Bagi Setara Institut, SBY Gak Ada Bagus-bagusnya!
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah presiden yang gagal. Demikianlan secara sederhana menyimpulkan jumpa pers Setara Institute bertajuk ‘10 Paradoks Kepemimpinan SBY’, Senin (13/10). Selengkapnya silakan baca: http://ift.tt/1yy5yV9.
Jika membaca kesimpulan Setara itu, pokoknya SBY gak ada bagus-bagusnya deh. Pokoknya SBY ancur, gagal, negara kacau balau gara-gara dia, rese lah pokoknya. Tidak demokratis lah, membiarkan korupsi lah, tidak toleran lah, melindungi pelanggar HAM lah, membelenggu kebebasan berekspresi lah, lebay lah mengaku sering diancam, pembohong soal program kesehatan rakyat lah, bikin bodoh rakyat melalui anggaran pendidikan lah, mengekploitasi lingkungan lah, mematikan pengusaha tambang skala kecil.
Ada yang kurang? Tidak ada! Intinya, SBY gagal, gak ada bagus-bagusnya lah!
Itu kata Setara, LSM pejuang HAM. Saya kasih ilustrasi, Setara menyebut SBY gagal melindungi kebebasan berekspresi salah satunya merujuk pada dihukumnya Alexander Aan, seorang PNS yang mencemooh pemeluk agama dan mencaci maki Nabi Muhammad SAW melalui Facebook. Silakan cari tahu sendiri soal Alexander Aan. Nah, Setara ini yang melakukan advokasi terhadap si Aan.
Saya tak benci dengan Aan. Saya tak benci sama kaum Atheis. Bodo amat, kan! Yang saya tak suka adalah orang yang menyebarkan kebencian, suka memprovokasi, tidak mau toleran, ofensif terhadap keyakinan orang, Itu bukan kebebasan berekspresi, itu kebebasan menghujat. Dan adakah itu diajarkan oleh konstitusi kita, oleh UUD kita, oleh Pancasila kita? Tidak ada! Pancasila mengajarkan untuk saling menghargai antarpemeluk agama, bukan mencerca agama orang lain!
Atas dasar itu!
Maka saya nyatakan tak setuju dengan Setara Institute yang membela Aan, lalu menyebut SBY tidak toleran dan mengekang kebebasan berkspresi. Setara salah kaprah dalam hal ini. Kebebasan berkspresi bukan berarti lalu boleh mencerca keyakinan orang lain!
Demikian juga dengan poin-poin penilaian lainnya. Penilaian Setara jelas tak berimbang, penuh kepentingan (mungkin biar pembiayaan dari “asing” terus mengalir), dan kebanyakan nyinyir. Contohnya, saat mereka menilai SBY sebagai presiden yang sering merasa terancam. Mungkin mereka ingin mengatakan SBY lebay. Tapi masak iya ada kategori penilaian pribadi semacam itu. Lah kalau faktanya SBY mendapatkan laporan dari bawahannya bahwa dia terancam, gimana?
Subjektif dan tak berdasar!
Satu lagi yang kesannya emosional saja dan tidak berlandas, adalah penilaian SBY anti-demokrasi hanya karena kisruh RUU Pilkada. Padahal selama 10 tahun SBY sukses melangsungkan dua kali pilpres, dan ratusan pilkada di seluruh Indonesia. Hanya karena sekarang lagi heboh sama Jokowi dan karena semua yang bertentangan dengan Jokowi adalah salah, maka dinilai lah seperti itu. Sungguh tidak fair!
Coba simak kata-katanya Wakil Ketua Setara Institute, si Bonar Tigor Naipospos. “Pada Undang-Undang Pilkada, SBY pula yang memangkasnya karena dukungan Partai Demokrat pada pilkada tidak langsung,” katanya.
Padahal kan SBY sudah kasih opsi ke-3 dan Perppu? Ini kata si Bonar. “Perppu yang dikeluarkan SBY terkait UU Pilkada hanya didesain untuk menciptakan ruang-ruang baru transaksi politik untuk memperoleh benefit politik dan posisi politik tertentu.” Gagah sekali kan si Bonar ini. Seolah dia yang benar sendiri saja. Pokoknya SBY udah jelek aja. Seperti yang dia katakana.
