Suara Warga

"Permen Karet" UU Pilkada langsung vs DPRD

Artikel terkait : "Permen Karet" UU Pilkada langsung vs DPRD

Mengomentari tarik-menarik kepentingan UU Pilkada yang kian menggelisahkan rakyat akan kehilangan hak suara, serta keresahan Kualisi Merah putih kalau sampe gagal mengakomudasi.

Banyak pihak-pihak saling berargomentasi sesuai dengan nilai keuntungan, sementara kepentingan mendasar rakyat yang notabene sebagi pelaku-pemilik hak memilih terabaikan. Proses yang telah berjalan demikian harmonis tanpa ada problem besar N darurat masih di utak-atik dengan alasana demi rakyat (PARTAI dan Elitnya yang bener), Bila DPR mampu menunjukan hakekatnya sebagai pengemban amanat yang bisa dipercaya serta mampu menseimbangkan aspirasi yang diamanatkan…tentu Pilkada melalui DPR(Daerah) bisa difahami.

Aspirasi rakyat yang diamanatkan DPR ibarat “permen karet” bagi elit parpol..dikunyah setelah hilang nikmatnya ditiup menggelembung dan pada akirnya dibuang, sementara rakyat gak pernah merasakan aroma nikmatnya cuma gumpalan karet ketika terinjak kaki bikin ribet lengket semua ( seperti hanya nasib rakyat yang gak pernah berubah, karena kenikmatan serta kesejahetraanya dinikmati wakilnya/DPR)

Apapun argomentasinya Pilkada tidak langsung jelas mengabaikan hak konstitusi demokrasi, meski dalam UUD gak dijabarkan jelas pemilihan langsung yang telah dilaksanakan sekarang termasuk bagian konstitusi bangsa ini…semua penafsiran UUD negara ternyata masih menganut unsur kepentingan dan siapa yang menafsirkan, bukan demi kemaslahatan kesejahteraan rakyat semesta.

Kalau membandingkan jaman ORBA Pilkada lewat DPR apakah bisa memberikan kesejahteraan bagi rakayat, kepentingan rakyat terpenuhi ? justru Pemimpin daerah cenderung otoriter….segala kebutuhan pemerintah rakyat yang menjadi korban…tapi dengan sistem sekarang Pemimpin daerah sedikit ada perhatian dengan konsituenya, meski gak seperti harapan setidaknya rakyat merasakan imbal baliknya. Kalaupun Mahal biaya PILKADA LANGSUNG sebagai alasan, mestinya PARPOL harus bisa menyelesaikan masalah ini dengan tidak membebani kandidat yang dicalonkan…semua kebutuhan kampanya Partai harus bisa menyediakan (artibut) bukan semua diserahkan calon dan masih dipungut iuran ini-itu. KPU selaku penyelenggara dioptimalakan termasuk pengadaan artibut kampanye, jadi tidak adanya persaingan antar kandidat. Penindakan tegas adanya pelanggara, pembatasan pengerahan masa kampanye (dirubah sistem sosialisasi tertutup).

Sebenernya UU Pilkada sekarang telah sesuai dengan perkembangan demokrasi bangsa ini, dan masyarakat telah cerdas menyesuaikan keadaan, tapi emang semua ini atas dasar kegelisahan PARPOL yang gagal dalam PILPRES 2014 hingga melakukan gerilya untuk menghimpun kekuatan dalam kabinet nanti.///




Sumber : http://ift.tt/1tfJc7q

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz