Jokowi Pusing?
2 (dua) masalah krusial yang saat ini sedang dihadapi oleh Jokowi dalam kedudukannya sebagai Presiden yang baru. Pertama, pembentukan kabinet yang terdiri dari menteri-menteri. Kedua, perubahan kementerian.
Disini Jokowi harus hati-hati. Pemilihan menteri harus sesuai kebutuhan, dan orang-orang yang akan ditempatkan dalam kementerian harus bersih. Penundaan pengumuman nama-nama menteri pun dituding karena dugaan adanya nama-nama calon Menteri yang bermasalah dari segi hukum (tribunnews, 22/10/2014).
Tindakan Jokowi yang menyerahkan nama-nama calon Menterinya ke KPK untuk ditelusuri juga bukanlah suatu pelanggaran hukum. Sepanjang hal itu untuk kepentingan publik juga mengingat bahwa validitas informasi dari KPK sangat akurat. Dari segi ketatanegaraan pun, hal ini tidak ada masalah, karena menyerahkan nama-nama calon Menteri untuk mendapatkan informasi diperbolehkan karena KPK merupakan badan publik sesuai dengan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jadi, KPK sebagai badan publik bisa memberikan informasi oleh setiap orang atau badan publik, termasuk Jokowi sebagai pemegang eksekutif. Sepanjang informasi yang diminta ke KPK tersebut, tidak menganggu proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh lembaga itu.
Keputusan Jokowi tersebut juga melupakan langkah preventif agar dikemudian hari Pemerintahannya tidak ada masalah dengan Parlemen, yang diketahui saat ini didominasi oleh KMP (Koalisi Merah Putih) sebagai partai non pemerintah.
Kedua, mengenai perubahan kementerian. Berdasarkan Pasal 17 ayat 4 UUD 1945 dinyatakan “ Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian Negara diatur dalam UU”. Hal ini berarti Jokowi harus bisa mendekati parlemen sehubungan dengan perubahan kementerian karena harus dibuat dalam bentuk UU. Dalam praktik ketatanegaraan suatu UU memang harus mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden (vide Pasal 20 ayat 2 UUD 1945).
Maka wajar penundaan pengumuman Kabinet oleh Jokowi karena belum dibalasanya surat yang diajukan ke DPR tentang perubahan nomenklatur kementerian (kabar24.com, 23/10/2014). Namun, Jokowi masih ada waktu karena masa 14 hari belum selesai.
Adanya hal-hal diatas, bisa menyebabkan Jokowi pusing. Apalagi santer terdengar bahwa ada tarik ulur nama-nama calon menteri. Artinya, Jokowi tidak bebas menetapkan nama-nama calon Menteri karena faktor internal. Padahal dalam menetapkan calon Menteri itu memang hak prerogratifnya Jokowi sebagai Presiden.
PR (Pekerjaan Rumah) seperti membentuk kabinet dan perubahan kementerian adalah focus Jokowi untuk beberapa hari kedepan. Kita berharap Jokowi demi kepentingan masyarakat dapat menggunakan hak prerogatifnya sebagai Presiden tanpa intervensi kekuatan Politik termasuk dari koalisi yang mendukungnya.
Sumber : http://ift.tt/1wcDGVP
Disini Jokowi harus hati-hati. Pemilihan menteri harus sesuai kebutuhan, dan orang-orang yang akan ditempatkan dalam kementerian harus bersih. Penundaan pengumuman nama-nama menteri pun dituding karena dugaan adanya nama-nama calon Menteri yang bermasalah dari segi hukum (tribunnews, 22/10/2014).
Tindakan Jokowi yang menyerahkan nama-nama calon Menterinya ke KPK untuk ditelusuri juga bukanlah suatu pelanggaran hukum. Sepanjang hal itu untuk kepentingan publik juga mengingat bahwa validitas informasi dari KPK sangat akurat. Dari segi ketatanegaraan pun, hal ini tidak ada masalah, karena menyerahkan nama-nama calon Menteri untuk mendapatkan informasi diperbolehkan karena KPK merupakan badan publik sesuai dengan UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Jadi, KPK sebagai badan publik bisa memberikan informasi oleh setiap orang atau badan publik, termasuk Jokowi sebagai pemegang eksekutif. Sepanjang informasi yang diminta ke KPK tersebut, tidak menganggu proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh lembaga itu.
Keputusan Jokowi tersebut juga melupakan langkah preventif agar dikemudian hari Pemerintahannya tidak ada masalah dengan Parlemen, yang diketahui saat ini didominasi oleh KMP (Koalisi Merah Putih) sebagai partai non pemerintah.
Kedua, mengenai perubahan kementerian. Berdasarkan Pasal 17 ayat 4 UUD 1945 dinyatakan “ Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian Negara diatur dalam UU”. Hal ini berarti Jokowi harus bisa mendekati parlemen sehubungan dengan perubahan kementerian karena harus dibuat dalam bentuk UU. Dalam praktik ketatanegaraan suatu UU memang harus mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden (vide Pasal 20 ayat 2 UUD 1945).
Maka wajar penundaan pengumuman Kabinet oleh Jokowi karena belum dibalasanya surat yang diajukan ke DPR tentang perubahan nomenklatur kementerian (kabar24.com, 23/10/2014). Namun, Jokowi masih ada waktu karena masa 14 hari belum selesai.
Adanya hal-hal diatas, bisa menyebabkan Jokowi pusing. Apalagi santer terdengar bahwa ada tarik ulur nama-nama calon menteri. Artinya, Jokowi tidak bebas menetapkan nama-nama calon Menteri karena faktor internal. Padahal dalam menetapkan calon Menteri itu memang hak prerogratifnya Jokowi sebagai Presiden.
PR (Pekerjaan Rumah) seperti membentuk kabinet dan perubahan kementerian adalah focus Jokowi untuk beberapa hari kedepan. Kita berharap Jokowi demi kepentingan masyarakat dapat menggunakan hak prerogatifnya sebagai Presiden tanpa intervensi kekuatan Politik termasuk dari koalisi yang mendukungnya.
Sumber : http://ift.tt/1wcDGVP