Lalu saya beralih ke tetangga saya, mertua saya, teman-teman saya di kampung. Mereka tak sedikit pun membenci SBY. Jika ada kesalahan, masih wajar saja. Setiap orang ada bagus, ada jeleknya juga. SBY sudah bekerja dan mesti dihargai. Sementara Setara Institute, emang apa prestasinya dibanding SBY!!(*)
Sumber : http://ift.tt/1yy5yVb
Jika membaca kesimpulan Setara itu, pokoknya SBY gak ada bagus-bagusnya deh. Pokoknya SBY ancur, gagal, negara kacau balau gara-gara dia, rese lah pokoknya. Tidak demokratis lah, membiarkan korupsi lah, tidak toleran lah, melindungi pelanggar HAM lah, membelenggu kebebasan berekspresi lah, lebay lah mengaku sering diancam, pembohong soal program kesehatan rakyat lah, bikin bodoh rakyat melalui anggaran pendidikan lah, mengekploitasi lingkungan lah, mematikan pengusaha tambang skala kecil.
Ada yang kurang? Tidak ada! Intinya, SBY gagal, gak ada bagus-bagusnya lah!
Itu kata Setara, LSM pejuang HAM. Saya kasih ilustrasi, Setara menyebut SBY gagal melindungi kebebasan berekspresi salah satunya merujuk pada dihukumnya Alexander Aan, seorang PNS yang mencemooh pemeluk agama dan mencaci maki Nabi Muhammad SAW melalui Facebook. Silakan cari tahu sendiri soal Alexander Aan. Nah, Setara ini yang melakukan advokasi terhadap si Aan.
Saya tak benci dengan Aan. Saya tak benci sama kaum Atheis. Bodo amat, kan! Yang saya tak suka adalah orang yang menyebarkan kebencian, suka memprovokasi, tidak mau toleran, ofensif terhadap keyakinan orang, Itu bukan kebebasan berekspresi, itu kebebasan menghujat. Dan adakah itu diajarkan oleh konstitusi kita, oleh UUD kita, oleh Pancasila kita? Tidak ada! Pancasila mengajarkan untuk saling menghargai antarpemeluk agama, bukan mencerca agama orang lain!
Atas dasar itu!
Maka saya nyatakan tak setuju dengan Setara Institute yang membela Aan, lalu menyebut SBY tidak toleran dan mengekang kebebasan berkspresi. Setara salah kaprah dalam hal ini. Kebebasan berkspresi bukan berarti lalu boleh mencerca keyakinan orang lain!
Demikian juga dengan poin-poin penilaian lainnya. Penilaian Setara jelas tak berimbang, penuh kepentingan (mungkin biar pembiayaan dari “asing” terus mengalir), dan kebanyakan nyinyir. Contohnya, saat mereka menilai SBY sebagai presiden yang sering merasa terancam. Mungkin mereka ingin mengatakan SBY lebay. Tapi masak iya ada kategori penilaian pribadi semacam itu. Lah kalau faktanya SBY mendapatkan laporan dari bawahannya bahwa dia terancam, gimana?
Subjektif dan tak berdasar!
Satu lagi yang kesannya emosional saja dan tidak berlandas, adalah penilaian SBY anti-demokrasi hanya karena kisruh RUU Pilkada. Padahal selama 10 tahun SBY sukses melangsungkan dua kali pilpres, dan ratusan pilkada di seluruh Indonesia. Hanya karena sekarang lagi heboh sama Jokowi dan karena semua yang bertentangan dengan Jokowi adalah salah, maka dinilai lah seperti itu. Sungguh tidak fair!
Coba simak kata-katanya Wakil Ketua Setara Institute, si Bonar Tigor Naipospos. “Pada Undang-Undang Pilkada, SBY pula yang memangkasnya karena dukungan Partai Demokrat pada pilkada tidak langsung,” katanya.
Padahal kan SBY sudah kasih opsi ke-3 dan Perppu? Ini kata si Bonar. “Perppu yang dikeluarkan SBY terkait UU Pilkada hanya didesain untuk menciptakan ruang-ruang baru transaksi politik untuk memperoleh benefit politik dan posisi politik tertentu.” Gagah sekali kan si Bonar ini. Seolah dia yang benar sendiri saja. Pokoknya SBY udah jelek aja. Seperti yang dia katakana.
Lalu saya beralih ke tetangga saya, mertua saya, teman-teman saya di kampung. Mereka tak sedikit pun membenci SBY. Jika ada kesalahan, masih wajar saja. Setiap orang ada bagus, ada jeleknya juga. SBY sudah bekerja dan mesti dihargai. Sementara Setara Institute, emang apa prestasinya dibanding SBY!!(*)
Sumber : http://ift.tt/1yy5yVb