Islam dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia*
Dalam berbagai persepektif telaah tentang hubungan Islam dan negara sejatinya selalu menjadi hal menarik untuk dikaji, Salah satu diskursus yang melahirkan persepektif berbeda adalah keterkaitan Islam sebagai agama punya garis singgung yang luas kaitannya dengan Negara, Sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya menjadi tantangan tersendiri bagi Islam untuk dicarik menjadi bentuk yang sangat dinamis. Dengan kata lain, Islam tidak hanya hadir sebagai agama pelengkap dalam kontek berbangsa dan bernegara yang plural ini. Lebih dari itu Islam diharapkan berkontribusi lebih terhadap keutuhan NKRI.
Mengapa hal tersebut perlu penegasan kembali dalam tulisan ini, karena dalam beberapa hemat kami masih ada sebagian kelompok Islam yang belum sepenuhnya menyadari bahwa walaupun sudah memandang pancasila sebagai dasar Negara namun dalam perjuangannya masih mementingkan kelompoknya sendiri. Belum lagi mereka yang memang dari awal sudah menyatakan anti terhadap semua sistem yang dipakai sebagai acuan pemerintahan di Indonesia.
Demikianlah, bahwa perbedaan pandangan itu telah demikian lama berkembang yang sampai saat ini seringkali menjadi aral terbentuknya pola pikir kita untuk mengkolaborasikan nilai-nilai dalam Islam dan demokrasi yang menjadi acuan dalam pemerintahan Indonesia ini.
Hal pokok yang harus dilakukan kaum muslimin Indonesia adalah merumuskan hubungan antara agama dan Negara, hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa Islam adalah agama yang punya hukum. Sebuah agama hukum hendaklah menentukan keterkaitannya dengan secara komprehensif hubungan antara Negara dengan hukum itu sendiri. Karena kalau tidak, anggapan agama yang mempunyai ajaran hukum tidak akan tercapai dengan baik dalam kehidupan ini.
Meminjam paradigmanya Gusdur, Pada garis besarnya, terdapat tiga macam responsi dalam hubungan antara Islam dengan Negara (state), responsi integratif, responsi fakultatif, dan responsi konfrontatif.
Dalam pandangan yang pertama, resopnsi integratif beranggapan bahwa dalam bentuk apapun Islam sama sekali menghilangkan kedudukan formalnya dan sama sekali tidak menghubungkan ajaran agama dengan urusan kenegaraan, hubungan antara kehidupan mereka dengan Negara ditentukan oleh pola hidup kemasyarakatan yang mereka konstruk, dengan kata lain contohnya kalau terdapat diantara mereka menjadi muslim yang baik dan sesuai dengan standart yang ada, itu terjadi karena banyak faktor yang melatarbelakangi, bisa jadi karena kesadaran pendidikannya, rasa toleransi yang tinggi, serta pluralismenya yang cukup.
Berbeda dengan anggapan responsi yang kedua yaitu responsi fakultatif, paradigma ini mempunyai kesimpulan bahwa sekelompok muslim yang sudah ada disalah satu birokrasi dengan kekuatan maksimal, maka ia akan terus berusaha mencoba merancang perundang-undangan yang sesuai dengan kepentingan secara umum umat muslim, kalaupun tidak berhasil dan gagal, kelopok ini tidak sampai memaksakan, melainkan menerima aturan yang dianggap berbeda dari ajaran Islam.
Kita sudah faham bahwa sifat konfrontatif sejak awal menolak kehadiran kondisi dan situasi yang dianggap tidak Islami, sama halnya dengan responsi konfrontatif, paradigma ini juga mengasumsikan bahwa mereka tidak akan pernah menerima bentuk aturan macam apapun yang tidak berdasarkan atau bersumber dari Islam.
Lalu bagaimana dengan kondisi Islam di Indonesia sekarang ini, sayang tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memberikan sebuah penilaian normatif yang cenderung menjastifikasi terhadap sebuah kelompok, golongan, dan kondisi, melainkan tulisan ini tidak lebih dari sekedar ingin menghantarkan guna memberi gambaran atau munkin bisa juga dibilang tawaran bagaimana kita sebagai muslimin punya pilihan dalam bertindak dan bersikap sebagai warga Negara yang baik.
Bentuk alasan lain kenapa tulisa ini hadir karena kita masih memerlukan injeksi pemikiran sebagai cerminan bahwa kita sebagai bangsa yang plural dan punya rasa toleransi yang tinggi. maka dari itu disini Islam juga dituntut harus bersikap lebih dewasa lagi dalam menempatkan pancasila sebagai dasar Negara yang harus ditaati.
