Suara Warga

Hasil Dari Obrolan Sederhana

Artikel terkait : Hasil Dari Obrolan Sederhana

“Intan jadi pulang?” tanya Lik Yam, tetangga dekat sungai yang berprofesi sebagai penjual sosis, nugget, dan jajanan anak lainnya. “Jadi, kalau tidak salah nanti libur lebaran haji.”

“Lho, apa tidak repot?”

“Kenapa Lik? kayaknya nggak terlalu repot kok.”

“Ketoke arep enek gugatan to neng MK, lha kuwi lho pilkada sing milih kan dadi DPR. pora kebangeten. Padahal nek awake dewe iso milih kuwi iso ngerti wong-wong sing arep mimpin awake dewe ki koyo ngopo, lha nek sing milih DPR yo podo wae to.”

Waduh…aku baru ingat kalau berita tentang PILKADA menjadi sorotan yang mendunia, bahkan ketika aku menulis ini obrolan mungkin masih terjadi entah di media sosial atau pun di warung tenda.

Mengapa bisa demokrasi yang aku pikir sudah mampu menelurkan satu dua orang pemimpin yang terbukti mampu membawa kemajuan daerah dan kemajuan Indonesia menjadi seperti ini. Kalau jalan ditempat sih nggak apa-apa tapi ini bagiku adalah kemunduran.

Kami, rakyat tentu mempunyai impian dan keinginan seperti apa pemimpin yang cocok memimpin daerah kami. Kami juga berhak mengeluarkan suara kami. Kami berhak memilih siapa saja yang benar-benar tepat mampu membuat hidup kami menjadi lebih baik. Kami berhak karena kami bagian dari Indonesia.

Obrolan ku dengan Lik Yam berlanjut, “Nek politik uang kuwi mesti yo ono to ri, tontonen wae nek sing milih anggota DPR sukben sogokane lak luwih gedhe.”

“Yo mesti to lik, sing duwe duit okeh mesti yo iso ngekeki wong nduwuran luwih okeh.”

Aku melongo, meski singkat obrolan ini menyadarkanku dan memang benar andai kita mau berfikir lebih jauh lagi. Ah…ini baru obrolanku dengan Lik Yam yang hanya seorang penjual sosis, Lik Tugini saja yang buruh tani begitu suka ketika PILEG dan PILPRES kemarin dapat sembako dan RP.50.000,00. Bayangkan andai PILKADA dipilih DPR, kami yang orang-orang kecil ini sungguh kasihan, bagaimana tidak? sudah rela membayar pajak, jarang memperoleh gaji ke 13, tak pernah dapat tunjangan negara eh…suara kita tidak dibutuhkan lagi. Kasihan bukan?

Semoga kelak suara kami dipakai lagi, semoga kelak kami juga akan beroleh subsidi. AMIN




Sumber : http://ift.tt/1pgO8Up

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz