paling mendasar dari Pembukaan UUD 1945, alinea 1, 2, 3, 4; yaitu pemerkosaan, pembunuhan, kekerasan dan perampokan, pembuat dan pengedar/penjual narkoba terlarang, dan korupsi.



Penghormatan kepada kemanusiaan adalah dengan menjalankan ketetapan hukuman yang mampu melindungi kehidupan kemanusiaan itu pula. Tanpa ketegasan perlindungan tersebut, maka Indonesia tanpa ampun menjerumuskan diri kepada kehancuran moral dan kekacauan hidup kemanusiaan secara total.




HUKUMAN MATI



Hukuman mati dijatuhkan atas pelanggaran hukum berdasarkan pada sila kedua Pancasila, dimana tanggungjawab perikemanusiaan menjadi dasar hukum. Terhukum dihukum dengan hukuman mati adalah lebih manusiawi daripada kematian korban yang dilanggar hak kemanusiaan dan hak perikemanusiaannya.



Hukuman mati pantas dijatuhkan kepada terhukum yang tidak mempedulikan hukum kehidupan sesama manusia.



Hukuman mati tidaklah semena-mena pembalasan, atau apresiasi tuntutan opini, atau kesewenangan kuasa hukum itu sendiri; tetapi lebih tertuju kepada pembinaan mental dan moral rakyat. Dalam aplikasi hak asasi manusia, maka hukuman mati adalah pertimbangan terakhir yang tidak bisa tidak harus dilakukan; namun tetaplah keputusan maupun pelaksanaan hukuman mati berdiri diatas segi-segi kemanusiaan itu pula.



Ada 3 prinsip yang mengikuti keputusan hukuman mati. Pertama, hukuman mati mampu membangun kekuatan hukum yang bertanggungjawab yang berjalan maju memperbaiki kehidupan moral bangsa. Kedua, hukuman mati mampu membina dan menaikkan kualitas rakyat pada ketaatan hukum sesuai hukum itu sendiri; dan yang ketiga, hukuman mati mampu menghentikan hukum menjatuhkan hukuman mati.



Dalam berkembangnya ketaatan hukum, maka tahap-demi tahap, rakyat Indonesia akan menyatukan hati untuk patuh hukum; dan dengan demikian, maka prinsip ketiga akan terealisasi sebagai tujuan terutama penegakan dan penghormatan hukum; dimana keputusan hukuman mati itu mampu menghentikan hukum menjatuhkan hukuman mati.



PELANGGARAN HUKUM DAN PERLAKUAN HUKUM



Republikasi hukum memasukkan tanggungjawab keluarga dalam kejahatan yang dilakukan terhukum, dimana keadilan tetap menjadi pertimbangan dalam keputusan hukum. Keluarga tidak terlibat dalam hukuman kejahatan, namun tetap sebagai penanggungjawab moral atas perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan anggota keluarga.



Keluarga korban menderita akibat perbuatan terhukum, sementara terhukum berada dalam pengaturan negara, maka keluarga terhukum dikenakan denda kepada keluarga korban. Besaran denda diputuskan dalam keadilan atas kesanggupan dan prinsip-prinsip keadilan atas tanggungjawab keluarga terhukum. Namun denda tidak diberlakukan kepada korban yang oleh usaha maupun keberuntungan mampu melakukan pembelaan diri; dimana keputusan hukum yang berjalan dalam pengawalan rakyat.



Perlakuan hukum ini akan mendidik seluruh keluarga Indonesia untuk bertanggungjawab kepada pemulihan moral bangsa Indonesia di masa yang akan datang.



MEMANGKAS BIBIT BUKAN MEMANGKAS AKAR



Karena tanggungjawab Indonesia masa sekarang adalah menyelamatkan Indonesia di masa mendatang, maka republikasi hukum ini bukan cuma teori dan rencana, tetapi langsung berbuat. Indonesia bukan hanya bercita-cita, tetapi langsung bertindak. Ketegasan memberlakukan republikasi hukum akan membuat Indonesia berwibawa mencegah keterlambatan penyelamatan Indonesia.



Itu sebabnya kepentingan yang terutama adalah menyelamatkan Indonesia dengan memangkas terlebih dulu kejahatan kemanusiaan itu selagi ia masih masih sebagai bibit; sebelum ia membesar, menjadi banyak, dan menyebar, lalu menghancurkan Indonesia.



PEMBERLAKUAN HUKUMAN MINIMUM



Undang-undang hukum yang berlaku sekarang bertolak pada ancaman hukuman maksimum. Pola pendasaran ini menjadi titik terlemah dalam perlakuan hukum. Dalam perjalanan hukum sejak masa dulu, keputusan hukum bersandar pada ketetapan maksimum masa waktu; walaupun dalam hal khusus, maka hukuman bisa dilompatkan kepada hukuman mati. Penetapan hukuman pada maksimum waktu ini menjadi kelemahan pertama dalam penerapan penegakan hukum sesuai prinsip-prinsip hukum.



Bagi republikasi hukum, kelemahan utama ini malah dijadikan sebagai kekuatan pertama yang terbesar untuk memulihkan hukum di indonesia, dengan membalikkannya menjadi positif.



Republikasi hukum membagi dua bentuk kejahatan dalam perlakuan hukum, yaitu kejahatan kemanusiaan dan kejahatan diluar kejahatan kemanusiaan. Kejahatan diluar jenis kejahatan kemanusiaan tetap mengikuti peraturan yang sudah diundang-undangkan, sedangkan kejahatan kemanusiaan adalah apa yang dideskripsikan dalam Republikasi Hukum ini.