Terkait pancasila yang dijadikan sebagai falsafah hidup dalam berbangsa dan bernegara, maka didalamnya juga terdapat beberapa elemen yang juga perlu kita sadari bagian dari unsur dinamika yang ada,
HIDUP ISLAM HIDUP DEMOKRASI.
Salam.
*Disampaikan dalam pertemuan (Pengatar Studi Islam) G1 dan G2 Psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya
Sumber : http://ift.tt/1sxyaXK
Mengapa hal tersebut perlu penegasan kembali dalam tulisan ini, karena dalam beberapa hemat kami masih ada sebagian kelompok Islam yang belum sepenuhnya menyadari bahwa walaupun sudah memandang pancasila sebagai dasar Negara namun dalam perjuangannya masih mementingkan kelompoknya sendiri. Belum lagi mereka yang memang dari awal sudah menyatakan anti terhadap semua sistem yang dipakai sebagai acuan pemerintahan di Indonesia.
Demikianlah, bahwa perbedaan pandangan itu telah demikian lama berkembang yang sampai saat ini seringkali menjadi aral terbentuknya pola pikir kita untuk mengkolaborasikan nilai-nilai dalam Islam dan demokrasi yang menjadi acuan dalam pemerintahan Indonesia ini.
Hal pokok yang harus dilakukan kaum muslimin Indonesia adalah merumuskan hubungan antara agama dan Negara, hal ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa Islam adalah agama yang punya hukum. Sebuah agama hukum hendaklah menentukan keterkaitannya dengan secara komprehensif hubungan antara Negara dengan hukum itu sendiri. Karena kalau tidak, anggapan agama yang mempunyai ajaran hukum tidak akan tercapai dengan baik dalam kehidupan ini.
Meminjam paradigmanya Gusdur, Pada garis besarnya, terdapat tiga macam responsi dalam hubungan antara Islam dengan Negara (state), responsi integratif, responsi fakultatif, dan responsi konfrontatif.
Dalam pandangan yang pertama, resopnsi integratif beranggapan bahwa dalam bentuk apapun Islam sama sekali menghilangkan kedudukan formalnya dan sama sekali tidak menghubungkan ajaran agama dengan urusan kenegaraan, hubungan antara kehidupan mereka dengan Negara ditentukan oleh pola hidup kemasyarakatan yang mereka konstruk, dengan kata lain contohnya kalau terdapat diantara mereka menjadi muslim yang baik dan sesuai dengan standart yang ada, itu terjadi karena banyak faktor yang melatarbelakangi, bisa jadi karena kesadaran pendidikannya, rasa toleransi yang tinggi, serta pluralismenya yang cukup.
Berbeda dengan anggapan responsi yang kedua yaitu responsi fakultatif, paradigma ini mempunyai kesimpulan bahwa sekelompok muslim yang sudah ada disalah satu birokrasi dengan kekuatan maksimal, maka ia akan terus berusaha mencoba merancang perundang-undangan yang sesuai dengan kepentingan secara umum umat muslim, kalaupun tidak berhasil dan gagal, kelopok ini tidak sampai memaksakan, melainkan menerima aturan yang dianggap berbeda dari ajaran Islam.
Kita sudah faham bahwa sifat konfrontatif sejak awal menolak kehadiran kondisi dan situasi yang dianggap tidak Islami, sama halnya dengan responsi konfrontatif, paradigma ini juga mengasumsikan bahwa mereka tidak akan pernah menerima bentuk aturan macam apapun yang tidak berdasarkan atau bersumber dari Islam.
Lalu bagaimana dengan kondisi Islam di Indonesia sekarang ini, sayang tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memberikan sebuah penilaian normatif yang cenderung menjastifikasi terhadap sebuah kelompok, golongan, dan kondisi, melainkan tulisan ini tidak lebih dari sekedar ingin menghantarkan guna memberi gambaran atau munkin bisa juga dibilang tawaran bagaimana kita sebagai muslimin punya pilihan dalam bertindak dan bersikap sebagai warga Negara yang baik.
Bentuk alasan lain kenapa tulisa ini hadir karena kita masih memerlukan injeksi pemikiran sebagai cerminan bahwa kita sebagai bangsa yang plural dan punya rasa toleransi yang tinggi. maka dari itu disini Islam juga dituntut harus bersikap lebih dewasa lagi dalam menempatkan pancasila sebagai dasar Negara yang harus ditaati.
Terkait pancasila yang dijadikan sebagai falsafah hidup dalam berbangsa dan bernegara, maka didalamnya juga terdapat beberapa elemen yang juga perlu kita sadari bagian dari unsur dinamika yang ada,
HIDUP ISLAM HIDUP DEMOKRASI.
Salam.
*Disampaikan dalam pertemuan (Pengatar Studi Islam) G1 dan G2 Psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya
Sumber : http://ift.tt/1sxyaXK