Terstruktur, Sistematis, Masif Fantastis !
Besok MK akan memulai persidangan tentang gugatan capres Prabowo-Hatta. Berkas sudah dikirim ke MK pada tanggal 26 Juli 2014 pukul 09.00 wib. Karena banyak kesalahan dan kejanggalan maka berkas diperbaiki dan dikirim kembali pada tanggal yang sama jam 19.34 wib.
Meskipun halamannya menjadi hampir 3 kali lipat dari yang terdahulu dan di “keroyok” oleh hampir 100 orang advokat yang terhimpun dalam tim pembela merah putih, tetap saja masih ada kejanggalan dan salah tulis (manusiawi?) disana-sini. Misalnya masih ada yang jumlah persentasenya kurang dari 100%, dan masih terdapat tambahan tulisan tangan. Ada juga data yang hanya diisi titik-titik dan salah tulis, yang seharusnya tahun 2014 ditulis 2009, akhirnya di edit dengan tulisan tangan dan di paraf.
Selain itu terlihat sekali ketidakkonsistennya tim pembela merah putih. Contoh, dalam berkas ada 95 orang yang terdaftar sebagai tim pembela. Namun yang bertanda tangan—sebelum perbaikan—hanya separuhnya. Dan setelah dokumen diperbaiki justru yang bertanda tangan hanya tinggal 12 orang advokat. Dan ada orang yang—sebelum perbaikan—tidak terdaftar tapi ikut menanda tangani.
Saya hanya rakyat biasa—dan pasti—buta hukum. Cuma sekadar ingin tahu apakah hal demikian diperbolehkan secara hukum. Atau apakah memang tidak diwajibkan seseorang—dalam hal ini tim pembela yang mendapat kuasa dari penggugat—untuk bertanda tangan dalam dokumen yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi tersebut, meski dalam berkas tertulis namanya sebagai yang menerima kuasa?
Jika memang tidak ada kewajiban untuk bertanda tangan, untuk apa delapan lusin nama advokat yang dicantumkan sebagai tim pembela tersebut. Atau bila perlu justru tulis saja ratusan atau ribuan nama-nama advokat sebagai tim pembela agar dokumennya menjadi lebih tebal meskipun tidak sampai 10 truk. Toh tanda tangan tidak begitu penting. Lantas bagaimana validitas dokumen tersebut?
Tim pembela merah putih kelihatan sekali memaksa siapa saja atau lembaga apapun untuk memenangkan pihaknya. Ada frasa yang selalu diulang-ulang seolah-olah hal itu benar-benar terjadi dan dilakukan oleh capres nomor urut 2, misalnya “terstruktur, sistematis dan masif”, lebih 15 kali disebut-sebut dalam berkas gugatan tersebut. Dan ada frasa “selisih yang sangat fantastis”, ini pun diulang-ulang beberapa kali. Padahal secara logika pihak capres Prabowo-Hattalah yang berpotensi dan berpeluang (besar) melakukan kecurangan, pasalnya lebih separuh dari 33 provinsi gubernurnya adalah dari partai koalisi pendukung capres nomor urut 1.
Sumber : http://ift.tt/1pW9oyz
Meskipun halamannya menjadi hampir 3 kali lipat dari yang terdahulu dan di “keroyok” oleh hampir 100 orang advokat yang terhimpun dalam tim pembela merah putih, tetap saja masih ada kejanggalan dan salah tulis (manusiawi?) disana-sini. Misalnya masih ada yang jumlah persentasenya kurang dari 100%, dan masih terdapat tambahan tulisan tangan. Ada juga data yang hanya diisi titik-titik dan salah tulis, yang seharusnya tahun 2014 ditulis 2009, akhirnya di edit dengan tulisan tangan dan di paraf.
Selain itu terlihat sekali ketidakkonsistennya tim pembela merah putih. Contoh, dalam berkas ada 95 orang yang terdaftar sebagai tim pembela. Namun yang bertanda tangan—sebelum perbaikan—hanya separuhnya. Dan setelah dokumen diperbaiki justru yang bertanda tangan hanya tinggal 12 orang advokat. Dan ada orang yang—sebelum perbaikan—tidak terdaftar tapi ikut menanda tangani.
Saya hanya rakyat biasa—dan pasti—buta hukum. Cuma sekadar ingin tahu apakah hal demikian diperbolehkan secara hukum. Atau apakah memang tidak diwajibkan seseorang—dalam hal ini tim pembela yang mendapat kuasa dari penggugat—untuk bertanda tangan dalam dokumen yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi tersebut, meski dalam berkas tertulis namanya sebagai yang menerima kuasa?
Jika memang tidak ada kewajiban untuk bertanda tangan, untuk apa delapan lusin nama advokat yang dicantumkan sebagai tim pembela tersebut. Atau bila perlu justru tulis saja ratusan atau ribuan nama-nama advokat sebagai tim pembela agar dokumennya menjadi lebih tebal meskipun tidak sampai 10 truk. Toh tanda tangan tidak begitu penting. Lantas bagaimana validitas dokumen tersebut?
Tim pembela merah putih kelihatan sekali memaksa siapa saja atau lembaga apapun untuk memenangkan pihaknya. Ada frasa yang selalu diulang-ulang seolah-olah hal itu benar-benar terjadi dan dilakukan oleh capres nomor urut 2, misalnya “terstruktur, sistematis dan masif”, lebih 15 kali disebut-sebut dalam berkas gugatan tersebut. Dan ada frasa “selisih yang sangat fantastis”, ini pun diulang-ulang beberapa kali. Padahal secara logika pihak capres Prabowo-Hattalah yang berpotensi dan berpeluang (besar) melakukan kecurangan, pasalnya lebih separuh dari 33 provinsi gubernurnya adalah dari partai koalisi pendukung capres nomor urut 1.
Sumber : http://ift.tt/1pW9oyz