Kejahatan kemanusiaan tidak dapat diancam dalam hukuman maksimum, sebab korban kejahatan menanggung akibat kejahatan itu sampai selama-lamanya. Menakar dengan akibat yang diterima korban tersebut, maka pelaku kejahatan kemanusiaan selayaknya mendapat hukuman yang berakibat selama-lamanya pula.



Namun sesuai dengan keadilan yang berperikemanusiaan yang menjadi satu dasar ideologi negara, maka mempertimbangkan keadilan dan perikemanusiaan itu, tuntutan hukum sebijaksananya adalah jatuh pada syarat mínimum.



Kondisi mínimum ini terbandingkan dengan akibat yang diterima korban, adalah selayaknya selama 35 tahun pelaku kejahatan harus diasingkan dari kehidupan rakyat. Minimum hukuman 35 tahun ini adalah yang paling mendekati keseimbangan perbuatan kejahatan atas korban. Dan bertolak dari 35 tahun ini, maka kelipatan dan hukuman mati tersesuaikan dengan kekejaman kejahatan yang dilakukan.



Pada kejahatan tertentu, hukuman tervariasi antara mínimum 5 tahun sampai 85 tahun penjara, dan meningkat hingga total 255 tahun, dimana hukuman itu sebagai konsekwensi kejahatan yang dikoordinir, bentuk kejahatan yang sengaja dipersiapkan, dan perlakuan kekejaman kejahatan yang tidak terpikirkan lagi tentang layaknya manusia memperlakukan kemanusiaan.



Berprinsip perikemanusiaan yang sama, maka hukuman mínimum bagi semua pelaku kejahatan kemanusiaan adalah terikat dengan tanpa remisi. Pelaku kejahatan harus menjalani hukuman sebulatnya dijatuhkan, sebagai risiko yang setara dengan perbuatannya.




Grasi tetap diberlakukan bagi keputusan hukuman mati, yang sungguh-sungguh didasarkan atas berbagai pertimbangan kemanusiaan namun dalam pengawalan rakyat, dan terhukum melanjutkan hukuman pada putusan mínimum yang dijatuhkan pengadilan.



Memang kejahatan harus ada di dunia ini, tetapi celakalah bagi yang mengadakannya. Konsep ini tertuju kepada bagaimana keadilan hukum menjadi pemimpin dalam penegakan hukum. Keadilan harus berpihak kepada korban kejahatan, bukan membela dan meringankan pembuat kejahatan. Nilai-nilai kemanusiaan tidak dapat ditebus dengan hukuman penjara saja, sebab seribu tahun hukuman penjara tidak bisa mengembalikan kehidupan sebelumnya, penderitaan yang dialamai korban, dan nyawa yang lepas dari korban.



Kelemahan pada penerapan atas penegakan hukum berikutnya adalah ilmu-ilmu yang mempersoalkan dasar-dasar dan sisi-sisi pembentukan dan pelaksanaan hukum. Kepengetahuanan atas hukum menjerat manusia untuk mempermainkan hukum. Aplikasi yang terkait hukum membuat hukum menjadi tumpul, sehingga kebenaran atas hukum bukan bertolak kepada keadilan tetapi atas kepentingan. Kebenaran diatas keadilan sebagai prinsip hukum menjadi hilang berganti kebenaran diatas kepentingan. Kepentingan pun melebar, bukan hanya pada kepentingan pelaku kejahatan itu tetapi juga kepada proses pelaksanaan hukum. Bahkan proses pelaksanaan hukum membawa persoalan kepada dinamika yang semakin luas, melibatkan banyak ilmu; yang berujung pada buramnya kasus sehingga mengaburkan proses dan keputusan akhir pelaksanaan hukum. Perbuatan ini makin menkerucutkan hukum pada kesulitan menerapkan hukum pada tujuan hukum itu sendiri. Dan ini menjadi kelemahan kedua dari penegakan hukum.



Kembali oleh republikasi hukum, kelemahan ini jika dipositifkan akan menjadi kekuatan kedua yang terbesar untuk menegakkan hukum. Keterlibatan rakyat dalam proses penegakan hukum menjadikan hukum itu bergerak sesuai dengan prinsip dasarnya. Rakyat umum secara adil akan mengawal proses hukum yang sedang dilaksanakan. Penerapan hukum bukan dipertcayakan begitu saja kepada pelaksana hukum, tetapi rakyat melibatkan diri dengan turut mengambil bagian dalam keadilan proses pelaksanaan hukum tersebut. Dan kehadiran rakyat akan menuntun pelaksana hukum menerapkan hukum sesuai prinsip hukum itu sendiri. Dalam hal ini, pemerintah melibatkan rakyat melalui peraturan yang disetujui rakyat umum.



Pola pelibatan rakyat umum sebagai juri hukum maupun pengawal hukum dalam proses pelaksaanaan hukum adalah sangat efektif untuk memberi kekuatan keadilan bagi keputusan peradilan yang dijatuhkan kepada terhukum.



Dan semua proses perlakuan hukum berdiri, berjalan, berpedoman, dan berkeputusan diatas dasar-dasar dan prinsip-prinsip keadilan dalam kebenaran.



Keadilan hukum adalah mencegah perbuatan pelanggaran hukum, dan penegakan hukum adalah meniadakan kejahatan dari kehidupan rakyat Indonesia.



BERSAMBUNG ke (2/5)



Salam Sejahtera Indonesia


Tuhan memberkati Indonesia






Sumber : http://ift.tt/12OgTTk

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz